Jakarta, (ANTARA News) - Silakan tersenyum! Dua kata Betawi bernada nyerempet jenaka mendekonstruksi kasus penggelontoran dana oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada Bank Century yang mencapai Rp6,76 triliun.
Dua kata Betawi itu yakni fulus yang artinya uang, dan Si Fulan yang artinya panggilan untuk seorang pria yang tidak diketahui namanya. Tersenyum, karena DPR mengira suntikan dana (hanya) Rp1,3 trilyun. Weleh...weleh, begitu "soundbite"nya.
Mengapa dan bagaimana si fulan sampai mengguncang jagat keuangan dengan tohokan kasus fulus berjumlah trilyunan? Jawabnya, silakan tersenyum, karena ada ujaran Latin "Homo Ridens" yang artinya manusia pada hakekatnya makhluk tertawa.
Nah, kalau doa pagi masyarakat metropolitan adalah membaca koran sebelum meluncur ke gedung pencakar langit, maka tersenyum jadi olah raga gratis bagi publik ketika merespons dua kata nginggris, yakni "bailout".
Hahaha...,Mbah Surip ngetop dengan menembang "I Love u Full", haruskah publik mendendang lagu bertajuk: dana talangan, oh dana talangan, nasibmu. Sebut saja, ini orkes mengenai senyum publik manakala evolusi senyum, menerpa, dan kasus Bank Century mendera.
Disebut orkes, karena banyak orang atau pemain musik yang berbeda dan bergabung dalam satu kesatuan musik. Jadilah orkes si fulan mengenai fulus dalam tembang andalan Kasus Bank Century.
Evolusi, kata ini belum perlu dibuat njlimet. Karena ada ungkapan Latin sederhana dan mengena untuk merumuskannya, yakni tidak ada orang yang memberi apa yang tidak dimilikinya (nemo dat quod non habet).
Orang dilabel sebagai penyapu karena dia berkeahlian menyapu halaman dan jalan raya. Penulis, karena dia menulis. Penjilat, karena dia menjilat remah-remah makanan dari bawah meja elite. Nah, dikatakan evolusi karena ada gerak yang pada dasarnya selalu maju. Evolusi senyum.
Lihat, perhatikan dan jangan lupa sunggingkan senyum. Dewan Perwakilan Rakyat menilai pemberian dana talangan PT Bank Century melalui LPS cacat hukum. Koran Bisnis Indonesia menulis, legislator fraksi Golkar Harry Azhar Azis mengkritik penggunaan uang rakyat tanpa persetujuan DPR. "Pada 24 Desember 2008, Perppu ditolak. Tapi mengapa setelah itu masih mengucurkan dana?" katanya. Inikah sebuah evolusi senyum?
Dan legislator Fraksi PAN Dradjad Wibowo menimpali dengan senyum, tidak hanya penyuntikan dana setelah Perppu JPSK itu ditolak, tetapi penyuntikan sebelumnya juga patut dipertanyakan. Karena berkaitan dengan fulus negara, maka Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bailout Bank Century sudah sesuai dengan hukum.
"Misalkan ada perppu perang, apakah perppu itu dinilai cacat, sementara perang sendiri sudah berlalu? Pemberian bailout Bank Century setelah Perppu JPSK ditolak, juga sah, karena penyelamatan sesuai UU LPS," katanya.
Rahasia senyum dua legislator dan rahasia senyum dari Menkeu. Keduanya mengejar asa untuk menjadi etis, artinya melaksanakan nilai-nilai tanggungjawab publik. Masih boleh tersenyum?
Silakan, karena tanggungjawab tampil sebagai sisi lain dari kebebasan manusia individu. Siapa bertanggungjawab atas apa dan bagaimana, ini diktum rahasia senyum ketika publik membaca secara kritis kasus Bank Century.
Jangan dulu tersenyum, kata filsuf Kierkegaard. Pemikir asal Denmark ini melihat sangat sedikit jumlah orang yang bersungguh-sungguh mencari dan menemukan jati dirinya.
Kebanyakan dari mereka hanya menerima opini massa secara pasif dan sebagian besar tindakan mereka hanya mengekor kepada kebiasaan, tanpa berani mengambil jarak dan menempuh sikap kritis. Evolusi senyum dan evolusi menuju manusia kritis. Inilah diktum manusia kontemporer.
Bukankah publik boleh lega tersenyum, karena Kejaksaan Agung memantau perkembangan dugaan pelanggaran hukum dalam kasus Bank Century. Jaksa Agung, Hendarman Supandji menyatakan Kejagung siap menangani perkara tersebut kalau diberi kepercayaan.
"Seandainya di situ ada tindak pidana korupsi, kejaksaan siap kalau diserahkan (penyidikan)," katanya. Evolusi senyum telah dilayangkan kejagung.
Senyum, karena ini kasus jenaka yang mengaitkan fulus dan si fulan. Bagaimana tidak? Hendarman mengaku sampai sekarang tidak habis pikir, bagaimana bisa uang triliunan Bank Century itu bisa ke luar negeri. "Apa ditenteng? (uangnya). Tapi yang jelas harus diketahui asal usulnya uang kejahatan itu, ini yang perlu diklarifikasi," katanya.
Pesannya: jika Anda tidak ingin mati angin, tebarkan sejuta senyum, maka tiga kata sarat rahasia terjawab, yakni memilih, memutuskan dan menghidupi keputusan.
Ketika mencerna kasus Bank Century, ketika mengulum rahasia senyum, berapa banyak orang yang telah kehilangan nyali untuk memilih, memutuskan dan menghidupi keputusan? Berapa banyak orang yang tidak mau berkomitmen pada dirinya sendiri? Berapa banyak orang yang memilih tampil dalam kesemuan dan merasa aman dengan mengenakan topeng?
Dalam evolusi senyum, dalam senyum semu, ternyata Bank Century yang diselamatkan pemerintah pada 21 November 2008 merugi Rp9,15 triliun. Harian Media Indonesia menulis, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR mengungkapkan kerugian Bank Century RP9,15 triliun itu hingga 20 November 2008. Boleh tersenyum?
Silakan senyum, karena Ketua Badan Pengawas Keuangan (BPK) Anwar Nasution menargetkan penyelesaian audit Bank Century sebelum idulfitri. "Kita harapkan sebelum Lebaran, karena ini sudah menjadi perhatian masyarakat luas. Dua lembaga DPR dan BPK saya minta jangan tidur sampai sahur," katanya. Sekali lagi, silakan senyum, sebelum senyum itu terlarang.
Kalau filsuf Elias Canetti berujar, uang dapat menjinakkan tubuh, apakah senyum dapat menjinakkan tubuh? Buktinya, tubuh yang semula ingin membangkang terhadap komando, begitu uang datang, maka tubuh serta merta jadi jinak. Habis uang, terbitlah senyum. Karena itu, jangan senyum, sebelum senyum! (*)
Kasus Century, Jangan Senyum Sebelum Senyum
7 September 2009 18:25 WIB
Oleh Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009
Tags: