Mantan Dirut PTPN III divonis 5 tahun penjara, suap distribusi gula
3 Juni 2020 22:16 WIB
Terdakwa mantan Dirut PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Dolly Parlagutan Pulungan (kedua kiri) mengikuti sidang tuntutan secara virtual dalam kasus suap persetujuan kontrak jangka panjang atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/5/2020). (ANTARA/Indrianto Eko Suwarso/foc)
Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero) Dolly Parlagutan Pulungan divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan, karena dinilai terbukti menerima suap sebesar 345 ribu dolar Singapura (sekitar Rp3,55 miliar) dari Dirut PT Fajar Mulia Transindo Pieko Nyotosetiadi terkait distribusi gula.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Dolly Parlagutan Pulungan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim M Siradj dalam sidang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Persidangan dilangsungkan dengan cara "video conference". Majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta, sedangkan terdakwa Dolly dan sebagian pengacara berada di gedung KPK.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 12 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Dirut PTPN III OTT KPK, operasional perusahaan harus tetap berjalan
Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang menuntut agar Dolly divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya dan memiliki tanggungan keluarga," ujar hakim.
Majelis hakim juga menolak permintaan Dolly Parlagutan menjadi pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator/JC) seperti surat permohonan sebagai JC pada 22 Januari 2020.
Namun majelis hakim memerintahkan JPU untuk membuka blokir rekening Dolly yang tidak terkait dengan perkara.
Dalam perkara ini, Dolly dan Direktur Pemasaran PT PTPN III I Kadek Kertha Laksana telah memberikan persetujuan Long Term Contract (LTC) atau kontrak jangka panjang kepada Pieko dan advisor (penasihat) PT Citra Gemini Mulia atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia.
PTPN III (Persero) adalah BUMN Holding Perkebunan yang bergerak di bidang pengelolaan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Komoditas yang diusahakan adalah tebu, kelapa sawit, karet, teh, kopi, kakao, tembakau, aneka kayuan, buah-buahan dan aneka tanaman lainnya. Sebagai perusahaan induk (holding), PTPN III mempunyai anak perusahaan perkebunan yaitu PTPN I, II, IV sampai XIV.
Pada September 2018, I Kadek Kertha Laksana selaku Direktur Pemasaran PTPN III berinisiatif untuk membuat kebijakan sistem Long Term Contract (LTC) atau kontrak penjualan jangka panjang.
Kontrak ini mewajibkan pembelian gula melalui ikatan perjanjian dengan PTPN III, dengan harga yang akan ditentukan setiap bulan sesuai dengan jumlah pembelian. Kontrak itu juga untuk mencegah adanya permainan dari pembeli gula yang hanya membeli gula pada saat harga gula murah, dan tidak membeli gula saat harga gula mahal.
Rapat Dewan Direksi yang dipimpin Dolly Parlagutan lalu menyetujui usulan LTC tersebut dengan strategi pemasaran yang dikoordinir oleh PTPN III, dan salah satu produk utama adalah gula.
Baca juga: Kasus Korupsi PTPN III Terus Diusut
Seluruh persyaratan sistem penjualan LTC, hanya perusahaan Pieko, yaitu PT Fajar Mulia Transindo yang mampu memenuhi persyaratan ditetapkan karena perusahaan lain keberatan atas syarat yang ditetapkan PT PTPN III, terutama atas syarat diharuskan membeli gula di PTPN yang sudah ditentukan dan diharuskan membayar uang muka 40 persen dari harga gula yang ditawarkan.
Pada 23 Mei 2019 dilakukan penandatanganan kontrak antara Pieko dan Dirut PTPN III Dolly Parlagutan, kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Setor (SPS) dan Delivery Order (DO) oleh masing-masing PTPN, maka mulai Juni 2019 penjualan gula dengan mekanisme LTC periode I dilakukan PT Fajar Mulia Transindo sebesar 25 ribu ton dengan harga Rp10.500/kilogram.
Pada rapat 21 Juli 2019 di Hotel Sheraton Surabaya, Dolly Parlagutan selaku Dirut PTPN III mengarahkan pola pendanaan dan pembelian gula petani pada LTC dan spot periode II sejumlah 75 ribu ton, agar diserahkan kepada perusahaan Pieko yaitu PT Fajar Mulia Transindo dan PT Citra Gemini Mulia. Sedangkan, gula milik PT PTPN III sebanyak 25 ribu ton diserahkan penjualannya kepada PT KPBN.
Atas arahan Dolly tersebut, Pieko lalu membeli gula milik petani melalui PT Fajar Mulia Transindo sebesar 50 ribu ton, dan PT Citra Gemini Mulia sebesar 25 ribu ton masing-masing senilai Rp10.250/kg.
Pada Agustus 2019 penjualan gula dengan mekanisme LTC periode III kembali dilakukan Pieko melalui perusahaannya PT Fajar Mulia sebesar 25 ribu ton, dan PT Citra Gemini sebesar 50 ribu ton, dengan harga masing-masing Rp10.150/kg yang ditindaklanjuti dengan SPS dan DO dari masing-masing anak perusahaan PTPN III.
Setelah Pieko melakukan pembelian gula dengan sistem LTC periode I-III, pada 31 Agustus 2019, Pieko bertemu Dengan Dolly Parlagutan dan perwakilan asosiasi petani tebu Arum Sabil di Hotel Shangri-La Jakarta.
Pada pertemuan itu Arum Sabil meminta uang kepada Pieko untuk keperluan Dolly Parlagutan, dan Dolly juga mengatakan membutuhkan uang sebesar 250 ribu dolar AS.
Uang diberikan pada 2 September 2019 oleh Pimpinan Cabang PT Citra Gemini Mulia, Ramlin kepada I Kadek Kertha Laksana dalam bentuk mata uang asing, yaitu 345 ribu dolar Singapura di Kantor PT KPBN Menteng, Jakarta. Ramlin menyerahkan kepada Corry Lucia dan lalu menginformasikan kepada Edward Samantha.
Selanjutnya, seorang staf Frengky Pribadi mengambil uang 345 ribu dolar Singapura tersebut.
Pada pukul 19.22 WIB, petugas KPK mengamankan Kadek Kertha di ruangannya di PTPN III Gedung Agro Plaza, dan keesokan harinya pada 3 September 2019, Dolly Parlagutan menyerahkan diri ke kantor KPK, sedangkan Pieko ditangkap pada 4 September di Bandara Soekarno-Hatta.
Atas putusan tersebut, baik JPU KPK maupun Dolly menyatakan pikir-pikir.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Dolly Parlagutan Pulungan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim M Siradj dalam sidang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Persidangan dilangsungkan dengan cara "video conference". Majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta, sedangkan terdakwa Dolly dan sebagian pengacara berada di gedung KPK.
Vonis tersebut berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 12 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Dirut PTPN III OTT KPK, operasional perusahaan harus tetap berjalan
Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang menuntut agar Dolly divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya dan memiliki tanggungan keluarga," ujar hakim.
Majelis hakim juga menolak permintaan Dolly Parlagutan menjadi pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator/JC) seperti surat permohonan sebagai JC pada 22 Januari 2020.
Namun majelis hakim memerintahkan JPU untuk membuka blokir rekening Dolly yang tidak terkait dengan perkara.
Dalam perkara ini, Dolly dan Direktur Pemasaran PT PTPN III I Kadek Kertha Laksana telah memberikan persetujuan Long Term Contract (LTC) atau kontrak jangka panjang kepada Pieko dan advisor (penasihat) PT Citra Gemini Mulia atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia.
PTPN III (Persero) adalah BUMN Holding Perkebunan yang bergerak di bidang pengelolaan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Komoditas yang diusahakan adalah tebu, kelapa sawit, karet, teh, kopi, kakao, tembakau, aneka kayuan, buah-buahan dan aneka tanaman lainnya. Sebagai perusahaan induk (holding), PTPN III mempunyai anak perusahaan perkebunan yaitu PTPN I, II, IV sampai XIV.
Pada September 2018, I Kadek Kertha Laksana selaku Direktur Pemasaran PTPN III berinisiatif untuk membuat kebijakan sistem Long Term Contract (LTC) atau kontrak penjualan jangka panjang.
Kontrak ini mewajibkan pembelian gula melalui ikatan perjanjian dengan PTPN III, dengan harga yang akan ditentukan setiap bulan sesuai dengan jumlah pembelian. Kontrak itu juga untuk mencegah adanya permainan dari pembeli gula yang hanya membeli gula pada saat harga gula murah, dan tidak membeli gula saat harga gula mahal.
Rapat Dewan Direksi yang dipimpin Dolly Parlagutan lalu menyetujui usulan LTC tersebut dengan strategi pemasaran yang dikoordinir oleh PTPN III, dan salah satu produk utama adalah gula.
Baca juga: Kasus Korupsi PTPN III Terus Diusut
Seluruh persyaratan sistem penjualan LTC, hanya perusahaan Pieko, yaitu PT Fajar Mulia Transindo yang mampu memenuhi persyaratan ditetapkan karena perusahaan lain keberatan atas syarat yang ditetapkan PT PTPN III, terutama atas syarat diharuskan membeli gula di PTPN yang sudah ditentukan dan diharuskan membayar uang muka 40 persen dari harga gula yang ditawarkan.
Pada 23 Mei 2019 dilakukan penandatanganan kontrak antara Pieko dan Dirut PTPN III Dolly Parlagutan, kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Setor (SPS) dan Delivery Order (DO) oleh masing-masing PTPN, maka mulai Juni 2019 penjualan gula dengan mekanisme LTC periode I dilakukan PT Fajar Mulia Transindo sebesar 25 ribu ton dengan harga Rp10.500/kilogram.
Pada rapat 21 Juli 2019 di Hotel Sheraton Surabaya, Dolly Parlagutan selaku Dirut PTPN III mengarahkan pola pendanaan dan pembelian gula petani pada LTC dan spot periode II sejumlah 75 ribu ton, agar diserahkan kepada perusahaan Pieko yaitu PT Fajar Mulia Transindo dan PT Citra Gemini Mulia. Sedangkan, gula milik PT PTPN III sebanyak 25 ribu ton diserahkan penjualannya kepada PT KPBN.
Atas arahan Dolly tersebut, Pieko lalu membeli gula milik petani melalui PT Fajar Mulia Transindo sebesar 50 ribu ton, dan PT Citra Gemini Mulia sebesar 25 ribu ton masing-masing senilai Rp10.250/kg.
Pada Agustus 2019 penjualan gula dengan mekanisme LTC periode III kembali dilakukan Pieko melalui perusahaannya PT Fajar Mulia sebesar 25 ribu ton, dan PT Citra Gemini sebesar 50 ribu ton, dengan harga masing-masing Rp10.150/kg yang ditindaklanjuti dengan SPS dan DO dari masing-masing anak perusahaan PTPN III.
Setelah Pieko melakukan pembelian gula dengan sistem LTC periode I-III, pada 31 Agustus 2019, Pieko bertemu Dengan Dolly Parlagutan dan perwakilan asosiasi petani tebu Arum Sabil di Hotel Shangri-La Jakarta.
Pada pertemuan itu Arum Sabil meminta uang kepada Pieko untuk keperluan Dolly Parlagutan, dan Dolly juga mengatakan membutuhkan uang sebesar 250 ribu dolar AS.
Uang diberikan pada 2 September 2019 oleh Pimpinan Cabang PT Citra Gemini Mulia, Ramlin kepada I Kadek Kertha Laksana dalam bentuk mata uang asing, yaitu 345 ribu dolar Singapura di Kantor PT KPBN Menteng, Jakarta. Ramlin menyerahkan kepada Corry Lucia dan lalu menginformasikan kepada Edward Samantha.
Selanjutnya, seorang staf Frengky Pribadi mengambil uang 345 ribu dolar Singapura tersebut.
Pada pukul 19.22 WIB, petugas KPK mengamankan Kadek Kertha di ruangannya di PTPN III Gedung Agro Plaza, dan keesokan harinya pada 3 September 2019, Dolly Parlagutan menyerahkan diri ke kantor KPK, sedangkan Pieko ditangkap pada 4 September di Bandara Soekarno-Hatta.
Atas putusan tersebut, baik JPU KPK maupun Dolly menyatakan pikir-pikir.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020
Tags: