Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, memanggil tiga petinggi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran di PTDI pada tahun 2007—2017.

Tiga saksi dijadwalkan diperiksa untuk tersangka mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ).

"Penyidik hari ini menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi untuk tersangka IRZ terkait dengan tindak pidana korupsi suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia pada tahun 2007—2017," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Baca juga: KPK panggil empat saksi kasus suap di PTDI

Tiga saksi yang dipanggil, yaitu Manajer Order Management PTDI Muhammad Faruq, Manajer Penagihan PTDI Achmad Azar, dan Supervisor Kontrak Usaha dan Legal PTDI Basuki Santoso.

Selain Irzal, KPK pada hari Jumat (12/6) mengumumkan mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) sebagai tersangka.

Diketahui di awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PTDI.

Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PTDI.

"Proses mendapatkan dana itu dengan pengerjaan yang sebagaimana saya sampaikan penjualan dan pemasaran secara fiktif. Ada beberapa pihak yang ikut di dalam proses tersebut dan tentu ini akan kami kembangkan," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/6).

Pada tahun 2008, kata Firli, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

Baca juga: PTDI hormati proses hukum penetapan tersangka mantan dirut oleh KPK

"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itulah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkapnya.

Selanjutnya, pada tahun 2011, kata dia, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri atas pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau disetarakan dengan Rp14.500 perdolar AS, nilainya Rp125 miliar," tuturnya.

Oleh karena itu, akibat perbuatan para pihak tersangka negara dirugikan Rp330 miliar.

Baca juga: KPK sita properti dan blokir uang Rp18,6 miliar terkait kasus PTDI