Kupang (ANTARA News) - Kepastian pemindahan 10 ekor komodo dari Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Taman Safari Indonesia (TSI) Gianyar, Bali, untuk kepentingan pemurnian genetik biawak raksasa itu, menunggu Menteri Kehutanan (Menhut) baru pada kabinet pemerintahan SBY-Boediono.

"Kepastian apakah 10 ekor binatang purba itu, dipindahkan ke TSI di Bali untuk pemurnian genetik ataukah tetap di habitatnya yang dipolemikkan selama ini, kita tunggu Menhut baru," kata Kepala Dinas Kehutanan NTT, Yosep Diaz, di Kupang, Kamis.

Diaz mengatakan, pemindahan 10 ekor komodo itu merupakan rencana Departemen Kehutanan sebagai lembaga, bukan pemimpin orang perorangan, sehingga sekalipun pemimpinan berganti Lembaga tetap ada.

"Namun gaya kepemimpinan yang belakangan ini mentradisi, ganti orang sering diikuti dengan ganti kebijakan, sehingga bisa saja ada keputusan lain dari apa yang telah dilakukan pada kepemimpinan sebelumnya," katanya.

Menurut Diaz, apapun keputusan nanti, masyarakat diharapkan menerimanya dengan lapang dada, karena itulah yang terbaik untuk masyarakat dan makluk langkah di dunia itu.

Ia mengatakan rencana Menteri Kehutanan (Menhut), M.S Kab`an menurunkan tim, untuk menjajaki sekaligus menjaring aspirasi masyarakat NTT terhadap rencana pemindahan 10 ekor komodo ke Bali, hingga kini belum ada realisasi.

"Tim bentukan Dephut ini direncanakan mulai ke NTT pada pekan terkahir Agustus lalu, guna melakukan penjajakan serta penjaringan aspirasi dari berbagai komponen masyarakat yang ada, belum dilakukan," katanya.

Ia menegaskan, hasil penjajakan dan penjaringan aspirasi oleh tim tersebut akan menjadi masukan bagi Menhut utuk memutuskan, apakah 10 komodo dipindahkan atau tidak, namun hingga hari ini belum ada tim yang turun.

Mantan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) NTT ini mengatakan, polemik penolakan rakyat NTT akan pemindahan komodo itu telah disampaikan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, ke Menhut MS Kaban.

"Ketika menerima Gubernur NTT, Frans Lebu Raya bersama rombongan, Menhut Kab`an mengatakan, sangat menghargai aspirasi masyarakat NTT yang menolak pemindahan 10 komodo ke tempat lain, namun perlu juga dipahami maksud dan tujuan baik dari kebijakan Menteri terkait dengan pemindahan ini," kata Diaz.

"Saya tidak bermaksud mendukung rencana dan kebijakan Dephut dalam konteks pemindahan 10 komodo, tetapi mari kita mendudukkan persoalannya pada konteks yang tepat, dengan terlebih dahulu mengetahui tujuan pemindahan itu, karena tidak sekadar pemurnian genetika," katanya.

Ia menyebut hasil survei Ditjen Pelestarian Hutan dan Kelestarian Alam (PHKA) pada 1991, jumlah komodo di luar Taman Nasional Komodo (Cagar Alam Wae Wuul) sebanyak 66 ekor. Pada 2000 dilakukan survei oleh Balai KSDA NTT II bekerja sama dengan Ciofi dan De Broer, jumlah komodo yang tertangkap di CA Wae Wuul hanya 19 ekor.

"Hasil survei Balai Besar KSDA NTT dan Komodo Survival Program (KSP), pada 2008 hanya ditemukan 10 kali perjumpaan di enam titik penempatan umpan gantung dari 16 lokasi tempat pengumpanan di CA Wae Wuul. Sedangkan hasil survei antara 22 Juni -19 Juli 2009 hanya terpantau 17 ekor komodo," katanya.(*)