Kemendag ajak industri tekstil aktif majukan produk TPT
24 Juni 2020 19:26 WIB
Seorang pedagang menata kain tekstil dagangannya di Pasar Ikan Medan, Sumatera Utara, Rabu (5/2/2020). Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia diprediksi semakin menggeliat seiring menurunnya permintaan produk tekstil dari luar akibat dampak virus Corona yang mewabah. ANTARA FOTO/Septianda Perdana/ama. (ANTARA FOTO/SEPTIANDA PERDANA)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan, Kasan, mengajak seluruh elemen yang berkepentingan dalam industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia berkontribusi aktif memajukan ekspor TPT Indonesia.
“TPT memberikan sumbangan devisa ekspor dan merupakan industri padat karya yang menjadi salah satu ‘jaringan pengaman sosial’ dari sisi pendapatan penduduk. Untuk itu, pasar eskpor komoditas TPT harus dipertahankan, terutama setelah terkena imbas merebaknya COVID-19,” kata Kasan lewat keterangannya diterima di Jakarta, Rabu.
Kasan menjelaskan, sejak merebaknya COVID-19, perdagangan tesktil terkena imbas mengingat bahan baku penolong dan aksesori sebagian besar diimpor dari Tiongkok.
Kondisi pandemi, penerapan karantina wilayah (lockdown) di beberapa negara, dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Indonesia, turut mengganggu pasokan dan permintaan industri tekstil Indonesia di pasar lokal dan pasar ekspor.
Baca juga: Mengembalikan kejayaan industri produk tekstil nasional
Di pasar domestik terjadi kelambatan pembelian dan omzet pedagang. Sementara itu, kinerja ekspor TPT juga tercatat mengalami penurunan.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Produk Ekspor (PPE) Kemendag Olvy Andrianita memaparkan berbagai hambatan industri TPT Indonesia yang teridentifikasi, yaitu hampir 70 persen bahan baku masih impor, daya saing harga rendah, dan daerah produksi yang masih terpusat di pulau Jawa.
Selain itu, belum optimalnya diversifikasi produk, mesin produksi yang sudah tua, serta kurangnya branding bagi produk TPT Indonesia.
“Di tengah berbagai hambatan, produk TPT Indonesia juga memiliki kekuatan dan peluang. Kualitas dan eksklusivitas produk TPT asal Indonesia telah diakui banyak negara. Sedangkan, peluang ekspor yang terbuka lebar saat ini ialah alat pelindung diri (APD) dan alat kesehatan yang terbuat dari tekstil,” jelas Olvy.
Selain itu, lanjut Olvy, tekstil Indonesia juga memiliki keunggulan secara ekslusivitas seperti batik dan tenun yang terbuat dari serat alam (jerami dan alang-alang), sutra kepompong ulat daun kedondong dan pewarna alam (indigo).
Baca juga: Perusahaan rintisan siap kawal industri TPT
Secara kualitas, juga telah diakui dunia, terutama pakaian militer, tekstil untuk bahan industri seperti jok pesawat dan kereta api, furnitur, bioskop, dan tenda, serta tekstil dengan kualitas premium untuk pakaian dalam wanita.
Menurut Olvy, saat ini juga terjadi peningkatan permintaan serat organik dan pakaian muslim yang harus dilihat sebagi peluang. Selain itu, kebijakan pemerintah melalui program “Making Indonesia 4.0” juga harus dimanfaatkan.
Program ini termasuk memberikan dukungan pada peningkatan inovasi riset dan pengembangan (R & D), penguasaan mesin/peralatan modern, peningkatan desain dan mutu produk, peningkatan keahlian tenaga kerja (vokasi), serta pemenuhan sertifikasi dan standar produk TPT Indonesia.
Namun demikian, pengetatan operasional kegiatan tetap harus diterapkan, khususnya pada sektor produksi, yang mengedepankan protokol kesehatan selama masa pandemi COVID-19.
“TPT memberikan sumbangan devisa ekspor dan merupakan industri padat karya yang menjadi salah satu ‘jaringan pengaman sosial’ dari sisi pendapatan penduduk. Untuk itu, pasar eskpor komoditas TPT harus dipertahankan, terutama setelah terkena imbas merebaknya COVID-19,” kata Kasan lewat keterangannya diterima di Jakarta, Rabu.
Kasan menjelaskan, sejak merebaknya COVID-19, perdagangan tesktil terkena imbas mengingat bahan baku penolong dan aksesori sebagian besar diimpor dari Tiongkok.
Kondisi pandemi, penerapan karantina wilayah (lockdown) di beberapa negara, dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Indonesia, turut mengganggu pasokan dan permintaan industri tekstil Indonesia di pasar lokal dan pasar ekspor.
Baca juga: Mengembalikan kejayaan industri produk tekstil nasional
Di pasar domestik terjadi kelambatan pembelian dan omzet pedagang. Sementara itu, kinerja ekspor TPT juga tercatat mengalami penurunan.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Produk Ekspor (PPE) Kemendag Olvy Andrianita memaparkan berbagai hambatan industri TPT Indonesia yang teridentifikasi, yaitu hampir 70 persen bahan baku masih impor, daya saing harga rendah, dan daerah produksi yang masih terpusat di pulau Jawa.
Selain itu, belum optimalnya diversifikasi produk, mesin produksi yang sudah tua, serta kurangnya branding bagi produk TPT Indonesia.
“Di tengah berbagai hambatan, produk TPT Indonesia juga memiliki kekuatan dan peluang. Kualitas dan eksklusivitas produk TPT asal Indonesia telah diakui banyak negara. Sedangkan, peluang ekspor yang terbuka lebar saat ini ialah alat pelindung diri (APD) dan alat kesehatan yang terbuat dari tekstil,” jelas Olvy.
Selain itu, lanjut Olvy, tekstil Indonesia juga memiliki keunggulan secara ekslusivitas seperti batik dan tenun yang terbuat dari serat alam (jerami dan alang-alang), sutra kepompong ulat daun kedondong dan pewarna alam (indigo).
Baca juga: Perusahaan rintisan siap kawal industri TPT
Secara kualitas, juga telah diakui dunia, terutama pakaian militer, tekstil untuk bahan industri seperti jok pesawat dan kereta api, furnitur, bioskop, dan tenda, serta tekstil dengan kualitas premium untuk pakaian dalam wanita.
Menurut Olvy, saat ini juga terjadi peningkatan permintaan serat organik dan pakaian muslim yang harus dilihat sebagi peluang. Selain itu, kebijakan pemerintah melalui program “Making Indonesia 4.0” juga harus dimanfaatkan.
Program ini termasuk memberikan dukungan pada peningkatan inovasi riset dan pengembangan (R & D), penguasaan mesin/peralatan modern, peningkatan desain dan mutu produk, peningkatan keahlian tenaga kerja (vokasi), serta pemenuhan sertifikasi dan standar produk TPT Indonesia.
Namun demikian, pengetatan operasional kegiatan tetap harus diterapkan, khususnya pada sektor produksi, yang mengedepankan protokol kesehatan selama masa pandemi COVID-19.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: