Mataram (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyebutkan, pengerjaan fisik bantuan rumah tahan gempa (RTG) sebanyak 14.140 unit bagi korban gempa tahun 2018 di Mataram sudah rampung 100 persen.

"Sebanyak 14.140 unit rumah yang rusak akibat gempa bumi, baik itu rusak berat, sedang dan ringan saat ini sudah selesai 100 persen," kata Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Mataram sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Penanganan Gempa Kota Mataram Akhmad Muzaki M di Mataram, Senin.

Kota Mataram, lanjutnya, tinggal menyelesaikan administrasi laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan sesuai ketentuan yakni rusak berat Rp50 juta, rusak sedang Rp25 juta dan rusak ringan Rp10 juga oleh kelompok masyarakat (pokmas).

"Itupun yang belum selesai sekitar 30 persen, karena fasilitator habis kontrak pada 25 Maret 2020," ujarnya.

Baca juga: Gubernur NTB sebut 21 ribu rumah tahan gempa belum dibangun
Baca juga: Wapres tinjau rumah tahan gempa untuk korban bencana di Mataram


Namun demikian, pihaknya optimis administrasi laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan stimulan RTG bisa rampung sesuai dengan target masa darurat transisi gempa bumi pada 31 Juli 2020.

"Kami sudah melakukan pendekatan, koordinasi dan meminta pengertian para fasilitator agar bisa membantu pokmas menyelesaikan administrasi karena itu menjadi kewajiban kita bersama. Di awal kita diburu percepatan fisik, sekarang tinggal adiministrasinya," katanya.

Di sisi lain, Muzaki menyampaikan bahwa dalam proses administrasi tersebut, para korban gempa bumi yang menerima bantuan stimulan juga dimintakan salinan sertifikat rumah mereka yang telah diperbaiki.

Baca juga: Ratusan miliar dana stimulan RTG mengendap di rekening korban gempa
Baca juga: Presiden minta konsep rumah tahan gempa NTB diterapkan di Ambon


Ia menjelaskan, apabila sertifikatnya menjadi jaminan bank atau lainnya, penerima bantuan cukup menyerahkan bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan tim akan tetap berkoordinasi dengan aparat kelurahan.

Salinan sertifikat rumah penerima bantuan itu, menurut dia, sifatnya wajib karena bagian dari persyaratan administrasi dan bukan mengada-ada. Tujuannya, agar diketahui status rumah yang diperbaiki, apakah itu milik sendiri, sewa atau tanah jeje.

"Jadi masyarakat penerima bantuan jangan khawatir kalau petugas meminta salinan sertifikat atau PBB, tidak akan disalahgunakan," katanya menambahkan.

Baca juga: Akademisi ingatkan pentingnya riset tentang rumah tahan gempa
Baca juga: LPJK NTB inginkan legalitas tim pengontrol kualitas rumah tahan gempa
Baca juga: Gubernur NTB serahkan 60.299 rumah tahan gempa