Mataram (ANTARA) - Pejabat Kementerian Agama wilayah Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTT), Muhammad Firdaus, yang menjadi terdakwa korupsi proyek pembangunan Gedung Balai Nikah dan Manasik Haji KUA Kecamatan Labangka, dituntut delapan tahun penjara.

"Dengan ini menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Firdaus dengan penjara selama delapan tahun," kata jaksa penuntut umum dari Kejari Sumbawa yang diwakilkan Reza Safetsila Yusa di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Jumat.

Dalam tuntutannya yang disampaikan ke hadapan Ketua Majelis Hakim Sri Sulastri, Muhammad Firdaus turut dibebankan untuk membayar pidana denda senilai Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan.

Baca juga: Hakim Mataram alihkan status tahanan dua terdakwa korupsi balai nikah

Selain itu, Muhammad Firdaus juga dibebankan untuk mengganti kerugian negara yang nilainya sebesar Rp207 juta.

"Apabila tidak dibayar maka diganti pidana penjara selama empat tahun," ujarnya.

Tuntutan yang diberikan kepada Muhammad Firdaus ini diyakini jaksa penuntut umum telah terbukti berdasarkan isi dakwaan Pasal 2 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Bahwa terdakwa dengan sengaja bersama-sama dengan terdakwa Johan Satria, selaku kontraktor pelaksana proyek, menyalahgunakan uang negara untuk menguntungkan diri sendiri," ujarnya.

Begitu juga sebaliknya untuk tuntutan Johan Satria, terdakwa dua yang berperan sebagai Wakil Direktur CV Samawa Talindo Resources. Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum meminta Majelis Hakim agar menjatuhi hukuman delapan tahun penjara.

Baca juga: KPK panggil mantan pejabat Kemenag saksi korupsi proyek

Untuk pidana denda, Johan juga dibebankan Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Begitu juga dengan uang pengganti kerugian negara, Johan dibebankan untuk membayar Rp829,678 juta, angka yang lebih besar dibandingkan Muhammad Firdaus.

"Apabila tidak dibayar satu bulan sejak putusan dinyatakan inkrah maka harta bendanya disita untuk dilelang dan apabila terdakwa tidak punya harta benda untuk dibayarkan maka ditambah pidana selama empat tahun penjara," ucapnya.

Perbuatan yang memberatkan kedua terdakwa, dilihat dari munculnya angka kerugian negara yang nilainya mencapai Rp1,036 miliar. Angka tersebut muncul dari hasil penghitungan BPKP Perwakilan NTB dari konstruksi pekerjaan proyek gedung yang tidak sesuai dengan perencanaan.

Proyek pembangunan Balai Nikah dan Manasik Haji KUA Kecamatan Labangka, dialokasikan Kanwil Kemenag Provinsi NTB Tahun Anggaran 2018 dengan nilai Rp1,3 miliar.

Baca juga: Terjerat korupsi tunjangan guru, mantan kepala Kemenag Bima ditahan