Gugus Tugas: Tidak semua kerumunan jadi sasaran tes cepat COVID-19
20 Juni 2020 18:16 WIB
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Dokter Reisa Broto Asmoro di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (20/6/2020). ANTARA/Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional/pri.
Jakarta (ANTARA) - Tim Komunikasi Publik Gugas Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro mengatakan tes cepat COVID-19 tidak harus menyasar di semua kerumunan yang terjadi.
"Ini hanya dilakukan apabila memang diperlukan," kata Reisa dalam konferensi pers virtual yang diselenggarakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Dokter Reisa ingatkan dexamethasone tak dapat cegah infeksi COVID-19
Reisa menuturkan apabila suatu lokasi diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif COVID-19 maka tes cepat masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi.
Sedangkan tes cepat secara massal sering dilakukan di beberapa tempat keramaian seperti pabrik, pasar dan kantor dengan tujuan menapis atau skrining.
Tes cepat bertujuan untuk meminimalkan jika ada orang yang membawa virus tapi tidak sakit dan kemudian bepergian secara bebas.
Baca juga: Ada dokter Reisa, Achmad Yurianto terbantu edukasi kebiasaan baru
Orang tanpa gejala itu tentu akan membahayakan anggota masyarakat lain terutama kelompok rentan seperti orang tua atau lansia dan mereka yang memiliki penyakit penyerta.
"Tes cepat membantu kita menemukan orang yang harus dirawat agar segera sembuh dan tidak malah menimbulkan komplikasi dan membantu mengetahui jumlah orang yang membawa virus tapi tetap sehat," tuturnya.
Tes cepat juga penting dilakukan untuk menekan biaya sistem kesehatan, karena orang yang hasil tes cepatnya menunjukkan reaktif COVID-19 yang akan lanjut ke pemeriksaan laboratorium menggunakan metode "polymerase chain reaction" (PCR).
Baca juga: Dokter Reisa ingatkan olahraga di luar jangan bawa pulang penyakit
Meskipun saat ini, ada lebih dari 200 laboratorium yang siap melakukan uji PCR, tapi itu tetap terbatas jika harus melakukan semua tes karena jumlah masyarakat Indonesia yang begitu banyak yakni sekitar 270 juta jiwa penduduk.
"Meski sudah banyak mesin PCR kita tetap terbatas, jadi tidak mungkin dan tidak direkomendasikan seluruh penduduk di Indonesia ini dilakukan uji usap dengan mesin PCR," tutur Reisa.
Hasil tes cepat juga berguna untuk mengetahui prevalensi yang menjadi basis data epidemiologi terkait seberapa banyak orang di Indonesia yang telah dan sedang terkena COVID-19.
Baca juga: Reisa Broto Asmoro: COVID-19 benar-benar ada di Indonesia
"Ini hanya dilakukan apabila memang diperlukan," kata Reisa dalam konferensi pers virtual yang diselenggarakan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Dokter Reisa ingatkan dexamethasone tak dapat cegah infeksi COVID-19
Reisa menuturkan apabila suatu lokasi diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif COVID-19 maka tes cepat masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi.
Sedangkan tes cepat secara massal sering dilakukan di beberapa tempat keramaian seperti pabrik, pasar dan kantor dengan tujuan menapis atau skrining.
Tes cepat bertujuan untuk meminimalkan jika ada orang yang membawa virus tapi tidak sakit dan kemudian bepergian secara bebas.
Baca juga: Ada dokter Reisa, Achmad Yurianto terbantu edukasi kebiasaan baru
Orang tanpa gejala itu tentu akan membahayakan anggota masyarakat lain terutama kelompok rentan seperti orang tua atau lansia dan mereka yang memiliki penyakit penyerta.
"Tes cepat membantu kita menemukan orang yang harus dirawat agar segera sembuh dan tidak malah menimbulkan komplikasi dan membantu mengetahui jumlah orang yang membawa virus tapi tetap sehat," tuturnya.
Tes cepat juga penting dilakukan untuk menekan biaya sistem kesehatan, karena orang yang hasil tes cepatnya menunjukkan reaktif COVID-19 yang akan lanjut ke pemeriksaan laboratorium menggunakan metode "polymerase chain reaction" (PCR).
Baca juga: Dokter Reisa ingatkan olahraga di luar jangan bawa pulang penyakit
Meskipun saat ini, ada lebih dari 200 laboratorium yang siap melakukan uji PCR, tapi itu tetap terbatas jika harus melakukan semua tes karena jumlah masyarakat Indonesia yang begitu banyak yakni sekitar 270 juta jiwa penduduk.
"Meski sudah banyak mesin PCR kita tetap terbatas, jadi tidak mungkin dan tidak direkomendasikan seluruh penduduk di Indonesia ini dilakukan uji usap dengan mesin PCR," tutur Reisa.
Hasil tes cepat juga berguna untuk mengetahui prevalensi yang menjadi basis data epidemiologi terkait seberapa banyak orang di Indonesia yang telah dan sedang terkena COVID-19.
Baca juga: Reisa Broto Asmoro: COVID-19 benar-benar ada di Indonesia
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020
Tags: