Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Charta Politika Indonesia Muslimin Tanja mengingatkan partai politik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga tidak mengusung mantan penyalahguna narkoba sebagai calon kepala daerah.

"Partai politik harus menaati putusan MK itu agar warga masyarakat mendapatkan pemimpin yang berintegritas dan tidak punya rekam jejak melakukan perbuatan tercela seperti penyalahgunaan narkoba," ujar Muslimin melalui pernyataan tertulis, di Jakarta, Senin.

Menurut Muslimin, justru parpol sebagai institusi demokrasi mesti menyadari agar calon-calon kepala daerah yang diseleksi mengutamakan kompetensi, kapabilitas dan rekam jejak bakal calon kepala daerah yang diusung.

Baca juga: Penundaan pilkada pengaruhi peluang calon petahana

"Kalau ada parpol mengusung calon kepala daerah yang sebelumnya terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, itu kan aneh. Tidak memikirkan kepentingan bangsa yang lebih besar," ujarnya.

Ia menilai putusan MK itu merupakan langkah positif dan harus didukung semua pihak, khususnya parpol dalam mengusung calon pada pesta demokrasi daerah.

Pilkada serentak yang dijadwalkan berlangsung 9 Desember 2020 di 270 daerah tersebut, kata dia, harus bebas dari calon kepala daerah mantan pengguna barang haram itu.

"Putusan MK itu langkah positif yang perlu didukung sebagai bentuk gerakan anti-penyalahgunaan narkoba, dan saat bersamaan kita mesti mendorong calon-calon kepala daerah yang kapabel, berintegritas dan bersih dari penyalahgunaan narkoba. Karena itu, putusan MK seyogyanya menjadi pedoman bagi KPU dan penyelenggara pemilu lainnya," tutur Muslimin.

Sebagaimana diketahui, MK telah memutuskan mantan pengguna narkoba dilarang menjadi calon kepala daerah sejalan dengan penolakan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pilkada 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2016.

Baca juga: Bawaslu Kalsel ingatkan petahana tak politisasi bansos COVID-19

Pasal itu melarang seseorang dengan catatan perbuatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Adapun perbuatan tercela yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai/pengedar narkoba, dan berzina.

Putusan MK itu berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi, mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i UU Nomor 10 Tahun 2016.

MK menyebut bahwa pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, kecuali dalam tiga kondisi.

Pertama, pemakai narkotika yang karena alasan kesehatan yang dibuktikan dengan keterangan dokter yang merawat yang bersangkutan.

Kedua, mantan pemakai narkotika yang karena kesadarannya sendiri melaporkan diri dan telah selesai menjalani proses rehabilitasi.

Ketiga, mantan pemakai narkoba yang terbukti sebagai korban yang berdasarkan penetapan putusan pengadilan diperintahkan untuk menjalani rehabilitasi dan telah dinyatakan selesai menjalani proses rehabilitasi, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi negara yang memiliki otoritas untuk menyatakan seseorang telah selesai menjalani proses rehabilitasi.

Baca juga: Kabareskrim minta satgas pantau sumber dana kampanye petahana