Teknologi Taro, inovasi Balitbangtan antisipasi hama tungro
5 Juni 2020 17:24 WIB
Padi varietas Inpari 36 Lanrang hasil inovasi Badan Litbang Pertanian yang tahan terhadap hama tungro pada lahan persawahan di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. ANTARA/Dokumentasi Balitbangtan Kementan
Jakarta (ANTARA) - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian menyiapkan inovasi teknologi Taro atau Tahan Tungro sebagai upaya mengantisipasi serangan hama tungro pada tanaman padi.
Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry mengatakan, paket teknologi Taro yakni teknologi tahan tungro termasuk padi varietas unggul seperti varietas Inpari 36 Lanrang dan Inpari 37 Lanrang yang dapat meminimalisasi serangan tungro pada daerah endemi tungro.
"Teknologi sudah ada, varietas tahan tungro sudah ada, kalau masih ada serangan tungro yang diakibatkan penggunaan varietas lama, artinya perlu perhatian dan peran pemerintah daerah agar dapat memfasilitasi tersedianya benih serta teknologi Taro pada daerah tersebut," katanya di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Family farming, inovasi Balitbangtan wujudkan ketahanan pangan
Salah satu teknologi Taro yakni varietas padi Inpari 36 Lanrang yang dilepas pada 2015 selain tahan terhadap tungro varian 073, juga tahan penyakit blas ras 033 dan ras 073.
Varietas Inpari 36 Lanrang nasinya bertekstur pulen dengan potensi hasilnya bisa mencapai 10,0 ton/ha GKG dengan rata-rata hasil 6,7 ton/ha GKG serta rata-rata umur 114 hari setelah sebar.
Pada musim tanam yang lalu banyak tanaman padi di Kecamatan Kulawi yang merupakan salah satu kecamatan yang menjadi sentra penghasil padi di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, terserang penyakit tungro.
"Dampak nyata yang dirasakan petani yakni produktivitas padi menurun, bahkan ada petani yang mengalami gagal panen," ujar Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Lawua, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Piter Bottong.
Untuk mengantisipasi serangan tungro yang lebih luas, Balitbangtan melalui Loka Penelitian Penyakit Tungro (Lolittungro) memberikan bantuan benih padi varietas Inpari 36 Lanrang sebanyak 1,85 ton.
Benih padi tahan tungro diberikan langsung kepada empat kelompok tani di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, yaitu kelompok tani Cahaya Koe, Sinar Tani, Bintu Mope, dan Mekar Sejati.
"Varietas ini sangat bagus sehingga petani yang menanam varietas Inpari 36 Lanrang merasa puas atas performa padi tersebut. Berbeda dengan tanaman milik petani yang masih menggunakan varietas lainnya mulai mengalami kondisi daun padi yang menguning serta tanaman menjadi kerdil," ujar Piter.
Sementara itu, Kepala Lolittungro Fauziah T Ladja mengungkapkan bahwa yang menjadi penyebab serangan penyakit tungro di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, adalah penggunaan varietas lama secara terus-menerus oleh petani.
Ketahanan yang dimiliki oleh varietas padi yang lama sudah rentan terhadap dua virus tungro yaitu RTSV (rice tungro spherical virus) dan RTBV (rice tungro bacilliform virus).
Selain penggunaan varietas lama, petani juga tidak melakukan tanam serempak, menjadikan penyakit ini terus menerus menjalar dan menyerang pertanaman yang masih muda.
"Dengan tanam serempak akan memperpendek waktu keberadaan sumber inokulum atau waktu perkembangbiakannya, tanam serempak minimal dengan luasan 20 ha," katanya.
Baca juga: Peneliti Balitbangtan masuk 500 peneliti terbaik nasional
Baca juga: Tingkatkan produksi pangan, Balitbangtan siap optimalkan lahan gambut
Kepala Badan Litbang Pertanian Fadjry Djufry mengatakan, paket teknologi Taro yakni teknologi tahan tungro termasuk padi varietas unggul seperti varietas Inpari 36 Lanrang dan Inpari 37 Lanrang yang dapat meminimalisasi serangan tungro pada daerah endemi tungro.
"Teknologi sudah ada, varietas tahan tungro sudah ada, kalau masih ada serangan tungro yang diakibatkan penggunaan varietas lama, artinya perlu perhatian dan peran pemerintah daerah agar dapat memfasilitasi tersedianya benih serta teknologi Taro pada daerah tersebut," katanya di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Family farming, inovasi Balitbangtan wujudkan ketahanan pangan
Salah satu teknologi Taro yakni varietas padi Inpari 36 Lanrang yang dilepas pada 2015 selain tahan terhadap tungro varian 073, juga tahan penyakit blas ras 033 dan ras 073.
Varietas Inpari 36 Lanrang nasinya bertekstur pulen dengan potensi hasilnya bisa mencapai 10,0 ton/ha GKG dengan rata-rata hasil 6,7 ton/ha GKG serta rata-rata umur 114 hari setelah sebar.
Pada musim tanam yang lalu banyak tanaman padi di Kecamatan Kulawi yang merupakan salah satu kecamatan yang menjadi sentra penghasil padi di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, terserang penyakit tungro.
"Dampak nyata yang dirasakan petani yakni produktivitas padi menurun, bahkan ada petani yang mengalami gagal panen," ujar Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Lawua, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Piter Bottong.
Untuk mengantisipasi serangan tungro yang lebih luas, Balitbangtan melalui Loka Penelitian Penyakit Tungro (Lolittungro) memberikan bantuan benih padi varietas Inpari 36 Lanrang sebanyak 1,85 ton.
Benih padi tahan tungro diberikan langsung kepada empat kelompok tani di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, yaitu kelompok tani Cahaya Koe, Sinar Tani, Bintu Mope, dan Mekar Sejati.
"Varietas ini sangat bagus sehingga petani yang menanam varietas Inpari 36 Lanrang merasa puas atas performa padi tersebut. Berbeda dengan tanaman milik petani yang masih menggunakan varietas lainnya mulai mengalami kondisi daun padi yang menguning serta tanaman menjadi kerdil," ujar Piter.
Sementara itu, Kepala Lolittungro Fauziah T Ladja mengungkapkan bahwa yang menjadi penyebab serangan penyakit tungro di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, adalah penggunaan varietas lama secara terus-menerus oleh petani.
Ketahanan yang dimiliki oleh varietas padi yang lama sudah rentan terhadap dua virus tungro yaitu RTSV (rice tungro spherical virus) dan RTBV (rice tungro bacilliform virus).
Selain penggunaan varietas lama, petani juga tidak melakukan tanam serempak, menjadikan penyakit ini terus menerus menjalar dan menyerang pertanaman yang masih muda.
"Dengan tanam serempak akan memperpendek waktu keberadaan sumber inokulum atau waktu perkembangbiakannya, tanam serempak minimal dengan luasan 20 ha," katanya.
Baca juga: Peneliti Balitbangtan masuk 500 peneliti terbaik nasional
Baca juga: Tingkatkan produksi pangan, Balitbangtan siap optimalkan lahan gambut
Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: