LPS: Bank kecil rentan alami risiko likuiditas
23 Juni 2020 12:48 WIB
Tangkapan layar Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono dalam webinar efektivitas stimulus fiskal di Jakarta, Selasa (23/6/2020). (ANTARA/Dewa Wiguna)
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebut industri perbankan di Indonesia memiliki bantalan yang cukup dalam menghadapi gejolak akibat COVID-19 namun secara individual khususnya bank kecil, rentan mengalami risiko terkait daya tahan likuiditas jangka panjang.
“Kita harus mewaspadai adanya risiko segmentasi likuiditas yang mulai menunjukkan tendensi peningkatan,” kata Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono dalam webinar efektivitas stimulus fiskal di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, segmentasi likuiditas ini berpotensi timbul antara lain bersumber dari risiko penurunan dana pihak ketiga (DPK) dan penurunan arus kas atau cash inflow di tingkat individual bank.
Dia menjelaskan peningkatan risiko itu dipicu pemburukan kualitas kredit dan likuiditas yang dapat meluas dan mempengaruhi sisi pendanaan, pendapatan dan biaya.
Di satu sisi, lanjut dia, rendahnya pertumbuhan kredit akan mempengaruhi pendapatan bunga dan di sisi lain, meningkatnya risiko kredit, akan meningkatkan kewajiban pencadangan bank.
“Secara individual, dampak kondisi pemburukan ekonomi bervariasi dan berbeda tergantung daya tahan masing-masing bank,” katanya.
Didik mencermati aspek kualitas kredit perlu menjadi perhatian ke depan sebagai kerentanan lain yang dapat memburuk dengan cepat jika pandemi virus corona ini berkepanjangan atau proses pemulihan berjalan lambat.
“Indikasi tersebut terlihat dari adanya kecenderungan kenaikan rasio credit at risk,” katanya.
Sementara itu, Direktur Grup Riset LPS Iman Gunadi menjelaskan rasio credit at risk perbankan pada April 2020 mencapai 14,8 persen atau naik dibandingkan posisi Maret 2020 mencapai 11,4 persen.
Rasio credit at risk ini merupakan gabungan kredit bermasalah (NPL), kredit dengan kolektabilitas 2 dan restrukturisasi kredit sehingga dianggap kredit lancar atau kolektabilitas 1
“Ini didorong oleh peningkatan credit at risk di bank-bank besar dibandingkan Maret, pada April 2020 meningkat cukup tajam 16,36 persen” katanya.
Sedangkan dalam jangka pendek, kondisi likuiditas perbankan masih relatif stabil dan sehat meski ada tendensi penurunan kinerja.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2020 mencatat rasio modal perbankan mencapai 22,03 persen, rasio kinerja keuangan 2,31 persen, rasio beban operasional terhadap pendapatan (BOPO) mencapai 84,84 persen dan NPL 2,89 persen.
“Bank kecil ini rentan dalam kondisi seperti ini di mana dari sisi permodalan tidak cukup besar, risiko DPK terpusat di beberapa deposan saja, risiko kreditnya juga meningkat,” katanya.
Baca juga: Banggar minta LPS lebih aktif dalam antisipasi bank gagal
Baca juga: Jaga likuiditas perbankan stabil, LPS turunkan bunga penjaminan
“Kita harus mewaspadai adanya risiko segmentasi likuiditas yang mulai menunjukkan tendensi peningkatan,” kata Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono dalam webinar efektivitas stimulus fiskal di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, segmentasi likuiditas ini berpotensi timbul antara lain bersumber dari risiko penurunan dana pihak ketiga (DPK) dan penurunan arus kas atau cash inflow di tingkat individual bank.
Dia menjelaskan peningkatan risiko itu dipicu pemburukan kualitas kredit dan likuiditas yang dapat meluas dan mempengaruhi sisi pendanaan, pendapatan dan biaya.
Di satu sisi, lanjut dia, rendahnya pertumbuhan kredit akan mempengaruhi pendapatan bunga dan di sisi lain, meningkatnya risiko kredit, akan meningkatkan kewajiban pencadangan bank.
“Secara individual, dampak kondisi pemburukan ekonomi bervariasi dan berbeda tergantung daya tahan masing-masing bank,” katanya.
Didik mencermati aspek kualitas kredit perlu menjadi perhatian ke depan sebagai kerentanan lain yang dapat memburuk dengan cepat jika pandemi virus corona ini berkepanjangan atau proses pemulihan berjalan lambat.
“Indikasi tersebut terlihat dari adanya kecenderungan kenaikan rasio credit at risk,” katanya.
Sementara itu, Direktur Grup Riset LPS Iman Gunadi menjelaskan rasio credit at risk perbankan pada April 2020 mencapai 14,8 persen atau naik dibandingkan posisi Maret 2020 mencapai 11,4 persen.
Rasio credit at risk ini merupakan gabungan kredit bermasalah (NPL), kredit dengan kolektabilitas 2 dan restrukturisasi kredit sehingga dianggap kredit lancar atau kolektabilitas 1
“Ini didorong oleh peningkatan credit at risk di bank-bank besar dibandingkan Maret, pada April 2020 meningkat cukup tajam 16,36 persen” katanya.
Sedangkan dalam jangka pendek, kondisi likuiditas perbankan masih relatif stabil dan sehat meski ada tendensi penurunan kinerja.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2020 mencatat rasio modal perbankan mencapai 22,03 persen, rasio kinerja keuangan 2,31 persen, rasio beban operasional terhadap pendapatan (BOPO) mencapai 84,84 persen dan NPL 2,89 persen.
“Bank kecil ini rentan dalam kondisi seperti ini di mana dari sisi permodalan tidak cukup besar, risiko DPK terpusat di beberapa deposan saja, risiko kreditnya juga meningkat,” katanya.
Baca juga: Banggar minta LPS lebih aktif dalam antisipasi bank gagal
Baca juga: Jaga likuiditas perbankan stabil, LPS turunkan bunga penjaminan
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020
Tags: