Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi meminta standar metode atau sistem produksi garam ditingkatkan sehingga mampu menghasilkan garam dengan kualitas di atas 96 persen.
Dalam rapat koordinasi virtual soal tata kelola pergaraman nasional, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Maritim dan Investasi Safri Burhanuddin mengungkapkan kebutuhan garam nasional diperkirakan mencapai 4,5 juta ton, sedangkan produksi garam sampai 2024 ditargetkan 3,4 juta ton sehingga kebutuhan impor garam masih sekitar 1,1 juta ton.
"Kalau itu memang sistemnya PT Garam, kita harus berani mengatakan bahwa sistemnya harus memiliki standar yang lebih baik, dia tidak boleh lagi pakai teknologi yang dia pakai sekarang yang hasilnya hanya 50-60 ton, harusnya bisa menghasilkan 100-150 ton garam," katanya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Kemenko Maritim sebut kebutuhan garam 4,5 juta ton tahun ini
Jika produksi garam yang dihasilkan bisa lebih banyak, Safri mengatakan hal itu dapat menekan impor garam dan guna mencapai swasembada garam.
Sementara itu, Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Miftahul Huda mengatakan pihaknya telah mencoba merancang Peraturan Presiden tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.
"Sehingga perpres itu menjadi dasar hukum bagi flagship, bagi kami dan kementerian terkait lainnya untuk bergerak bersama-sama mencapai swasembada garam," katanya.
Baca juga: Kemenko Maritim-Investasi minta PT Garam tingkatkan produktivitas
Perpres ini, tambah Huda, disusun karena ada arahan Presiden pada rapat terbatas Februari lalu yaitu untuk membuat industri garam terintegrasi.
Huda juga mengatakan, di dalam Perpres tersebut, terdapat rencana aksi nasional (RAN) yang menjadi program kementerian/lembaga terkait pada tahun 2020 hingga 2024 melalui pengembangan Sentra Ekonomi Garam Rakyat (SEGAR).
"Isi pokok dari RAN Perpres ini mencoba mensinkronkan program-program dari setiap kementerian/lembaga terkait yang terlibat dalam urusan pergaraman ini. Dan KKP terlibat dalam membuat Sentra Ekonomi Garam Rakyat (SEGAR). SEGAR Ini mencoba mengintegrasikan urusan hulu dari proses produksi sampai proses pemasaran pada level lokal," jelasnya.
Huda menjelaskan SEGAR ini disusun dalam level provinsi dengan ilustrasi konsep yaitu Integrasi lahan, institusionalisasi petambak, dan integrasinya dengan industrialisasi garam rakyat.
Dengan demikian, menurut Huda, dampak yang diharapkan adalah peningkatan mutu garam lokal, peningkatan pendapatan petambak, peningkatan pendapatan negara, tumbuhnya bisnis turunannya, dan tumbuhnya ekonomi lokal di sentra garam.
Direktur Pusat Teknologi Sumber Daya Energi dan Industri Kimia BPPT Hens Saputra juga memaparkan program flagship garam BPPT sebagai upaya mengejar pemenuhan kebutuhan garam nasional. Hal itu, menurut Hens, pada dasarnya adalah mensubsitusi impor yang ada saat ini.
"Tidak semua diimpor, untuk garam konsumsi sebagian sudah bisa dipenuhi dengan garam lokal. Tentunya ini yang sudah melalui proses pengolahan," katanya.
Dalam rangka meningkatkan daya saing produk lokal garam menuju kemandirian, Hens mengungkapkan BPPT telah menyiapkan teknologinya.
Untuk kebutuhan impor garam CAP yang mencapai 2.300.450 ton, secara teknologi ada dua solusi yang bisa dilakukan yaitu iimplementasi teknologi garam tanpa lahan atau biasa disebut dengan garam dari PLTU dan pembenahan lahan pergaraman terintegrasi serta ekstensifikasi lahan.
Kemudian garam aneka pangan dan pertambangan dengan kebutuhan impor sebanyak 623.285 ton, dukungan teknologinya yaitu mulai dari pabrik pemurnian garam rakyat menjadi garam industri. Sedangakan garam farmasi dan pro analisa dengan kebutuhan impor 7.564 ton.
"Kami sudah membuat desainnya dan ada pabriknya yaitu PT Kimia Farma, rencana membangun 2.000 ton per tahun dan PT KDS pabrik garam pro-analisis dengan rencana produksi 1 ton per hari," kata Hens.
Kemenko Maritim minta standar produksi garam ditingkatkan
10 Juni 2020 15:19 WIB
Petani garam saat mengolah tambak garamnya. (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif)
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020
Tags: