Ketegangan meningkat setelah Korea Utara meledakkan kantor penghubung bersama dan mengancam tindakan militer atas kelakuan para pembelot di Korea Selatan yang mengirim selebaran anti-Korea Utara melintasi perbatasan.
Ketika media pemerintah melaporkan bahwa Korea Utara yang marah bersiap-siap melancarkan pengiriman selebaran dengan "skala besar", Kementerian Unifikasi Seoul, yang menangani urusan lintas perbatasan, pada Sabtu (20/6) mendesak Korut untuk membatalkan rencana itu karena dianggap bisa melanggar perjanjian perdamaian.
Departemen Front Bersatu partai berkuasa di Korea Utara, yang bertanggung jawab atas urusan antar-Korea, menolak seruan kementerian Korsel tersebut dengan menyebutnya sebagai "omong kosong yang tidak masuk akal."
"Mengingat kesalahan mereka sendiri, berani-beraninya mereka mengucapkan kata-kata seperti penyesalan dan pelanggaran?" juru bicara departemen mengatakan dalam sebuah pernyataan, yang dilaporkan oleh kantor berita Korea Utara, KCNA.
Kedua Korea, yang secara teknis masih berperang ketika konflik mereka selama 1950-1953 berakhir tanpa perjanjian damai, telah melakukan gerakan pengiriman selebaran selama beberapa dekade tetapi dalam perjanjian perdamaian 2018 sepakat untuk menghentikan "semua tindakan bermusuhan".
Beberapa kelompok yang dipimpin pembelot secara teratur mengirimkan kembali selebaran, bersama dengan makanan, uang kertas 1 dolar AS, radio mini dan stik USB, yang berisi tayangan drama dan berita Korea Selatan. Barang-barang itu biasanya dengan balon atau dalam botol di sungai melewati perbatasan.
Salah satu kelompok membatalkan rencana untuk mengapungkan ratusan botol plastik yang diisi dengan beras, obat-obatan dan masker ke laut dekat perbatasan pada Minggu.
Pyongyang juga menggunakan balon dan drone untuk menerbangkan selebaran anti-Korea Selatan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Korut ledakkan kantor penghubung di sisi perbatasannya dengan Selatan
Baca juga: Para pembelot siapkan paket ke Korea Utara, meski ketegangan meningkat
Baca juga: Ketegangan dua Korea berlanjut dengan penolakan utusan khusus