Bappenas: Daya beli masyarakat hilang Rp362 triliun akibat COVID-19
22 Juni 2020 13:42 WIB
Ilustrasi - Pedagang menunggu pembeli di toko miliknya di pusat kain dan busana muslim Ilir Barat Permai, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (1/5/2020). Sejumlah pedagang busana muslim setempat mengaku adanya penurunan omzet sekitar hampir 90 persen karena dampak pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Feny Selly/wsj/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyebutkan daya beli masyarakat hilang Rp362 triliun selama periode 30 Maret hingga 6 Juni akibat pandemi COVID-19.
Suharso mengatakan hal itu dipicu oleh hilangnya jam kerja selama 10 minggu pada sektor-sektor yang menjadi penggerak perekonomian mulai dari industri manufaktur, pariwisata, hingga investasi.
“Pandemi ini mengakibatkan dari 30 Maret sampai 6 Juni 2020 atau sekitar 10 minggu hilangnya jam kerja yang luar biasa. Ini menghilangkan daya beli sekitar Rp362 triliun,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Baca juga: Bappenas: Daya beli pekerja manufaktur berpotensi hilang Rp40 triliun
Suharso menuturkan hilangnya jam kerja menyebabkan pendapatan masyarakat berkurang sehingga daya beli pun tertekan dan UMKM tidak mendapat pemasukan.
Tak hanya itu ia mengatakan utilitas industri manufaktur yang turun hingga 30 persen selama 10 minggu mewabahnya COVID-19 juga menyebabkan banyak pekerja dirumahkan.
“Ini yang menjelaskan kenapa tidak ada pembeli sehingga UMKM mendapatkan penghasilan yang turun drastis dan menyebabkan utilitas manufaktur turun sampai 30 persen,” katanya.
Suharso menyatakan langkah pemerintah dalam menyiapkan anggaran sebesar Rp203,9 triliun untuk social safety net merupakan upaya agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
Baca juga: Khawatir krisis susulan, Ibas: Jaga daya beli masyarakat
Di sisi lain, ia tak menyangkal bahwa dalam menyalurkan bantuan sosial ke daerah masih banyak terjadi ketidakcocokan data dan bahkan hanya 30 persen sampai 40 persen yang tepat sasaran.
“Bersama Menteri Sosial dan Kepala Daerah, kami mendiskusikan bahwa memang ada data yang missing. Ibu Menkeu juga mengatakan dari hasil survei hanya 30 persen sampai 40 persen yang tepat sasaran,” jelasnya.
Oleh sebab itu pemerintah akan fokus untuk melakukan reformasi baik sistem kesehatan nasional, perlindungan sosial, ketahanan bencana, maupun pemulihan ekonomi.
“Maka tema, fokus, dan strategi prioritas nasional 2021 itu adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan reformasi sosial,” ujarnya.
Baca juga: Peneliti : Pemerintah perlu fokus perbaiki tingkat konsumsi masyarakat
Baca juga: Presiden berharap bantuan sosial pemerintah tingkatkan daya beli warga
Suharso mengatakan hal itu dipicu oleh hilangnya jam kerja selama 10 minggu pada sektor-sektor yang menjadi penggerak perekonomian mulai dari industri manufaktur, pariwisata, hingga investasi.
“Pandemi ini mengakibatkan dari 30 Maret sampai 6 Juni 2020 atau sekitar 10 minggu hilangnya jam kerja yang luar biasa. Ini menghilangkan daya beli sekitar Rp362 triliun,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.
Baca juga: Bappenas: Daya beli pekerja manufaktur berpotensi hilang Rp40 triliun
Suharso menuturkan hilangnya jam kerja menyebabkan pendapatan masyarakat berkurang sehingga daya beli pun tertekan dan UMKM tidak mendapat pemasukan.
Tak hanya itu ia mengatakan utilitas industri manufaktur yang turun hingga 30 persen selama 10 minggu mewabahnya COVID-19 juga menyebabkan banyak pekerja dirumahkan.
“Ini yang menjelaskan kenapa tidak ada pembeli sehingga UMKM mendapatkan penghasilan yang turun drastis dan menyebabkan utilitas manufaktur turun sampai 30 persen,” katanya.
Suharso menyatakan langkah pemerintah dalam menyiapkan anggaran sebesar Rp203,9 triliun untuk social safety net merupakan upaya agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
Baca juga: Khawatir krisis susulan, Ibas: Jaga daya beli masyarakat
Di sisi lain, ia tak menyangkal bahwa dalam menyalurkan bantuan sosial ke daerah masih banyak terjadi ketidakcocokan data dan bahkan hanya 30 persen sampai 40 persen yang tepat sasaran.
“Bersama Menteri Sosial dan Kepala Daerah, kami mendiskusikan bahwa memang ada data yang missing. Ibu Menkeu juga mengatakan dari hasil survei hanya 30 persen sampai 40 persen yang tepat sasaran,” jelasnya.
Oleh sebab itu pemerintah akan fokus untuk melakukan reformasi baik sistem kesehatan nasional, perlindungan sosial, ketahanan bencana, maupun pemulihan ekonomi.
“Maka tema, fokus, dan strategi prioritas nasional 2021 itu adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan reformasi sosial,” ujarnya.
Baca juga: Peneliti : Pemerintah perlu fokus perbaiki tingkat konsumsi masyarakat
Baca juga: Presiden berharap bantuan sosial pemerintah tingkatkan daya beli warga
Penerjemah: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: