Medan (ANTARA) - Terdakwa Dzulmi Eldin, Wali Kota Medan nonaktif periode tahun 2016-2021, divonis enam tahun penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, karena melakukan korupsi secara bersama-sama sebesar Rp2,1 miliar.
Majelis Hakim diketuai Abdul Azis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Kamis, dalam amar putusannya menyebutkan Eldin diwajibkan membayar denda sebesar Rp500 juta atau subsider empat bulan kurungan, dan juga dicabut hak politiknya selama empat tahun, serta tidak boleh memilih dan dipilih.
Eldin dinilai melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana Juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
Baca juga: Dzulmi Eldin dituntut tujuh tahun penjara
Majelis Hakim mengatakan, hal-hal yang memberatkan terhadap terdakwa tidak mendukung program Pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak memberikan contoh yang baik.
"Sedangkan, hal-hal yang meringankan terhadap terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa berlaku sopan dalam setiap persidangan," kata Hakim Ketua
Sementara itu, Penasihat Hukum terdakwa Dzulmi Eldin, Junaidi Matondang mengatakan akan mempelajari putusan vonis yang dibacakan Majelis Hakim tersebut, sebelum membuat langkah selanjutnya.
"Kami akan pelajari dulu putusan Majelis Hakim," ujarnya.
Baca juga: Penyuap Wali Kota Medan dieksekusi ke Rutan Tanjung Gusta
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Mochamad Wiraksajaya dan Arin Karniasari, melalui sidang secara virtual (online) dari Jakarta, juga menyebutkan masih mengkaji putusan majelis hakim, sebelum menentukan langkah selanjutnya.
Sebelumnya, JPU KPK Mochamad Wiraksajaya dan Arin Karniasari menuntut hukuman tujuh tahun penjara terdakwa Dzulmi Eldin Wali kota Medan nonaktif periode tahun 2016-2021 karena diyakini terbukti menerima uang suap sebesar Rp2,1 miliar dari para Kepala Dinas Pemkot Medan.
JPU dalam tuntutannya dibacakan secara online dari Jakarta pada persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (14/5) menyebutkan terdakwa Eldin juga diwajibkan membayar uang denda sebesar Rp500 juta atau subsider 6 bulan kurungan penjara.
JPU KPK Iskandar Marwanto dalam dakwaannya menyebutkan Dzulmi Eldin Wali Kota Medan nonaktif periode 2016-2021 menerima uang suap sebesar Rp2,1 miliar dari para Kepala Dinas di Pemkot Medan.
Baca juga: Pengadilan Tipikor adili Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin
"Peristiwa suap itu terjadi pada bulan Oktober 2019," kata Iskandar di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (5/3/2020). Saat itu, terdakwa Eldin menerima sejumlah uang senilai total Rp130 juta dari Isa Ansyari Kepala Dinas PUPR Kota Medan.
Jaksa mengatakan bahwa uang tersebut diberikan sebagai imbalan karena terdakwa mengangkat Isa Ansyari sebagai Kepala Dinas PUPR Kota Medan. Perkara berikutnya adalah ketika perjalanan dinas Wali kota Medan Eldin, dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.
Akibat perjalanan dinas tersebut, kemudian diketahui terdapat pengeluaran Wali Kota Medan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.Selain itu, tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD. Kemudin terdakwa memerintahkan Syamsul Fitri Siregar Kasubag Protokoler Pemkot Medan mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang dengan nilai sekitar Rp800 juta.
Kadis PUPR Medan Isa Ansyari kemudian mengirim uang Rp200 juta kepada terdakwa atas permintaan melalui Syamsul Fitri untuk keperluan pribadi Wali kota. Berikutnya, Syamsul menghubungi ajudan Eldin, Aidiel Putra Pratama dan menyampaikan keperluan dana sekitar Rp800-900 juta untuk menutupi pengeluaran ke Jepang.
Baca juga: KPK tuntaskan penyidikan Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin
Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin divonis enam tahun
11 Juni 2020 17:58 WIB
Dzulmi Eldin Wali kota Medan non aktif divonis enam tahun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan. (ANTARA/Munawar)
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020
Tags: