Lembaga penyalur BBM akan ada di tiap desa
15 Juni 2020 14:35 WIB
Dokumentasi - Penjual melayani pembelian bahan bakar minyak di Desa Wanareja, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (10/5/19). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah berencana di setiap desa akan terbangun lembaga penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam komitmen untuk memperluas akses penyediaan energi seluruh wilayah Indonesia
"Idealnya kita berharap, Pemerintah melalui BPH Migas ingin di setiap desa itu punya penyalur atau SPBU. Tinggal kategorinya saja, apakah mini atau sedang atau yang besar. Tapi kita ingin untuk menjamin ketersediaan BBM di seluruh NKRI mestinya idealnya dibangun di 75 ribu desa. Ini tantangan 5 atau 10 tahun ke depan," ujar Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa di Jakarta, dikutip Antara Senin.
Jumlah lembaga penyalur,lanjutnya, saat ini dinilai kurang ideal untuk mengoptimalkan pendistribusian BBM ke pelosok-pelosok Indonesia. Lembaga penyalur tersebut terdiri dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB), Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), dan Agen Premium Minyak dan Solar (APMS).
"Saat ini baru terbangun 7.251 lembaga penyalur dan 192 terminal BBM," kata Ifan, sapaan Fanshurullah.
Dia menyampaikan, untuk menjamin distribusi BBM, perlu juga dilakukan pengawasan terhadap kegiatan pengangkutan dan niaga gas bumi melalui pipa dengan panjang pipa transmisi 5.192,12 KM dan panjang pipa distribusi 6.133,54 KM.
"Untuk pipa-pipa yang pernah dibangun, transmisi, distribusi, ribuan kilo ini perlu diawasi, terutama untuk kebutuhan industri," ujarnya.
Menurut dia, tercatat rata-rata BBM yang tersalurkan adalah 83,3 juta KL per tahun dengan jumlah Badan Usaha (BU) yang diawasi sejumlah 1.166 BU BBM dan 35 BU Gas Bumi.
Guna menjawab sejumlah masalah dan tantangan tersebut, BPH Migas menjalin kerja sama baru dengan Universitas Indonesia. Kerja sama ini menyangkut riset terkait pengkajian, sosialisasi, dan pengabdian kepada masyarakat di sektor hilir migas dalam upaya menangani dampak pandemi COVID-19 sekaligus untuk menyusun kebijakan jangka panjang. "Nanti akan dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama, bisa juga dengan fakultas," katanya.
Terdapat 4 (empat) poin utama kerja sama antara BPH Migas dan Universitas Indonesia, yakni kajian kebutuhan JBT (Jenis BBM Tertentu) untuk konsumen pengguna transportasi khusus, darat, dan non-transportasi, kemudian kajian penyusunan Rencana Strategis BPH Migas 2020-2024. Selanjutnya, kajian multiplier effect dan nilai tambah atas pemanfaatan iuran BPH Migas serta kerja sama lain sesuai kesepakatan.
"Ini tantangan bagaimana kerja sama BPH Migas dengan civitas akademika termasuk UI untuk mewujudkan regulasi sehingga terjadi efisiensi untuk kepentingan rakyat," ujar Ifan.
Baca juga: Lembaga penyalur BBM di Wamena beroperasi setelah situasi kondusif
Baca juga: BPH Migas dorong pemda usulkan pembentukan sub penyalur BBM
Baca juga: Pertamina MOR I sudah operasikan 24 lembaga penyalur BBM Satu Harga
"Idealnya kita berharap, Pemerintah melalui BPH Migas ingin di setiap desa itu punya penyalur atau SPBU. Tinggal kategorinya saja, apakah mini atau sedang atau yang besar. Tapi kita ingin untuk menjamin ketersediaan BBM di seluruh NKRI mestinya idealnya dibangun di 75 ribu desa. Ini tantangan 5 atau 10 tahun ke depan," ujar Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa di Jakarta, dikutip Antara Senin.
Jumlah lembaga penyalur,lanjutnya, saat ini dinilai kurang ideal untuk mengoptimalkan pendistribusian BBM ke pelosok-pelosok Indonesia. Lembaga penyalur tersebut terdiri dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN), Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB), Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), dan Agen Premium Minyak dan Solar (APMS).
"Saat ini baru terbangun 7.251 lembaga penyalur dan 192 terminal BBM," kata Ifan, sapaan Fanshurullah.
Dia menyampaikan, untuk menjamin distribusi BBM, perlu juga dilakukan pengawasan terhadap kegiatan pengangkutan dan niaga gas bumi melalui pipa dengan panjang pipa transmisi 5.192,12 KM dan panjang pipa distribusi 6.133,54 KM.
"Untuk pipa-pipa yang pernah dibangun, transmisi, distribusi, ribuan kilo ini perlu diawasi, terutama untuk kebutuhan industri," ujarnya.
Menurut dia, tercatat rata-rata BBM yang tersalurkan adalah 83,3 juta KL per tahun dengan jumlah Badan Usaha (BU) yang diawasi sejumlah 1.166 BU BBM dan 35 BU Gas Bumi.
Guna menjawab sejumlah masalah dan tantangan tersebut, BPH Migas menjalin kerja sama baru dengan Universitas Indonesia. Kerja sama ini menyangkut riset terkait pengkajian, sosialisasi, dan pengabdian kepada masyarakat di sektor hilir migas dalam upaya menangani dampak pandemi COVID-19 sekaligus untuk menyusun kebijakan jangka panjang. "Nanti akan dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama, bisa juga dengan fakultas," katanya.
Terdapat 4 (empat) poin utama kerja sama antara BPH Migas dan Universitas Indonesia, yakni kajian kebutuhan JBT (Jenis BBM Tertentu) untuk konsumen pengguna transportasi khusus, darat, dan non-transportasi, kemudian kajian penyusunan Rencana Strategis BPH Migas 2020-2024. Selanjutnya, kajian multiplier effect dan nilai tambah atas pemanfaatan iuran BPH Migas serta kerja sama lain sesuai kesepakatan.
"Ini tantangan bagaimana kerja sama BPH Migas dengan civitas akademika termasuk UI untuk mewujudkan regulasi sehingga terjadi efisiensi untuk kepentingan rakyat," ujar Ifan.
Baca juga: Lembaga penyalur BBM di Wamena beroperasi setelah situasi kondusif
Baca juga: BPH Migas dorong pemda usulkan pembentukan sub penyalur BBM
Baca juga: Pertamina MOR I sudah operasikan 24 lembaga penyalur BBM Satu Harga
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: