Kementerian PUPR masih membahas rencana stimulus bagi pengelola tol
17 Juni 2020 20:41 WIB
Sejumlah kendaraan melaju di jalan tol layang Jakarta - Cikampek (Japek) KM 47, Karawang, Jawa Barat. ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/aww.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT ) masih membahas rencana pemberian stimulus bagi Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang mengalami kondisi sulit akibat pandemi COVID-19.
"BUJT mengalami kondisi berat dalam beberapa waktu terakhir sehingga kami bersama kementerian-kementerian lain yakni Kementerian Keuangan serta Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi sedang membahas usulan dari BUJT melalui Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) untuk meminta dukungan stimulus dari pemerintah dalam berbagai bentuk," ujar perwakilan BPJT Eka Pria Anas dalam seminar daring di Jakarta, Rabu.
Eka mengatakan bahwa rencana pemberian dukungan stimulus bagi BUJT itu misalnya dapat bersifat moneter, tapi ada juga yang bersifat fiskal atau dukungan regulasi.
Baca juga: Kementerian PUPR akan meresmikan 15 jalan tol pada 2020
Dukungan yang bersifat moneter seperti penggantian dana talangan tanah yang masih menjadi stigma sangat berat bagi pembangunan jalan tol adalah penyediaan tanah.
Tidak hanya berkaitan dengan pembebasan lahan di mana harga pembebasan lahan yang tinggi, namun juga kendala berkaitan dengan permasalahan hukum turut menjadi bagian dari kendala moneter bagi BUJT.
"Intinya kami berencana memberikan stimulus baik fiskal maupun moneter, kemungkinan sebagian besar stimulus fiskal seperti relaksasi dari beberapa hal yang tercantum dalam perjanjian misalnya boleh mengurangi investasi baru yang belum mendesak seperti pembangunan simpang susun baru atau relaksasi terkait waktu financial close," kata Eka Pria Anas.
Baca juga: BPJT berharap inovasi teknologi tertibkan kendaraan bermuatan lebih
Selain itu tidak ada proyek konstruksi tol yang secara spesifik diberhentikan, namun mungkin ada sedikit perlambatan karena menyesuaikan dengan protokol kesehatan.
Sampai saat ini telah terbangun 2.000 km lebih jalan tol, dan masih ada lanjutannya. Tahun ini selain menyelesaikan proyek-proyek jalan tol yang belum selesai di periode pertama Presiden Joko Widodo yang masih dilanjutkan ditambah pembangunan ruas-ruas tol baru sehingga harus membangun 2.500 km lebih jalan tol lagi.
"Jadi di era yang disebut normal baru di mana setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB berakhir kelihatannya justru kami akan mempercepat karena harus memenuhi target-target untuk membangun lebih dari 2.000 km jalan tol lagi," kata Eka.
Baca juga: Indef: PUPR perlu beri surat rekomendasi ke BUJT agar dapat keringanan
Hal ini, lanjut dia, memang menjadi tantangan yang sangat berat karena jalan tol yang akan dibangun ini semuanya adalah jalan tol yang bersifat long traffic (tol jarak jauh).
Namun BPJT tetap mendorong hal tersebut kepada BUJT karena memang hal tersebut diarahkan kepada badan usaha dan dengan skema KPBU di mana bebannya berada di badan usaha, sementara pemerintah memberikan dukungan baik secara regulasi, konstruksi atau dukungan dalam bentuk lainnya
"BUJT mengalami kondisi berat dalam beberapa waktu terakhir sehingga kami bersama kementerian-kementerian lain yakni Kementerian Keuangan serta Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi sedang membahas usulan dari BUJT melalui Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) untuk meminta dukungan stimulus dari pemerintah dalam berbagai bentuk," ujar perwakilan BPJT Eka Pria Anas dalam seminar daring di Jakarta, Rabu.
Eka mengatakan bahwa rencana pemberian dukungan stimulus bagi BUJT itu misalnya dapat bersifat moneter, tapi ada juga yang bersifat fiskal atau dukungan regulasi.
Baca juga: Kementerian PUPR akan meresmikan 15 jalan tol pada 2020
Dukungan yang bersifat moneter seperti penggantian dana talangan tanah yang masih menjadi stigma sangat berat bagi pembangunan jalan tol adalah penyediaan tanah.
Tidak hanya berkaitan dengan pembebasan lahan di mana harga pembebasan lahan yang tinggi, namun juga kendala berkaitan dengan permasalahan hukum turut menjadi bagian dari kendala moneter bagi BUJT.
"Intinya kami berencana memberikan stimulus baik fiskal maupun moneter, kemungkinan sebagian besar stimulus fiskal seperti relaksasi dari beberapa hal yang tercantum dalam perjanjian misalnya boleh mengurangi investasi baru yang belum mendesak seperti pembangunan simpang susun baru atau relaksasi terkait waktu financial close," kata Eka Pria Anas.
Baca juga: BPJT berharap inovasi teknologi tertibkan kendaraan bermuatan lebih
Selain itu tidak ada proyek konstruksi tol yang secara spesifik diberhentikan, namun mungkin ada sedikit perlambatan karena menyesuaikan dengan protokol kesehatan.
Sampai saat ini telah terbangun 2.000 km lebih jalan tol, dan masih ada lanjutannya. Tahun ini selain menyelesaikan proyek-proyek jalan tol yang belum selesai di periode pertama Presiden Joko Widodo yang masih dilanjutkan ditambah pembangunan ruas-ruas tol baru sehingga harus membangun 2.500 km lebih jalan tol lagi.
"Jadi di era yang disebut normal baru di mana setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB berakhir kelihatannya justru kami akan mempercepat karena harus memenuhi target-target untuk membangun lebih dari 2.000 km jalan tol lagi," kata Eka.
Baca juga: Indef: PUPR perlu beri surat rekomendasi ke BUJT agar dapat keringanan
Hal ini, lanjut dia, memang menjadi tantangan yang sangat berat karena jalan tol yang akan dibangun ini semuanya adalah jalan tol yang bersifat long traffic (tol jarak jauh).
Namun BPJT tetap mendorong hal tersebut kepada BUJT karena memang hal tersebut diarahkan kepada badan usaha dan dengan skema KPBU di mana bebannya berada di badan usaha, sementara pemerintah memberikan dukungan baik secara regulasi, konstruksi atau dukungan dalam bentuk lainnya
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020
Tags: