Akademisi: Normal baru harus memperhatian perkembangan kasus
5 Juni 2020 14:15 WIB
Ilustrasi aktivitas perdagangan di pasar tradisional, di mana penjual dan pembeli sama-sama memakai masker sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran virus Corona. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Kupang (ANTARA) - Akademisi dari dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana di Kupang, Dr Pius Weraman MKes, mengatakan, penerapan normal baru di Nusa Tenggara Timur (NTT) harus memperhatikan perkembangan kasus.
"Kebijakan pemerintah daerah untuk menerapkan normal baru semestinya didasarkan kepada semua analisis perkembangan dari kasus Covid-19 setiap harinya. Jangan berdiskusi dengan membandingkan negara lain atau daerah lain karena karakteristik NTT berbeda dengan yang lain," kata dia, di Kupang, Jumat, (5/6).
Weraman yang juga ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Cabang NTT mengemukakan hal itu, ketika dimintai pendapat seputar rencana pemerintah Provinsi NTT, menerapkan normal baru mulai 15 Juni 2020.
Baca juga: Peneliti UGM minta skenario normal baru tidak tergesa diterapkan
"Menurut pendapat saya sebagai ahli epidemiologi, ada dua sisi yang perlu diperhatikan dalam penerapan normal baru yakni sisi pemerintah dan masyarakat.
Dari sisi pemerintah, penerapan normal baru mestinya harus didasarkan kepada semua analisis perkembangan dari kasus setiap hari," katanya.
Ia mengatakan, dari laporan Gugus Tugas Covid-19 Provinsi NTT bahwa peningkatan kasus yang semakin banyak setiap hari dengan penambahan kasus baru 3-4 kasus.
Dengan ada peningkatan kasus ini maka perlu waspada karena secara epidemiologi perkembangan kasus ini, ketika dihitung dengan kontak antarkasus konfirmasi dengan orang lain yaitu Ro:3 (melahirkan baru) jauh di atas nasional saat ini 2,5.
Baca juga: Normal baru, KSP: Indonesia bisa belajar pengalaman tiga negara
Artinya, setiap kasus akan melahirkan kasus baru kelipatan tiga lebih tinggi dari pada kasus nasional, sehingga jika diberlakukan situasi normal seperti sediakala kemungikinan akan bersiko terhadap semua aspek, katanya menjelaskan.
Menurut dia, pemerintah perlu memikirkan upaya pencegahan dengan penggunaan protokol kesehatan yang lebih diperketat.
"Jangan berdiskusi dengan membandingkan negara lain atau daerah lain karena karakteristik wilayah NTT berbada dengan yang lain, dan juga harus ada pembeda antara kasus konfirmasi dengan transmisi setempat, di antaranya Kupang, TTS, Manggarai Barat, dengan daerah lain," katanya.
Baca juga: Waktu terbaik minum jamu di masa normal baru
"Kebijakan pemerintah daerah untuk menerapkan normal baru semestinya didasarkan kepada semua analisis perkembangan dari kasus Covid-19 setiap harinya. Jangan berdiskusi dengan membandingkan negara lain atau daerah lain karena karakteristik NTT berbeda dengan yang lain," kata dia, di Kupang, Jumat, (5/6).
Weraman yang juga ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Cabang NTT mengemukakan hal itu, ketika dimintai pendapat seputar rencana pemerintah Provinsi NTT, menerapkan normal baru mulai 15 Juni 2020.
Baca juga: Peneliti UGM minta skenario normal baru tidak tergesa diterapkan
"Menurut pendapat saya sebagai ahli epidemiologi, ada dua sisi yang perlu diperhatikan dalam penerapan normal baru yakni sisi pemerintah dan masyarakat.
Dari sisi pemerintah, penerapan normal baru mestinya harus didasarkan kepada semua analisis perkembangan dari kasus setiap hari," katanya.
Ia mengatakan, dari laporan Gugus Tugas Covid-19 Provinsi NTT bahwa peningkatan kasus yang semakin banyak setiap hari dengan penambahan kasus baru 3-4 kasus.
Dengan ada peningkatan kasus ini maka perlu waspada karena secara epidemiologi perkembangan kasus ini, ketika dihitung dengan kontak antarkasus konfirmasi dengan orang lain yaitu Ro:3 (melahirkan baru) jauh di atas nasional saat ini 2,5.
Baca juga: Normal baru, KSP: Indonesia bisa belajar pengalaman tiga negara
Artinya, setiap kasus akan melahirkan kasus baru kelipatan tiga lebih tinggi dari pada kasus nasional, sehingga jika diberlakukan situasi normal seperti sediakala kemungikinan akan bersiko terhadap semua aspek, katanya menjelaskan.
Menurut dia, pemerintah perlu memikirkan upaya pencegahan dengan penggunaan protokol kesehatan yang lebih diperketat.
"Jangan berdiskusi dengan membandingkan negara lain atau daerah lain karena karakteristik wilayah NTT berbada dengan yang lain, dan juga harus ada pembeda antara kasus konfirmasi dengan transmisi setempat, di antaranya Kupang, TTS, Manggarai Barat, dengan daerah lain," katanya.
Baca juga: Waktu terbaik minum jamu di masa normal baru
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020
Tags: