Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menilai kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang perubahan UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk menyelamatkan KPK.

"Saya termasuk yang melihat Perppu untuk menyelamatkan KPK, karena tanpa Plt sementara KPK bisa jadi lumpuh dan bisa dipersoalkan keabsahan korum kolegialitasnya," katanya kepada ANTARA News melalui pesan singkatnya, di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya, Sekkab Sudi Silalahi menyatakan pemerintah sedang menyusun draft Keputusan Presiden (Keppres) penunjukan plt sementara pimpinan KPK menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) tentang perubahan UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dikeluarkannya Keppres Plt Sementara Pimpinan KPK, terkait tiga pimpinan lembaga itu yang sudah dinyatakan sebagai tersangka oleh Mabes Polri.

Yang pertama adalah Ketua KPK nonaktif, Antasari Azhar, dalam kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.

Selanjutnya, Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto dinyatakan sebagai tersangka karena tuduhan penyalahgunaan wewenang dalam pengeluaran surat cekal terhadap Direktur Utama PT Masaro, Anggoro Widjojo, dan pemilik PT Era Giat Prima, Djoko Tjandra.

Ketua MK menyatakan pimpinan KPK yang menyisakan dua orang, nantinya dikhawatirkan bisa dipersoalkan seperti mempraperadilankan.

"Memang korum itu bisa diperdebatkan, tapi perdebatan itulah masalahnya. Jadi yang pro maupun yg kontra sama-sama beritikad menyelamatkan KPK," kata Mahfud lalu mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir tentang sikap MK atas Perppu, sebab dari sudut apa pun Perppu tak bisa diperkarakan ke MK.

Menurut Mahfud, Perppu hanya bisa diuji oleh DPR dengan political review. "Kalau Perppu ditolak DPR akibatnya sudah diatur oleh UU No. 10 Thn 2004. Kalau Perppu disetujui jadi UU berarti pilihan politik hukumnya sudah tepat," katanya.

"Kalau diuji juga ke MK akibat-akibat hukumnya juga sudah diatur oleh UU No. 23 Tahun 2003. Pokoknya jalan hukum itu selalu ada," katanya.

Ia menegaskan alasan untuk dikeluarkannya Perppu itu, sah karena di dalam UUD 1945 ada dua produk UU darurat.

"Karena keadaan bahaya seperti diatur Pasal 12 UUD 1945, kemudian karena keadaan genting seperti diatur Pasal 22," katanya.

Ia menambahkan kalau menentukan keadaan bahaya, harus dengan alasan obyektif atau berdasarkan UU. "Sedangkan untuk keadaan genting alasannya cukup berdasar pandangan subyektif presiden," katanya. (*)