Bangalore (ANTARA) - Perusahaan bio-farmasi asal Amerika Serikat, Gilead Sciences Inc pada Senin (22/6) berencana memproduksi obat anti-virus remdesivir untuk lebih dari dua juta pasien COVID-19.

Target itu dua kali lipat lebih banyak dari rencana sebelumnya, stok remdesivir untuk satu juta pasien COVID-19.

Perusahaan juga berharap dapat memulai uji coba jenis remdesivir yang lebih mudah dikonsumsi pada Agustus. Gilead tengah mengembangkan remdesivir yang dapat dihirup. Sejauh ini, remdesivir hanya dapat disuntikkan lewat pembuluh darah vena.

Remdesivir merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengurangi gejala sakit pasien COVID-19. Obat itu dapat mengurangi waktu opname pasien saat masa uji klinis atau uji coba ke manusia.

Remdesivir telah mendapatkan izin untuk penggunaan darurat di AS dan persetujuan penuh di Jepang.

Namun, upaya memproduksi dan menyediakan miliaran dosis obat masih cukup sulit dilakukan, mengingat virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), penyebab COVID-19 telah menjangkit lebih dari sembilan juta jiwa di seluruh dunia. Penyakit menular itu juga mengancam sistem layanan kesehatan banyak negara.

"Kamu akan terus berkolaborasi (dengan lembaga lain) di tingkat dunia untuk memastikan kecukupan persediaan obat," kata Direktur Pelaksana (CEO) Gilead, Daniel O' Day lewat pernyataan tertulis. Ia menambahkan perusahaan telah menyumbangkan remdesivir sepanjang Juni.

Sementara itu, perusahaan farmasi asal India, Hetero Labs dan Cipla Ltd, pada Minggu (21/6), mendapat izin untuk menjual obat generik remdesivir di negara tersebut. Hetero berharap obat itu dapat dijual dengan harga 5.000 rupee sampai 6.000 rupee (sekitar Rp936.000 - Rp1.120.000) per 100 miligram.

Gilead pada Senin mengatakan pihaknya telah membangun kerja sama dengan sembilan produsen obat generik. Harga remdesivir di pasaran AS belum ditetapkan otoritas terkait.

Target Gilead memproduksi dua juta dosis remdesivir menunjukkan nilai penjualan pada periode 2020 sampai 2021 mencapai 2-3 miliar dolar AS (sekitar Rp2,84 triliun - Rp4,25 triliun), apabila obat itu dijual dengan harga 1.000 dolar AS -2.000 dolar AS (sekitar Rp14 juta - Rp28 juta) per dosisnya, demikian analisis dari seorang pengamat, Michael Yee.

Remdesivir via hirup nantinya dapat dikonsumsi pasien via nebuliser, alat bantu konsumsi obat via saluran pernapasan. Penggunaan nebuliser memungkinkan pasien mengonsumsi remdesivir secara mandiri tanpa bantuan rumah sakit.

Gilead juga mengumumkan rencana baru untuk mengembangkan remdesivir, termasuk di antaranya penelitian terkait pengaruh obat kepada ibu hamil. Objek lain yang akan dipelajari Gilead, antara lain, prosedur pemberian obat di panti jompo dan klinik.

Sumber: Reuters
Baca juga: Gilead: Remdesivir sembuhkan pasien COVID-19 bila diberikan lebih awal
Baca juga: Gilead gandeng mitra internasional genjot produksi obat remdesivir
Baca juga: Cara kerja remdesivir pada pasien corona