Warga Palestina tolak bayar pajak ke Israel protes aneksasi Tepi Barat
4 Juni 2020 21:21 WIB
Mesin berat Israel merobohkan bangunan perumahan dan restoran Palestina dimana sang pemilik gedung mendapat pemberitahuan oleh aparat keamanan Israel bahwa mereka tidak memilik izin membangun, di Beit Jala di wilayah pendudukan Tepi Barat, Senin (26/8/2019). (REUTERS/MUSSA ISSA QAWASMA)
Ramallah (ANTARA) - Rakyat Palestina pada Rabu (3/6) menolak membayar pajak yang dikumpulkan oleh otoritas Israel sebagai wujud protes terhadap rencana negara itu menduduki paksa/aneksasi wilayah Tepi Barat mulai bulan ini.
Pungutan pajak dari warga Palestina dikelola oleh Israel sebagaimana diatur perjanjian pada 1990-an. Uang pajak itu mencapai jumlah lebih dari setengah pendapatan Palestina.
Akan tetapi, warga selama beberapa bulan pada tahun lalu menolak membayar pajak setelah Israel mengurangi uang yang diserahkan ke Palestina. Aksi itu dilakukan Israel guna membalas warga Palestina karena masih membiayai keluarga mereka yang ditahan dan para pejuang yang tewas dalam pertempuran.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan perjanjian bilateral batal setelah Benjamin Netanyahu kembali menjabat sebagai perdana menteri bulan lalu dan ia langsung berencana menduduki paksa pemukiman umat Yahudi di Tepi Barat serta Lembah Yordania.
Baca juga: Khamenei kecam Israel sebagai "tumor" yang harus dimusnahkan
Baca juga: Indonesia terus dukung Palestina di tengah pandemi COVID-19
Juru bicara Pemerintah Palestina, Ibrahim Melhem, lewat pernyataan tertulisnya mengatakan pihaknya menolak membayar pajak pada Mei "guna mematuhi keputusan pimpinan untuk menghentikan seluruh koordinasi dengan Israel".
Kementerian Keuangan Israel menolak berkomentar.
Sampai saat ini belum jelas bagaimana Palestina akan bertahan, mengingat perekonomiannya terdampak parah oleh COVID-19. Pasalnya, langkahnya itu menyebabkan Palestina berisiko kehilangan pendapatan sebesar 190 juta dolar AS (sekitar Rp2,68 triliun) dari pajak yang dipungut Israel tiap bulannya.
Abbas sebelumnya mengatakan aparat keamanan Palestina akan berhenti membantu Israel memerangi aksi kekerasan di Tepi Barat. Palestina masih berusaha menghimpun dukungan internasional untuk diakui sebagai negara dengan wilayah yang mencakup Tepi Barat dan daerah lainnya.
Perundingan damai Abbas dan Israel terhenti pada 2014 dan perdana menteri Palestina itu memboikot pemerintahan Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden Donald Trump karena pandangannya yang bias.
Israel dan AS tampaknya sengaja membiarkan Palestina terombang-ambing daripada menyerahkan Tepi Barat yang dihuni rakyat Palestina ke kekuasaan penuh Israel.
Sumber: Reuters
Baca juga: Polisi Israel tembak mati warga Palestina di Yerusalem
Baca juga: Indonesia minta Israel hentikan aneksasi Tepi Barat, Palestina
Pungutan pajak dari warga Palestina dikelola oleh Israel sebagaimana diatur perjanjian pada 1990-an. Uang pajak itu mencapai jumlah lebih dari setengah pendapatan Palestina.
Akan tetapi, warga selama beberapa bulan pada tahun lalu menolak membayar pajak setelah Israel mengurangi uang yang diserahkan ke Palestina. Aksi itu dilakukan Israel guna membalas warga Palestina karena masih membiayai keluarga mereka yang ditahan dan para pejuang yang tewas dalam pertempuran.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan perjanjian bilateral batal setelah Benjamin Netanyahu kembali menjabat sebagai perdana menteri bulan lalu dan ia langsung berencana menduduki paksa pemukiman umat Yahudi di Tepi Barat serta Lembah Yordania.
Baca juga: Khamenei kecam Israel sebagai "tumor" yang harus dimusnahkan
Baca juga: Indonesia terus dukung Palestina di tengah pandemi COVID-19
Juru bicara Pemerintah Palestina, Ibrahim Melhem, lewat pernyataan tertulisnya mengatakan pihaknya menolak membayar pajak pada Mei "guna mematuhi keputusan pimpinan untuk menghentikan seluruh koordinasi dengan Israel".
Kementerian Keuangan Israel menolak berkomentar.
Sampai saat ini belum jelas bagaimana Palestina akan bertahan, mengingat perekonomiannya terdampak parah oleh COVID-19. Pasalnya, langkahnya itu menyebabkan Palestina berisiko kehilangan pendapatan sebesar 190 juta dolar AS (sekitar Rp2,68 triliun) dari pajak yang dipungut Israel tiap bulannya.
Abbas sebelumnya mengatakan aparat keamanan Palestina akan berhenti membantu Israel memerangi aksi kekerasan di Tepi Barat. Palestina masih berusaha menghimpun dukungan internasional untuk diakui sebagai negara dengan wilayah yang mencakup Tepi Barat dan daerah lainnya.
Perundingan damai Abbas dan Israel terhenti pada 2014 dan perdana menteri Palestina itu memboikot pemerintahan Amerika Serikat di bawah pimpinan Presiden Donald Trump karena pandangannya yang bias.
Israel dan AS tampaknya sengaja membiarkan Palestina terombang-ambing daripada menyerahkan Tepi Barat yang dihuni rakyat Palestina ke kekuasaan penuh Israel.
Sumber: Reuters
Baca juga: Polisi Israel tembak mati warga Palestina di Yerusalem
Baca juga: Indonesia minta Israel hentikan aneksasi Tepi Barat, Palestina
Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: