Jakarta (ANTARA News) - Amerika Serikat (AS) seharusnya saat ini memunculkan persepsi baru tentang Indonesia karena meski telah tumbuh kesadaran tentang Indonesia di negara itu, masih ada salah persepsi di kedua pihak.

Kesalahan persepsi itu, mungkin lebih tinggi berada di pihak AS. Padahal jika persepsi baru AS tentang Indonesia itu muncul dapat dipastikan hubungan antara kedua negara di segala bidang akan makin meningkat.

Argumentasi seperti itu dilontarkan Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu ketika membuka "Indonesia Forum" di School of Advanced International Studies (SAIS), The John Hopkins University (JHU), di Washington, Rabu (30/9) waktu setempat.

Dalam forum dengan tema "Indonesia Update: What The Next Agenda?" itu tampil sebagai pembicara Staf Ahli Menteri Keuangan Chatib Basri, Direktur Utama (Dirut) Pertamina Karen Agustiawan, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan dan James Castle dari Castle Asia dengan moderator Prof Karl Jackson dari JHU.

Indonesia Forum merupakan bagian dari Festival Indonesia yang diselenggarakan di Washington DC dan Los Angeles. Festival Indonesia merupakan serangkaian kegiatan menyusul kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam KTT G-20 di Pittsburg dan di Boston.

Dalam festival tersebut, ditampilkan subsektor ekonomi kreatif yang berkembang di Indonesia seperti batik, perhiasan, fotografi, pertunjukan seni dan masakan Indonesia. Juga diputar sejumlah film terbaik Indonesia seperti Laskar Pelangi, Naga Bonar Jadi 2, Garuda di Dadaku, Denias, dan Pintu Terlarang.

"Tujuan forum itu hari ini adalah untuk menginformasikan dan membagi kepada anda apa yang sedang terjadi di Indonesia sehingga kita dapat menyelesaikan kesalahan persepsi tentang Indonesia dan yang sangat penting memunculkan persepsi baru tentang Indonesia serta hubungan AS-Indonesia," kata Mendag.

Mari mengatakan, pihaknya mencatat hasil jejak pendapat Pew Poll on Global Attitudes baru-baru ini yang menyebutkan bahwa keprihatinan warga AS tentang ekstrimisme di Indonesia meningkat pada periode 2006-2009 dari 43 persen menjadi 61 persen, dan menjadi tertinggi ketiga setelah Pakistan dan Lebanon pada 79 persen.

Sementara perspektif tentang AS di warga Indonesia, menurut hasil jejak pendapat itu, makin membaik yakni pandangan warga Indonesia terhadap AS meningkat dari 15 persen pada 2005 menjadi 37 persen pada 2008 dan 63 persen pada 2009.

Perspektif tentang tindakan anti-terorisme AS naik dari 20-30 persen pada 2003-2007 menjadi 59 persen pada 2009, keyakinan terhadap faktor Presiden AS Barack Obama-Indonesia melonjak dari 23 persen pada 2008 menjadi 71 persen pada 2009, serta opini tentang warga Amerika meningkat dari 42-45 persen pada 2006-2008 menjadi 54 persen pada 2009.

"Saya harapkan dalam forum ini kita dapat memperkenalkan perspektif baru mengenai Indonesia dan yang lebih penting membentuk landasan untuk keterikatan para pemangku kepentingan untuk jangka panjang," kata Mendag.

"Pesan utama saya adalah sungguh-sungguh tentang membangun perspektif baru mengenai Indonesia di segala bidang serta hubungan AS-Indonesia," katanya menambahkan.

Menurut Mendag, ada sejumlah perspektif baru yang diharapkan muncul di AS terhadap Indonesia. Perspektif pertama, katanya, dalam bidang ekonomi, bisnis dan iklim usaha yang mungkin menjadi kabar baik untuk diketahui di mana Indonesia dipuji sebagai salah satu dari sedikit negara yang dapat mengatasi krisis.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun lalu masih 6,1 persen dan tahun ini diperkirakan akan tetap tumbuh sekitar 4,5 persen, tertinggi ketiga setelah China dan India.

Pertumbuhan itu bukan hanya sekadar keberuntungan, tapi disebabkan oleh kombinasi antara respons dini yang benar pada awal krisis dan fundamental yang baik yang dibangun melalui reformasi, khususnya pada lima tahun terakhir, di bidang keuangan, perekonomian secara keseluruhan, peraturan, birokrasi dan kelembagaan, serta stabilitas ekonomi makro seperti kebijakan pengaturan fiskal dan utang yang rendah.

"Kita perlu optimistis bahwa kita dapat meningkatkan potensi dan menyelesaikan hambatan, seperti meningkatnya proteksionisme. Kami juga berharap investor dan pebisnis AS akan mengkaji Indonesia baru dan melihat peluang yang sangat besar ada di sana, dan bergabung bersama kami dalam perjalanan transformasi ini dan Indonesia baru," kata Mari.

Indonesia juga telah menjadi negara yang perekonomiannya sedang tumbuh, yang mendapatkan kursi di G-20.

Indonesia dan AS lebih dari mitra dalam tatanan baru perekonomian kawasan dan global.

Selain itu, Indonesia dan dan AS dapat bekerja sama dan menjadi mitra dalam organisasi kawasan berkembang seperti APEC. Kesepakatan terbaru antara AS dengan Asean juga akan menjadi landasan lain bagi hubungan AS dan Indonesia sehubungan Indonesia merupakan Negara terbesar di Asean.

Sedangkan perspektif kedua, menurut Mari, adalah bahwa Indonesia telah dan akan melanjutkan demokrasi yang sedang berkembang dengan baik.

Pada 2004, Presiden SBY dipilih langsung oleh 60 persen suara pemilih, dan juga pada pemilihan presiden 2009.

Selain itu sejak 2004, seluruh pejabat daerah dari gubernur hingga kepala daerah juga telah dipilih secara langsung dan pada 2009 calon anggota legislatif juga dipilih berdasarkan suara pemilih terbanyak, bukan dipilih oleh partai.

Sementara perspektif yang ketiga adalah keinginan dan tekad Indonesia yang kuat untuk membasmi terorisme dan ektrimisme yang dilaksanakan secara intensif dan telah menunjukkan hasil.

"Seperti yang sering dikatakan presiden kami, terorisme bukan Islam, terorisme adalah terorisme yang bertentangan dengan kemanusiaan dan itu harus dipahami dan dibasmi, karena itu kita juga harus menyelesaikan akar penyebabnya, apakah itu kemiskinan atau pengabaian," kata Mari.

Sementara itu, dalam pidatonya pada makan siang bersama USINDO di Four Seasons Hotel, Mendag Mari Pangestu mengajak untuk bergerak dari fokus tunggal tentang perang dan isu hak asasi manusia (HAM) ke masalah yang lebih luas.

"Kita perlu membangun hubungan yang lebih solid dalam membangun hubungan bilateral, dan juga bersatu di mana kita menjadi mitra dalam menghadapi tantangan global berdasarkan kemitraan dan kepentingan umum yang sama," katanya.

Mendag menambahkan, kemitraan tidak hanya mengenai penguatan dan perluasan hubungan bilateral Indonesia-AS, tapi juga didorong oleh keperluan untuk menyelesaikan masalah-masalah global. (*)