Program Pemerintah Untuk Pembangunan Rumah Korban Gempa Ditunggu
11 September 2009 06:35 WIB
Rumah-rumah roboh akibat gempa bumi 7,3 skala richter di Kampung Cimonteng, Geger Bitung, Kabupaten Sukabumi, 07-09-09. ((ANTARA/Jafar))
Tasikmalaya (ANTARA News) - Korban bencana di Kabupaten Tasikmalaya, Garut, dan Cianjur memohon pemerintah membantu membangun kembali rumah mereka yang rusak dan ambruk karena guncangan gempa bumi berkekuatan 7,3 skala Richter yang melanda bagian selatan Jabar (2/9).
"Tolong, beri saya bantuan untuk membangun kembali rumah saya," kata Rusmiati (45), warga Kampung Sukanjing, Desa Suka Setia, Kecamatan Cisayong, Tasikmalaya, kepada ANTARA, Kamis.
Rumah Rusmiati hancur, tidak menyisakan satu pun puing, padahal istri dari Agus Danar yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan ini tak mempunyai biaya untuk membangun kembali rumah yang dengan susah payah mereka dirikan itu.
Yoyo Tarwiya, ayah tiga anak yang seorang di antaranya meninggal dunia tertimpa bangunan akibat gempa bumi, juga mengutarakan keinginan sama untuk bisa meninggali rumahnya yang telah rata dengan tanah.
"Saya tidak tahu, kapan rumah ini bisa dibangun kembali, apalagi saya tak punya uang sepeser pun," kata Yoyo dengan wajah kusam menyisakan kesedihan ditinggal anak bungsunya, Hendrayana (7).
Di Desa Jayapura, Kecamatan Cigalontang, juga di Tasikmalaya, Enceng, ayah beranak tiga dan suami dari Tati Sumiati, menyampaikan keinginan relatif sama, namun enggan memohon langsung kepada kecamatan.
"Tidak tahu ya, kapan rumah saya ini bisa dibangun kembali, padahal Lebaran sudah dekat," katanya.
Sementara warga sedesanya, Mumu Suherman mengeluhkan prosedur memperoleh bantuan bencana yang berbelit-belit padahal dia dan banyak korban lainnya di daerah itu sangat memerlukannya.
"Agak sulit mendapatkan bantuan dari pemerintah, makanya kami di sini lebih mengandalkan bantuan langsung dari (dermawan) yang lewat saja," katanya.
Suara sama diutarakan Iwa Kartiwa, penduduk Desa Lengkong Jaya, Cigalontang, yang mengungkapkan proses agak sulit hanya demi mendapatkan status korban bencana karena harus melapor sana sini, kendati rumah ambruk mereka seharusnya menjadi bukti mereka korban bencana.
"Mesti lapor ke kuwu (kepala desa) dulu, setelah itu ke atasnya, baru kami mendapatkan status korban dan berhak mendapatkan bantuan," katanya.
Pengakuan Iwa ini ternyata sebangun dengan para korban gempa bumi di Kecamatan Sindang Barang, Kabupaten Cianjur, dan Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, yang jaraknya masing-masing 160 km dan 130 km ke arah selatan dari Cigalontang, Tasikmalaya.
"Kami bukannya tidak berterimakasih atas bantuan yang ada. Tetapi, sepertinya kurang sekali. Mereka (pengelola dan penyalur bantuan) lebih sering ada di posko, padahal tidak ada salahnya mereka menengok kami," kata Dini Andriani (39), warga Desa Pamalayan, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut.
Di Cianjur, Ajat Sudrajat, warga Kampung Bojong Gede, Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindang Barang, juga mengungkapkan keinginan dia dan sebagian besar warga sedesanya mengenai bantuan yang tidak lagi seadanya diberikan seperti sekarang. "Saya tidak ingin meminta-minta, tapi kami kan lagi butuh sekali."
Sementara Reni Maryati dan Iis Mulyani, yang satu kampung dengan Ajat, mengharapkan ada bantuan untuk infrastruktur rumahnya sehingga mereka tidak berlama-lama tinggal di tenda-tenda dan segera menempatinya rumahnya lagi.
Lain lagi dengan warga Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, yang merasa tertolong dengan posisi rumahnya yang berada di pinggir jalan sehingga para dermawan bisa datang menyalurkan langsung bantuan kepada mereka.
"Terima kasih atas bantuannya, semoga Allah melindungi anda semua," kata Nasrudin, warga Cipicung, Desa Depok, Cisompet, yang mengaku miliki empat anak.
Cisompet dan Cikelet, disamping juga beberapa rumah di Pameungpeuk, adalah tiga daerah di Kabupaten Garut yang paling menderita karena bencana alam gempa bumi pekan silam itu.
Di Cikelet, lebih dari 80 persen rumah hancur, bahkan sepertiganya hancur sama sekali. Di kecamatan ini 2.324 rumah rusak atau hancur, malah di Desa Pamalayan dan Desa Cikelet, lima orang meninggal dunia.
Pemerintah setempat mengutarakan keinginannya untuk mendapatkan alokasi bantuan lebih.
"Idealnya kami membutuhkan 2,8 ton beras untuk 7.224 pengungsi, namun pasokan riil di bawah angka itu," kata Camat Cikelet Ripan Mulyadi, Rabu sore.
Ripan mengungkapkan, sementara ini pemda hanya berkonsentrasi menyalurkan bantuan untuk kebutuhan sehari-hari, sedangkan bantuan infrastruktur masih belum ditentukan, meskipun dia yakin bantuan untuk infrastruktur itu akan segera sampai ke daerahnya.
"Kami belum menyampaikannya kepada Warga, takut kalau diberi tahu sekarang mereka bisa apatis dan hanya menunggu bantuan pemerintah," demikian Ripan. (*)
"Tolong, beri saya bantuan untuk membangun kembali rumah saya," kata Rusmiati (45), warga Kampung Sukanjing, Desa Suka Setia, Kecamatan Cisayong, Tasikmalaya, kepada ANTARA, Kamis.
Rumah Rusmiati hancur, tidak menyisakan satu pun puing, padahal istri dari Agus Danar yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan ini tak mempunyai biaya untuk membangun kembali rumah yang dengan susah payah mereka dirikan itu.
Yoyo Tarwiya, ayah tiga anak yang seorang di antaranya meninggal dunia tertimpa bangunan akibat gempa bumi, juga mengutarakan keinginan sama untuk bisa meninggali rumahnya yang telah rata dengan tanah.
"Saya tidak tahu, kapan rumah ini bisa dibangun kembali, apalagi saya tak punya uang sepeser pun," kata Yoyo dengan wajah kusam menyisakan kesedihan ditinggal anak bungsunya, Hendrayana (7).
Di Desa Jayapura, Kecamatan Cigalontang, juga di Tasikmalaya, Enceng, ayah beranak tiga dan suami dari Tati Sumiati, menyampaikan keinginan relatif sama, namun enggan memohon langsung kepada kecamatan.
"Tidak tahu ya, kapan rumah saya ini bisa dibangun kembali, padahal Lebaran sudah dekat," katanya.
Sementara warga sedesanya, Mumu Suherman mengeluhkan prosedur memperoleh bantuan bencana yang berbelit-belit padahal dia dan banyak korban lainnya di daerah itu sangat memerlukannya.
"Agak sulit mendapatkan bantuan dari pemerintah, makanya kami di sini lebih mengandalkan bantuan langsung dari (dermawan) yang lewat saja," katanya.
Suara sama diutarakan Iwa Kartiwa, penduduk Desa Lengkong Jaya, Cigalontang, yang mengungkapkan proses agak sulit hanya demi mendapatkan status korban bencana karena harus melapor sana sini, kendati rumah ambruk mereka seharusnya menjadi bukti mereka korban bencana.
"Mesti lapor ke kuwu (kepala desa) dulu, setelah itu ke atasnya, baru kami mendapatkan status korban dan berhak mendapatkan bantuan," katanya.
Pengakuan Iwa ini ternyata sebangun dengan para korban gempa bumi di Kecamatan Sindang Barang, Kabupaten Cianjur, dan Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, yang jaraknya masing-masing 160 km dan 130 km ke arah selatan dari Cigalontang, Tasikmalaya.
"Kami bukannya tidak berterimakasih atas bantuan yang ada. Tetapi, sepertinya kurang sekali. Mereka (pengelola dan penyalur bantuan) lebih sering ada di posko, padahal tidak ada salahnya mereka menengok kami," kata Dini Andriani (39), warga Desa Pamalayan, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut.
Di Cianjur, Ajat Sudrajat, warga Kampung Bojong Gede, Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindang Barang, juga mengungkapkan keinginan dia dan sebagian besar warga sedesanya mengenai bantuan yang tidak lagi seadanya diberikan seperti sekarang. "Saya tidak ingin meminta-minta, tapi kami kan lagi butuh sekali."
Sementara Reni Maryati dan Iis Mulyani, yang satu kampung dengan Ajat, mengharapkan ada bantuan untuk infrastruktur rumahnya sehingga mereka tidak berlama-lama tinggal di tenda-tenda dan segera menempatinya rumahnya lagi.
Lain lagi dengan warga Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, yang merasa tertolong dengan posisi rumahnya yang berada di pinggir jalan sehingga para dermawan bisa datang menyalurkan langsung bantuan kepada mereka.
"Terima kasih atas bantuannya, semoga Allah melindungi anda semua," kata Nasrudin, warga Cipicung, Desa Depok, Cisompet, yang mengaku miliki empat anak.
Cisompet dan Cikelet, disamping juga beberapa rumah di Pameungpeuk, adalah tiga daerah di Kabupaten Garut yang paling menderita karena bencana alam gempa bumi pekan silam itu.
Di Cikelet, lebih dari 80 persen rumah hancur, bahkan sepertiganya hancur sama sekali. Di kecamatan ini 2.324 rumah rusak atau hancur, malah di Desa Pamalayan dan Desa Cikelet, lima orang meninggal dunia.
Pemerintah setempat mengutarakan keinginannya untuk mendapatkan alokasi bantuan lebih.
"Idealnya kami membutuhkan 2,8 ton beras untuk 7.224 pengungsi, namun pasokan riil di bawah angka itu," kata Camat Cikelet Ripan Mulyadi, Rabu sore.
Ripan mengungkapkan, sementara ini pemda hanya berkonsentrasi menyalurkan bantuan untuk kebutuhan sehari-hari, sedangkan bantuan infrastruktur masih belum ditentukan, meskipun dia yakin bantuan untuk infrastruktur itu akan segera sampai ke daerahnya.
"Kami belum menyampaikannya kepada Warga, takut kalau diberi tahu sekarang mereka bisa apatis dan hanya menunggu bantuan pemerintah," demikian Ripan. (*)
Pewarta: Ricka Oktaviandini
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
Tags: