Kemenkeu: Penerima insentif usaha akibat COVID-19 baru 6,8 persen
19 Juni 2020 18:40 WIB
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu dalam webinar kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal di Jakarta, Rabu (17/6/2020). ANTARA/Dewa Wiguna.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menyebutkan bahwa penerima insentif usaha akibat pandemi COVID-19 baru 6,8 persen dari total biaya yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp120,61 triliun.
“Insentif usaha baru 6,8 persen. Ini kita juga harus pantau. Jumlah penerima insentif masih belum optimal,” kata Febrio saat menghadiri web seminar Apindo Members Gathering bertajuk Peran Kebijakan Akselerasi Produk Inovasi di Era New Normal, Jumat.
Menurut Febrio, Wajib Pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif pajak tidak mengajukan permohonan. Selain itu, dibutuhkan sosialisasi yang lebih masif dan melibatkan pemangku kepentingan terkait.
Untuk itu, Febrio mengatakan bahwa pemerintah akan melihat mana program yang berjalan dan tidak, sehingga dapat segera mengambil kebijakan baru agar program yang dicanangkan betul-betul tepat sasaran.
“Memang ini masih baru. Tapi, kita akan lihat mana yang berjalan mana yang tidak. Pemerintah harus melihat apabila programnya tidak berjalan, maka pemerintah harus mencari program lain yang benar-benar bisa berdampak bagi pengusaha,” ungkap Febrio.
Ia memaparkan pemerintah menggelontorkan Rp695,20 triliun untuk biaya penanganan COVID-19. Biaya tersebut dibagi untuk enam sektor, yakni kesehatan Rp87,55 triliun; perlindungan sosial Rp203,90 triliun; insentif usaha Rp120,61 triliun; UMKM Rp123,46 triliun; pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun; dan sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Rp106,11 triliun.
Kemudian, terdapat biaya rogram Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yaitu biaya penanganan COVID-19 tanpa memasukkan biaya kesehatan yakni sebesar Rp607,65 triliun yang terbagi untuk biaya pemulihan dari sisi permintaan sebesar Rp205,20 triliun dan sisi pasokan sebesar Rp402,45 triliun.
Dari sisi permintaan, pemulihan dilakukan melalui program yang berkaitan dengan rumah tangga yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), sembako, Bantuan Sosial (Bansos) Jabodetabek, Bansos non Jabodetabek, Pra Kerja, diskon listrik, logistik, Bantuan Langsung Tunai Dana Desa, dan insentif perumahan.
Kemudian, dari sisi pasokan biaya diberikan untuk usaha ultra mikro dan UMKM, korporasi, Penyertaan Modal Negara (PMN) dan dana talangan BUMN, pinjaman untuk pemerintah daerah, dan cadangan perluasan.
Baca juga: Kemenkeu beri 4 insentif pajak bagi pelaku usaha terdampak COVID-19
Baca juga: Pemkab Aceh Besar berikan insentif untuk pelaku usaha terdampak COVID
Baca juga: Hipmi minta pemerintah maksimalkan anggaran insentif perpajakan
“Insentif usaha baru 6,8 persen. Ini kita juga harus pantau. Jumlah penerima insentif masih belum optimal,” kata Febrio saat menghadiri web seminar Apindo Members Gathering bertajuk Peran Kebijakan Akselerasi Produk Inovasi di Era New Normal, Jumat.
Menurut Febrio, Wajib Pajak yang berhak untuk memanfaatkan insentif pajak tidak mengajukan permohonan. Selain itu, dibutuhkan sosialisasi yang lebih masif dan melibatkan pemangku kepentingan terkait.
Untuk itu, Febrio mengatakan bahwa pemerintah akan melihat mana program yang berjalan dan tidak, sehingga dapat segera mengambil kebijakan baru agar program yang dicanangkan betul-betul tepat sasaran.
“Memang ini masih baru. Tapi, kita akan lihat mana yang berjalan mana yang tidak. Pemerintah harus melihat apabila programnya tidak berjalan, maka pemerintah harus mencari program lain yang benar-benar bisa berdampak bagi pengusaha,” ungkap Febrio.
Ia memaparkan pemerintah menggelontorkan Rp695,20 triliun untuk biaya penanganan COVID-19. Biaya tersebut dibagi untuk enam sektor, yakni kesehatan Rp87,55 triliun; perlindungan sosial Rp203,90 triliun; insentif usaha Rp120,61 triliun; UMKM Rp123,46 triliun; pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun; dan sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Rp106,11 triliun.
Kemudian, terdapat biaya rogram Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yaitu biaya penanganan COVID-19 tanpa memasukkan biaya kesehatan yakni sebesar Rp607,65 triliun yang terbagi untuk biaya pemulihan dari sisi permintaan sebesar Rp205,20 triliun dan sisi pasokan sebesar Rp402,45 triliun.
Dari sisi permintaan, pemulihan dilakukan melalui program yang berkaitan dengan rumah tangga yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), sembako, Bantuan Sosial (Bansos) Jabodetabek, Bansos non Jabodetabek, Pra Kerja, diskon listrik, logistik, Bantuan Langsung Tunai Dana Desa, dan insentif perumahan.
Kemudian, dari sisi pasokan biaya diberikan untuk usaha ultra mikro dan UMKM, korporasi, Penyertaan Modal Negara (PMN) dan dana talangan BUMN, pinjaman untuk pemerintah daerah, dan cadangan perluasan.
Baca juga: Kemenkeu beri 4 insentif pajak bagi pelaku usaha terdampak COVID-19
Baca juga: Pemkab Aceh Besar berikan insentif untuk pelaku usaha terdampak COVID
Baca juga: Hipmi minta pemerintah maksimalkan anggaran insentif perpajakan
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: