Anggota DPR: rekap elektronik akan diatur dalam RUU Pemilu
7 Juni 2020 15:13 WIB
Dokumentasi-Warga melintas di depan mural bertema pemilihan umum di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Kamis (7/5/2020). ANTARA FOTO/Fauzan/aww. (ANTARA FOTO/FAUZAN)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa mengatakan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu akan memasukan aturan mengenai penggunaan teknologi informasi khususnya terkait rekap elektronik atau "e-rekap".
"Jadi misalnya mengenai rekapitulasi elektronik, sebagian besar ingin dimasukkan dalam RUU Pemilu," kata Saan dalam diskusi virtual bertajuk "Kemana Arah RUU Pemilu" di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan penggunaan rekap elektronik itu merupakan bagian dari upaya modernisasi pelaksanaan Pemilu ke depan yaitu memasukkan poin teknologi informasi dalam draf RUU Pemilu. Dengan demikian diharapkan memperbaiki kualitas pelaksanaan pemilu dan demokrasi Indonesia.
Sekretaris Fraksi Partai NasDem itu juga menjelaskan Komisi II DPR sebenarnya ingin agar RUU Pemilu satu paket dengan UU Partai Politik, dan UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) namun belum dapat terlaksana.
Baca juga: Komisi II sampaikan poin krusial dalam draf RUU Pemilu
Baca juga: DPR: Keserentakan Pemilu mengacu Putusan MK
Baca juga: Revisi UU Pemilu dan mencari desain kepemiluan 2024
"Namun kami baru memasukkan terkait pilkada. Saya perlu sampaikan bahwa sebagian besar fraksi ingin pilkada dilakukan normalisasi kembali. Misalnya 2020 tetap pilkada nanti 2025 pilkada lagi, 2022 ada pilkada sesuai jadwal yang ada lalu pilkada lagi di 2027," ujarnya.
Saan mengatakan kalau misalnya nanti akan dilakukan dalam satu waktu yang bersamaan, itu tidak dilakukan di 2024 namun di 2027 agar tidak ada masa jabatan dari kepala daerah yang berkurang. Karena itu dia menginginkan seluruh kepala daerah seperti gubernur, bupati/walikota, masa jabatannya adalah 5 tahun.
Selain itu menurut dia, Komisi II DPR juga berkepentingan untuk bisa mendapatkan masukan dengan cara membuka ruang partisipasi publik guna memberikan masukan dalam pembahasan RUU Pemilu. Misalnya Fraksi Nasdem sudah beberapa kali baik secara langsung sebelum pandemi COVID-19 melibatkan kelompok di luar partai dan ketika pandemi kami juga meminta masukan dengan diskusi virtual para penggiat pemilu.
Langkah itu menurut dia merupakan hal penting agar UU Pemilu yang dihasilkan DPR bukan produk hukum yang eksklusif namun melibatkan partisipasi publik secara masif dalam penyusunannya. Dia menilai hal itu penting karena UU Pemilu bukan hanya mengikat partai politik namun semua pihak untuk membangun demokrasi yang sehat dan berkualitas.
"Jadi misalnya mengenai rekapitulasi elektronik, sebagian besar ingin dimasukkan dalam RUU Pemilu," kata Saan dalam diskusi virtual bertajuk "Kemana Arah RUU Pemilu" di Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan penggunaan rekap elektronik itu merupakan bagian dari upaya modernisasi pelaksanaan Pemilu ke depan yaitu memasukkan poin teknologi informasi dalam draf RUU Pemilu. Dengan demikian diharapkan memperbaiki kualitas pelaksanaan pemilu dan demokrasi Indonesia.
Sekretaris Fraksi Partai NasDem itu juga menjelaskan Komisi II DPR sebenarnya ingin agar RUU Pemilu satu paket dengan UU Partai Politik, dan UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) namun belum dapat terlaksana.
Baca juga: Komisi II sampaikan poin krusial dalam draf RUU Pemilu
Baca juga: DPR: Keserentakan Pemilu mengacu Putusan MK
Baca juga: Revisi UU Pemilu dan mencari desain kepemiluan 2024
"Namun kami baru memasukkan terkait pilkada. Saya perlu sampaikan bahwa sebagian besar fraksi ingin pilkada dilakukan normalisasi kembali. Misalnya 2020 tetap pilkada nanti 2025 pilkada lagi, 2022 ada pilkada sesuai jadwal yang ada lalu pilkada lagi di 2027," ujarnya.
Saan mengatakan kalau misalnya nanti akan dilakukan dalam satu waktu yang bersamaan, itu tidak dilakukan di 2024 namun di 2027 agar tidak ada masa jabatan dari kepala daerah yang berkurang. Karena itu dia menginginkan seluruh kepala daerah seperti gubernur, bupati/walikota, masa jabatannya adalah 5 tahun.
Selain itu menurut dia, Komisi II DPR juga berkepentingan untuk bisa mendapatkan masukan dengan cara membuka ruang partisipasi publik guna memberikan masukan dalam pembahasan RUU Pemilu. Misalnya Fraksi Nasdem sudah beberapa kali baik secara langsung sebelum pandemi COVID-19 melibatkan kelompok di luar partai dan ketika pandemi kami juga meminta masukan dengan diskusi virtual para penggiat pemilu.
Langkah itu menurut dia merupakan hal penting agar UU Pemilu yang dihasilkan DPR bukan produk hukum yang eksklusif namun melibatkan partisipasi publik secara masif dalam penyusunannya. Dia menilai hal itu penting karena UU Pemilu bukan hanya mengikat partai politik namun semua pihak untuk membangun demokrasi yang sehat dan berkualitas.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020
Tags: