Persoalan pandemi adalah limbah medis infeksius COVID-19
6 Juni 2020 21:27 WIB
Anak-anak mencari limbah plastik yang mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) di Jakarta, Jumat (27/12/2019). Limbah B3 dari kegiatan industri maupun rumah tangga yang terbuang ke lingkungan akan berdampak pada pencemaran dan kesehatan manusia. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Kupang (ANTARA) - Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, salah satu persoalan di tengah pandemi adalah limbah medis infeksius COVID-19.
"Salah satu persoalan di tengah pandemi adalah limbah medis infeksius COVID-19," kata Rosa Vivien Ratnawati pada sosialisasi penanganan dan pengolahan limbah B3 infeksius COVID-19 di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu.
Kegiatan sosialisasi ini atas kerja sama Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan anggota Komisi IV DPR dapil NTT 2, Yohanis Fransiskus Lema.
Sosialisasi melalui video conference ini melibatkan Dinas LHK Provinsi NTT, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, rumah sakit rujukan COVID-19, RSUD Prof Dr. W Z Yohannes Kupang, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana.
Menurut dia, KLHK sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No 02 tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius COVID-19 sebagai suatu bentuk respon cepat dari KLHK, agar tidak terjadi penularan penyakit dari limbah infeksius COVID-19 yang tidak diolah.
"Selain mengeluarkan surat edaran, kami juga mengeluarkan surat yang ditujukan kepada jasa pengelola, dan pengangkutan limbah B3 untuk tetap mengolahnya," katanya.
"Saat terjadi wabah, mereka mundur, tidak mau mengelola dan mengangkut sampah karena takut tertular COVID-19," katanya menjelaskan.
KLHK kata dia, juga berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan agar pergerakan pengangkutan limbah tidak dilarang.
Salah satu persoalan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan banyak daerah lainnya di Indonesia adalah keterbatasan insinerator (tungku pembakaran) limbah B3.
Karena keterbatasan itu, maka KLHK sudah mengeluarkan diskresi agar pemerintah dan rumah sakit dapat menggunakan insinerator yang belum berizin di tengah pandemi COVID-19.
Ini sangat perlu untuk mengindari penumpukan limbah infeksius COVID-19, katanya menambahkan.
Sedangkan untuk daerah-daerah yang tidak memiliki insinerator, maka sudah diberikan diskresi untuk melakukan penguburan limbah medisnya berdasarkan standar yang berlaku, kata Rosa Vivien Ratnawati.
Baca juga: Legislator sebut pemerintah di NTT belum serius tangani limbah B3
Baca juga: Walhi NTT desak kerusakan lingkungan ditangani lebih serius
Baca juga: "Gerakan Kupang Hijau" dideklarasikan untuk pelestarian lingkungan
"Salah satu persoalan di tengah pandemi adalah limbah medis infeksius COVID-19," kata Rosa Vivien Ratnawati pada sosialisasi penanganan dan pengolahan limbah B3 infeksius COVID-19 di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu.
Kegiatan sosialisasi ini atas kerja sama Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan anggota Komisi IV DPR dapil NTT 2, Yohanis Fransiskus Lema.
Sosialisasi melalui video conference ini melibatkan Dinas LHK Provinsi NTT, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, rumah sakit rujukan COVID-19, RSUD Prof Dr. W Z Yohannes Kupang, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana.
Menurut dia, KLHK sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No 02 tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius COVID-19 sebagai suatu bentuk respon cepat dari KLHK, agar tidak terjadi penularan penyakit dari limbah infeksius COVID-19 yang tidak diolah.
"Selain mengeluarkan surat edaran, kami juga mengeluarkan surat yang ditujukan kepada jasa pengelola, dan pengangkutan limbah B3 untuk tetap mengolahnya," katanya.
"Saat terjadi wabah, mereka mundur, tidak mau mengelola dan mengangkut sampah karena takut tertular COVID-19," katanya menjelaskan.
KLHK kata dia, juga berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan agar pergerakan pengangkutan limbah tidak dilarang.
Salah satu persoalan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan banyak daerah lainnya di Indonesia adalah keterbatasan insinerator (tungku pembakaran) limbah B3.
Karena keterbatasan itu, maka KLHK sudah mengeluarkan diskresi agar pemerintah dan rumah sakit dapat menggunakan insinerator yang belum berizin di tengah pandemi COVID-19.
Ini sangat perlu untuk mengindari penumpukan limbah infeksius COVID-19, katanya menambahkan.
Sedangkan untuk daerah-daerah yang tidak memiliki insinerator, maka sudah diberikan diskresi untuk melakukan penguburan limbah medisnya berdasarkan standar yang berlaku, kata Rosa Vivien Ratnawati.
Baca juga: Legislator sebut pemerintah di NTT belum serius tangani limbah B3
Baca juga: Walhi NTT desak kerusakan lingkungan ditangani lebih serius
Baca juga: "Gerakan Kupang Hijau" dideklarasikan untuk pelestarian lingkungan
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020
Tags: