KLHK: Penurunan kesejahteraan warga tingkatkan potensi karhutla
3 Juni 2020 18:46 WIB
Tangkapan layar Dirjen PPI KLHK Ruandha Agung Sugadirman dalam diskusi Pojok Iklim KLHK di Jakarta, Rabu (3/6/2020). (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengalami beberapa tantangan dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dalam masa pandemi, termasuk peningkatan potensi karena adanya penurunan kesejahteraan masyarakat akibat pandemi COVID-19.
"Peningkatan potensi karhutla karena ada beberapa wilayah ada penurunan kesejahteraan masyarakat, kemudian PHK (pemutusan hubungan kerja) dan ini menjadi potensi yang perlu diperhatikan," kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Ruandha Agung Sugadirman, dalam diskusi online Pojok Iklim di Jakarta, Rabu.
Selain itu, kata dia, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan oleh beberapa daerah juga menjadi tantangan bagi ruang gerak operasional KLHK di lapangan. Tidak hanya itu, fokus akan Satgas Karthula juga terpecah karena meningkatnya intensitas wabah COVID-19 di daerah-daerah rawan.
Dalam penanggulangan, tantangan juga terjadi dengan adanya ancaman kesehatan bagi petugas yang bergerak di lapangan akibat COVID-19 selain karena terjadi pengalihan fokus anggaran KLHK, termasuk untuk anggaran pengendalian karhutla.
Baca juga: Wamen LHK sarankan pelaku pembakaran ikut dilibatkan padamkan karhutla
Baca juga: Dua ada di Riau, BMKG deteksi ada 16 titik panas di Pulau Sumatera
Untuk mengatasi hal itu, Ruandha menyatakan akan melakukan pemantauan lebih ketat terutama di tujuh daerah fokus penanggulangan karhutla yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Selain itu, Dirjen PPI juga menegaskan bahwa anggaran pengendalian karhutla tetap menjadi prioritas kementerian meski terjadi pengalihan anggaran.
Pemerintah, kata dia, juga akan melakukan pengawasan lebih intensif terhadap pelaku usaha di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan serta pertambangan.
Dampak COVID-19 terhadap sektor kehutanan juga diakui oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo yang menyebut sektor industri kehutanan memperkerjakan hampir 900.000 orang.
"Kalau sampai Juli kita masih berat, ini berat juga. Sampai sekarang bertahan jangan ada PHK tapi kita sekarang harus bekerja keras," kata pria yang pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman 2014-2015 itu.*
Baca juga: Rekayasa hujan untuk basahi gambut Riau di Hari Raya
Baca juga: Bencana alam periode Januari - Mei 2020 di Sumsel meningkat
"Peningkatan potensi karhutla karena ada beberapa wilayah ada penurunan kesejahteraan masyarakat, kemudian PHK (pemutusan hubungan kerja) dan ini menjadi potensi yang perlu diperhatikan," kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Ruandha Agung Sugadirman, dalam diskusi online Pojok Iklim di Jakarta, Rabu.
Selain itu, kata dia, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan oleh beberapa daerah juga menjadi tantangan bagi ruang gerak operasional KLHK di lapangan. Tidak hanya itu, fokus akan Satgas Karthula juga terpecah karena meningkatnya intensitas wabah COVID-19 di daerah-daerah rawan.
Dalam penanggulangan, tantangan juga terjadi dengan adanya ancaman kesehatan bagi petugas yang bergerak di lapangan akibat COVID-19 selain karena terjadi pengalihan fokus anggaran KLHK, termasuk untuk anggaran pengendalian karhutla.
Baca juga: Wamen LHK sarankan pelaku pembakaran ikut dilibatkan padamkan karhutla
Baca juga: Dua ada di Riau, BMKG deteksi ada 16 titik panas di Pulau Sumatera
Untuk mengatasi hal itu, Ruandha menyatakan akan melakukan pemantauan lebih ketat terutama di tujuh daerah fokus penanggulangan karhutla yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
Selain itu, Dirjen PPI juga menegaskan bahwa anggaran pengendalian karhutla tetap menjadi prioritas kementerian meski terjadi pengalihan anggaran.
Pemerintah, kata dia, juga akan melakukan pengawasan lebih intensif terhadap pelaku usaha di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan serta pertambangan.
Dampak COVID-19 terhadap sektor kehutanan juga diakui oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo yang menyebut sektor industri kehutanan memperkerjakan hampir 900.000 orang.
"Kalau sampai Juli kita masih berat, ini berat juga. Sampai sekarang bertahan jangan ada PHK tapi kita sekarang harus bekerja keras," kata pria yang pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman 2014-2015 itu.*
Baca juga: Rekayasa hujan untuk basahi gambut Riau di Hari Raya
Baca juga: Bencana alam periode Januari - Mei 2020 di Sumsel meningkat
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: