Jakarta (ANTARA) - Hakim konstitusi, Arief Hidayat, menasihati RCTI dan iNews TV sebagai pemohon pengujian UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, agar mempelajari implikasi permohonan terhadap sejumlah pasal lain.

"Andai kata dikabulkan oleh majelis, ada tidak komplikasinya dengan pasal-pasal yang lain dalam UU penyiaran? Sudah dipelajari?" kata dia, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.

Konsekuensi permohonan agar mengubah pasal 1 angka 2 UU Nomor 32/2002 dia katakan dapat pula mengubah pasal lain seperti yang diubah dalam pasal 1 angka 2.

Baca juga: KPI: Revisi UU Penyiaran penting kuatkan fungsi pengawasan

Akibatnya pasal yang diujikan tidak hanya pasal 2 angka 1 saja, melainkan juga pasal-pasal yang berkaitan dengan perubahan pasal 1 angka 2 karena pengertiannya sudah berubah.

"'Pasal jantung' diujikan berarti secara teoritik ada konsekuensi dengan pasal-pasal di belakangnya karena ini pasal pengertian atau pasal definisi," kata Hidayat.

Selain implikasi, ia meminta kuasa hukum pemohon agar menambahkan teori hukum terkait perkembangan teknologi yang memerlukan perkembangan hukum untuk meyakinkan majelis hakim.

Baca juga: Revisi UU Penyiaran dinilai perlu komprehensif

Teori hukum itu untuk menguatkan dalil undang-undang itu ternyata tidak bisa memenuhi perkembangan zaman dengan hadirnya penyedia layanan siaran berbasis internet yang kontennya tidak dapat diawasi.

Ada pun RCTI dan iNews TV --keduanya Grup MNC-- menyebut pengaturan penyiaran berbasis internet dalam pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32/2005 tentang Penyiaran ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum.

Pemohon yang meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32/2005 Penyiaran itu selanjutnya diberi waktu hingga dua pekan untuk memperbaiki permohonan.

Baca juga: UU Penyiaran digugat RCTI ke MK sebab tak atur Netflix dan Youtube