Kajati Aceh: Pengusutan korupsi keramba apung terkendala audit BPK
4 Juni 2020 18:38 WIB
Kejati Aceh memperlihatkan uang sejumlah Rp36,2 miliar yang disita dari PT Perikanan Nusantara di Kejati Aceh, Juli 2019. Uang tersebut disita terkait dugaan korupsi pengadaan keramba ikan jaring apung di Pulau Weh, Sabang. Antara Aceh/M Haris SA
Banda Aceh (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Muhammad Yusuf mengatakan pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan jaring apung di Kementerian Kelautan Perikanan dengan nilai Rp45,5 miliar masih terkendala dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Audit tersebut untuk mengetahui berapa kerugian negara yang terjadi dalam pengadaan keramba jaring apung tersebut," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Muhammad Yusuf di Banda Aceh, Kamis.
Kasus dugaan korupsi pengadaan keramba jaring apung di Pulau Weh, Kota Sabang, yang dibiayai APBN 2017, itu ditangani sejak 2018. Dan pengusutan kasus ditingkatkan ke penyidikan pada 2019.
Baca juga: Kejati Aceh tunggu hasil audit kerugian negara kasus korupsi KKP
Dalam kasus tersebut, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh seorang tersangka atas nama Dendi yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Perikanan Nusantara, perusahaan pemenang proyek pengadaan keramba jaring apung.
Mantan Wakil Kajati Aceh itu mengatakan pihaknya akan segera menyampaikan kendala audit kerugian negara kepada BPK di Aceh termasuk BPK RI di Jakarta.
"Kami akan sampai ini ke BPK, sehingga kasus ini bisa segera dilimpahkan ke pengadilan. Mudah-mudahan, kasus ini selesai saat menjabat Kajati Aceh," kata Muhammad Yusuf.
Kejati Aceh mulai menyelidiki dugaan korupsi pengadaan proyek percontohan budi daya ikan lepas pantai pada Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sejak 2018.
Proyek tersebut dilaksanakan pada 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan tersebut dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Baca juga: Gerak Aceh mendesak kejaksaan tuntaskan dugaan korupsi keramba ikan
Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.
Selain itu juga terdapat indikasi kelebihan bayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membayar 89 persen dari seharusnya 75 persen pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp40,8 miliar lebih dari nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Dalam kasus ini, tim penyidik Kejati Aceh menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, dan pipa pakan.
Serta, satu set sistem kamera pemantau, satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berada di beberapa tempat di Pulau Weh, Kota Sabang.
Selain menyita aset, tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.
Baca juga: Kejati Aceh bidik calon tersangka lain terkait korupsi Rp45,5 miliar
"Audit tersebut untuk mengetahui berapa kerugian negara yang terjadi dalam pengadaan keramba jaring apung tersebut," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Muhammad Yusuf di Banda Aceh, Kamis.
Kasus dugaan korupsi pengadaan keramba jaring apung di Pulau Weh, Kota Sabang, yang dibiayai APBN 2017, itu ditangani sejak 2018. Dan pengusutan kasus ditingkatkan ke penyidikan pada 2019.
Baca juga: Kejati Aceh tunggu hasil audit kerugian negara kasus korupsi KKP
Dalam kasus tersebut, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh seorang tersangka atas nama Dendi yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Perikanan Nusantara, perusahaan pemenang proyek pengadaan keramba jaring apung.
Mantan Wakil Kajati Aceh itu mengatakan pihaknya akan segera menyampaikan kendala audit kerugian negara kepada BPK di Aceh termasuk BPK RI di Jakarta.
"Kami akan sampai ini ke BPK, sehingga kasus ini bisa segera dilimpahkan ke pengadilan. Mudah-mudahan, kasus ini selesai saat menjabat Kajati Aceh," kata Muhammad Yusuf.
Kejati Aceh mulai menyelidiki dugaan korupsi pengadaan proyek percontohan budi daya ikan lepas pantai pada Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sejak 2018.
Proyek tersebut dilaksanakan pada 2017 dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan tersebut dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Baca juga: Gerak Aceh mendesak kejaksaan tuntaskan dugaan korupsi keramba ikan
Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.
Selain itu juga terdapat indikasi kelebihan bayar. Kementerian Kelautan dan Perikanan membayar 89 persen dari seharusnya 75 persen pekerjaan. Total yang dibayarkan Rp40,8 miliar lebih dari nilai kontrak Rp45,58 miliar.
Dalam kasus ini, tim penyidik Kejati Aceh menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, dan pipa pakan.
Serta, satu set sistem kamera pemantau, satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berada di beberapa tempat di Pulau Weh, Kota Sabang.
Selain menyita aset, tim penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh.
Baca juga: Kejati Aceh bidik calon tersangka lain terkait korupsi Rp45,5 miliar
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: