"Kita memang harus sedikit lebih berkorban dengan melakukan rekayasa hari hujan lebih awal guna membasahi gambut, juga untuk mengisi embung dan kanal. Tahun ini kita lakukan lebih cepat karena sangat penting menjaga masyarakat terhindar dari ancaman karhutla, terlebih lagi di masa pandemi Corona," ujar Siti di Jakarta, Senin.
Berbekal analisis dan rekomendasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), KLHK merekayasa jumlah hari hujan dengan memanfaatkan Tekhnologi Modifikasi Cuaca (TMC). Selain untuk membasahi gambut yang rawan terbakar, rekayasa jumlah hari hujan ini dimaksudkan untuk mengisi embung dan kanal, dengan memanfaatkan potensi awan hujan.
Periode I TMC telah dilaksanakan sejak 11 Maret-2 April 2020 di Provinsi Riau dengan penyemaian garam sebanyak 21,6 ton, yang menghasilkan 97.8 juta m3 air hujan.
Sedangkan untuk periode ke II, dilaksanakan TMC di Provinsi Riau dari tanggal 13-31 Mei 2020. TMC dua periode ini menghasilkan volume hujan sebesar 44,1 juta m3.
Sementara itu, TMC di wilayah Provinsi Sumsel dan Jambi dilaksanakan sejak tanggal 2-13 Juni, dengan total bahan semai garam sebanyak 8.8 ton. Volume air hujan kumulatif yang dihasilkan dari TMC di Sumsel dan Jambi diperkirakan mencapai 23,71 juta m3.
Siti melanjutkan, terdapap beberapa provinsi yang menjadi fokus penanggulangan Karhutla yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
"Kita tetap waspada untuk fase kritis tahap dua di puncak musim kemarau bulan Agustus mendatang. Seluruh pihak terkait harus benar-benar meningkatkan kewaspadaan," kata Siti.
Untuk memaksimalkan upaya karhutla, KLHK terus melakukan intervensi kebijakan agar para pemegang izin konsensi khususnya di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk terus meningkatkan kewaspadaan melalui pemulihan ekosistem gambut yang rawan terbakar.
Salah satunya telah dilakukan pembangunan infrastruktur 376 Titik Penataan-TMAT Manual, TMAT otomatis 106 unit, stasiun curah hujan 7 unit, dan 321 unit sekat kanal.
Hasilnya tidak terjadi Karhutla signifikan pada 2019 di areal gambut yang telah diintervensi pembasahan ataupun pada areal gambut yang dipulihkan. Namun tantangan terbesar berada di areal masyarakat yang mengalami alih fungsi lahan dan tidak memiliki perangkat pengawasan yang kuat.
"Ini menjadi tantangan bagi Kementerian terkait lainnya dan Pemda," pungkas Siti.
Berbekal analisis dan rekomendasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), KLHK merekayasa jumlah hari hujan dengan memanfaatkan Tekhnologi Modifikasi Cuaca (TMC). Selain untuk membasahi gambut yang rawan terbakar, rekayasa jumlah hari hujan ini dimaksudkan untuk mengisi embung dan kanal, dengan memanfaatkan potensi awan hujan.
Periode I TMC telah dilaksanakan sejak 11 Maret-2 April 2020 di Provinsi Riau dengan penyemaian garam sebanyak 21,6 ton, yang menghasilkan 97.8 juta m3 air hujan.
Sedangkan untuk periode ke II, dilaksanakan TMC di Provinsi Riau dari tanggal 13-31 Mei 2020. TMC dua periode ini menghasilkan volume hujan sebesar 44,1 juta m3.
Sementara itu, TMC di wilayah Provinsi Sumsel dan Jambi dilaksanakan sejak tanggal 2-13 Juni, dengan total bahan semai garam sebanyak 8.8 ton. Volume air hujan kumulatif yang dihasilkan dari TMC di Sumsel dan Jambi diperkirakan mencapai 23,71 juta m3.
Siti melanjutkan, terdapap beberapa provinsi yang menjadi fokus penanggulangan Karhutla yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
"Kita tetap waspada untuk fase kritis tahap dua di puncak musim kemarau bulan Agustus mendatang. Seluruh pihak terkait harus benar-benar meningkatkan kewaspadaan," kata Siti.
Untuk memaksimalkan upaya karhutla, KLHK terus melakukan intervensi kebijakan agar para pemegang izin konsensi khususnya di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk terus meningkatkan kewaspadaan melalui pemulihan ekosistem gambut yang rawan terbakar.
Salah satunya telah dilakukan pembangunan infrastruktur 376 Titik Penataan-TMAT Manual, TMAT otomatis 106 unit, stasiun curah hujan 7 unit, dan 321 unit sekat kanal.
Hasilnya tidak terjadi Karhutla signifikan pada 2019 di areal gambut yang telah diintervensi pembasahan ataupun pada areal gambut yang dipulihkan. Namun tantangan terbesar berada di areal masyarakat yang mengalami alih fungsi lahan dan tidak memiliki perangkat pengawasan yang kuat.
"Ini menjadi tantangan bagi Kementerian terkait lainnya dan Pemda," pungkas Siti.