Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang terjadi secara global telah mengubah keadaan dunia. Jika biasanya masyarakat bebas melakukan aktivitas di luar rumah, berbelanja ke pasar, pergi ke sekolah dan lain sebagainya, maka saat ini hal itu tidak dapat lagi dilakukan.
Untuk mengatasinya, bahkan para ilmuwan berlomba-lomba berupaya menemukan vaksin yang mampu mengobati penyakit tersebut. Faktanya, hingga saat ini belum ada satu pun negara yang dapat menemukan vaksin tersebut guna mengobati penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu. Kondisi itu pulalah yang terjadi di Indonesia.
Pada saat bersamaan, jumlah korban terus berjatuhan dimana-mana. Termasuk juga peningkatan angka kematian. Meskipun demikian, total pasien yang sembuh juga terus bertambah walaupun masih belum signifikan jika dibandingkan dengan penambahan kasus baru.
Hingga Selasa (2/5) pukul 12.00 WIB saja jumlah pasien yang terkonfirmasi positif bertambah 609 orang sehingga jika ditotal secara nasional saat ini terdapat 27.549 jiwa mengidap COVID-19 dan angka ini tersebar di berbagai daerah Tanah Air.
Pada permulaan virus corona menyerang Ibu Pertiwi dan pertengahan Maret 2020 Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah sudah menyiapkan dua jenis obat yaitu avigan dan klorokuin fosfat untuk kesembuhan pasien COVID-19.
Namun, hingga kini kiranya melawan musuh tak kasat mata itu belum mampu membuahkan hasil maksimal sebagaimana diharapkan semua orang. Tidak berputus asa, pemerintah terus berupaya agar penderita virus yang pertama kali ditemukan di China itu bisa disembuhkan.
Pada keadaan yang mutakhir berdasarkan penelitian diketahui bahwa plasma darah orang yang sudah sembuh dari COVID-19 atau disebut penyintas dapat membantu upaya penyembuhan pasien yang sedang dirawat. Donor plasma darah tersebut diharapkan bisa menjadi sebuah harapan bagi para pasien untuk kesembuhannya.
Baca juga: Penelitian di AS ungkap plasma eks pasien ringankan gejala COVID-19
Baca juga: Lima pasien sembuh dari COVID-19 donorkan plasma darah ke PMI
Salah seorang "pahlawan" donor plasma darah ialah Rilsan Malkhi Pandapotan Sidauruk (27) seorang penyintas COVID-19. Berawal dari perbincangan ringannya dengan tenaga medis di RSPAD Gatot Soebroto, Rilsan tanpa sengaja bertemu dengan Wakil Kepala RSPAD Brigjen Albertus Budi Sulistya.
Pada saat itu, Rilsan baru beberapa hari keluar dari RSPAD usai dinyatakan sembuh oleh pihak rumah sakit. Pada kesempatan itu, Brigjen Albertus Budi Sulistya mengajak Rilsan untuk mendonorkan plasma darahnya guna membantu pasien COVID-19 yang sedang dirawat.
"Nanti kamu harus donor darah ya, kamu donor plasma darah," kata dia menirukan apa yang diucapkan Brigjen Budi kala itu.
Mendengar ajakan tersebut, awalnya Rilsan mengaku sedikit kaget dan bingung karena tidak pernah membayangkan akan melakukan donor plasma darah sebelumnya, apalagi usai dirinya sembuh dari penyakit yang dideritanya.
Ia mendapatkan penjelasan panjang lebar dari pimpinan rumah sakit saat itu. Termasuk pula manfaat dari donor plasma darah baik bagi pasien penderita COVID-19, rumah sakit maupun para penyintas. Barulah berawal dari titik itu, ia percaya diri untuk menjadi salah seorang pendonor.
Apalagi kala itu, ia merasa sudah dalam kondisi sehat sehingga tidak canggung lagi untuk melakukan donor darah sebagaimana permintaan Brigjen Budi. Pada kesempatan yang sama, pihak rumah sakit berencana menjadwalkan waktu untuk kegiatan donor plasma tersebut.
Namun, mungkin karena pihak rumah sakit sibuk atau lupa, Rilsan tak kunjung diberitahu oleh pihak RSPAD. Tak puas hanya sekadar menunggu, akhirnya ia berinisiatif menjadwalkan sendiri waktu untuk melakukan donor. Tepatnya pada 7 Mei, pria yang berdomisili di Cengkareng Jakarta Barat itu melakukan donor plasma sebanyak 600 cc.
Proses donor plasma darah di RSPAD yang dijalani Rilsan tersebut setidaknya membutuhkan waktu hingga dua jam. Hal itu juga tergantung dari kondisi pembuluh darah pendonor.
Secara pribadi, nuraninya tergerak karena melihat cukup banyak orang-orang yang berjuang melawan COVID-19 dan membutuhkan plasma darah. Apalagi setelah mendapat penjelasan dari RSPAD bahwa plasma darah mengandung antibodi yang bisa membantu penyembuhan pasien COVID-19.
"Kalau bisa membantu menyelamatkan nyawa orang, jujur saya senang," katanya.
Bagi pria berdarah Batak itu, bila cara tersebut untuk sementara waktu bisa membantu proses penyembuhan pasien COVID-19, maka tidak ada salahnya mendonorkan plasma darah ke rumah sakit. Sehingga langkah tersebut secara langsung telah membantu menyelamatkan orang-orang yang sedang berjuang di ruang isolasi bertekanan negatif.
Setelah mendonorkan plasma darahnya, Rilsan mengaku berat badannya sedikit berkurang meskipun belum bisa disimpulkan secara pasti apakah hal itu merupakan pengaruh usai donor atau ada faktor lainnya.
"Berat badan berkurang sedikit setengah kiloan lah," kata salah satu alumni Institut Pertanian Bogor tersebut sambil tertawa.
Meskipun demikian, Rilsan mengatakan dampak dari donor plasma darah secara langsung pada hakikatnya tidak seberat usai melakukan donor darah biasa. Bahkan, setelah dirinya melakukan donor plasma, ia langsung bisa mengemudikan mobil serta beraktivitas lainnya.
I See You
Pertama kali mengetahui dirinya positif COVID-19, Rilsan menyadari akan terasing dari orang-orang tercinta sebab harus menjalani isolasi di rumah sakit. Selama satu minggu menghabiskan waktu di RSPAD dengan tiga kali tes swab, ia akhirnya dinyatakan sembuh.
Banyak pelajaran yang dipetik oleh pemuda tersebut salah satunya melihat bagaimana orang-orang yang terpapar COVID-19 harus menahan diri dan tidak bisa berkomunikasi langsung dengan anggota keluarga mereka.
Menyadari hal itu, ia berpikir bagaimana caranya agar pasien COVID-19 tetap bisa berkomunikasi dengan sanak saudara meskipun berada dalam ruang isolasi. Melalui proyek sosial bernama "I See You" yang dikerjakannya bersama 30 anak muda lainnya, Rilsan mencoba membuat semacam aplikasi yang dapat terhubung langsung antara pasien dengan orang-orang di luar ruang ICU.
"Jadi pasien yang tidak bisa dikunjungi keluarganya, kita berikan tablet yang disertai aplikasi," katanya.
Aplikasi tersebut berisikan pemenuhan kebutuhan psikologis, spiritual dan sosial. Selain itu, terobosan yang sedang digagas pemuda itu juga bisa memantau perkembangan pasien dari jarak jauh oleh dokter penanggungjawab paru.
"Hari Jumat (5/5) kita mau serah terima barangnya ke RSPAD," ujar dia.
Di samping menyediakan aplikasi untuk kebutuhan rumah sakit, Rilsan sebagai penyintas COVID-19 sekaligus pendonor plasma darah juga berupaya mengajak dan mengimbau semua penyintas penyakit tersebut agar mau dan bersedia melakukan hal serupa demi membantu menyelamatkan nyawa pasien-pasien lainnya.
Uniknya, cara mengajak dan merangkul para penyintas COVID-19 dilakukan dengan cara berbeda oleh pemuda tersebut yakni dengan membuat semacam publikasi media agar melakukan donor plasma di RSPAD Gatot Soebroto.
Ia berharap dengan adanya publikasi yang dibuat tersebut, para penyintas atau orang-orang yang telah sembuh juga bisa berbuat nyata membantu pasien COVID-19 dengan mendonorkan plasma darahnya.
"Secara detail saya memang tidak bisa mengajak karena tidak ada juga data-data pasien yang sudah sembuh. Namun melalui publikasi yang dibuat semoga semakin banyak pendonor plasma," ujar dia.
Baca juga: Doni imbau pasien sembuh COVID-19 donorkan plasma darah
Baca juga: Tom Hanks unggah foto donasi plasma darah COVID-19
Percaya diri
Setelah dinyatakan sembuh melalui hasil swab yang dilakukan di RSPAD, Rilsan mengaku lebih percaya diri dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, ia mengakui masih terselip rasa kekhawatiran akan terpapar lagi. Namun perasaan itu tidak sebesar saat pertama kali merasakan gejala penyakit itu.
Bahkan ia mengaku saat ini seakan menjadi "pahlawan" di rumahnya karena kerap diandalkan oleh orang tua untuk keluar rumah membeli sesuatu.
Perlakuan tersebut karena ia dianggap memiliki antibodi yang lebih kuat dari anggota keluarga lainnya. Setiap keluar rumah, anak kedua dari tiga bersaudara itu selalu menerapkan protokol kesehatan sebagaimana yang diarahkan pemerintah di antaranya menggunakan masker serta rajin mencuci tangan menggunakan sabun pada air mengalir.
Menyusul kebijakan normal baru yang segera diterapkan oleh pemerintah, menurut Rilsan hal itu bisa berdampak positif maupun negatif tergantung dari cara pandang seseorang.
Menurut dia, sisi kesehatan itu bukan hanya perkara kesehatan fisik dan mental namun lebih jauh dari itu ialah mencakup berbagai aspek kehidupan misalnya ekonomi, psikologis, spritual dan sebagainya.
Semua itu bisa didapatkan apabila masyarakat memenuhinya secara bertahap pada kehidupan normal baru dengan tetap mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Jauh dari itu jangan sampai ada pihak yang berpandangan bahwa normal baru sama dengan kembali ke kehidupan normal sebelum pandemi global ini.
"Namun ini mesti menjadi kenormalan yang baru, berbeda dan spesial. Jadi kita harus siap berubah," katanya.
Sementara itu, Kepala Unit Donor Darah Pusat (UDDP) Palang Merah Indonesia (PMI) Dr dr Ria Syafitri mengatakan PMI bertugas menyediakan plasma konvalesen bagi rumah sakit yang membutuhkan.
Transfusi plasma konvalesen merupakan terapi penunjang pada pasien COVID-19. Terkait siapa yang boleh melakukan terapi tersebut hal itu diputuskan oleh dokter klinisi yang merawat pasien COVID-19.
Berdasarkan alur, jika dokter atau pihak rumah sakit membutuhkan plasma darah maka ia akan meminta ke Unit Donor Darah (PMI) agar menyiapkan plasma konvalesen.
"Jadi PMI menyiapkan plasma yang berasal dari para pendonor atau pasien yang sudah sembuh dari COVID-19 dan telah membentuk antibodi," kata dia.
Setelah antibodi yang terdapat di dalam plasma itu diambil dan ditransfusikan ke pasien COVID-19, diharapkan dapat mempercepat penyembuhan pasien.
Untuk mendapatkan calon donor, biasanya rumah sakit akan berkoordinasi dengan PMI bahwa ada pasien sembuh dan bersedia melakukan donor plasma. Tidak hanya sampai di situ, PMI akan kembali melakukan wawancara kepada calon pendonor di antaranya menanyakan kesediaan menjadi pendonor.
Selain itu sejumlah persyaratan juga harus dipenuhi calon pendonor yaitu berat badan harus lebih dari 50 kilogram, usia lebih dari 17 tahun, tidak memiliki penyakit menular lewat transfusi darah, kecocokan darah dan harus dibuktikan dengan surat keterangan sehat atau hasil swab negatif sebanyak dua kali.
"Kami menyarankan sebaiknya pendonor itu laki-laki, perempuan boleh saja tapi dengan catatan belum pernah hamil," ujarnya.
Perempuan yang telah pernah hamil apabila tetap melakukan donor plasma konvalesen dikhawatirkan akan memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) sehingga bisa menyebabkan reaksi dari pasien itu sendiri.
Sesuai arahan Ketua Umum PMI Jusuf Kalla, seluruh personel diminta untuk siap membantu menyiapkan plasma konvalesen. Oleh karena itu, protokol kesehatan penyiapan plasma darah telah disusun organisasi kemanusiaan tersebut.
Baca juga: Protein plasma darah pasien COVID-19 dapat prediksi kondisi pasien
Artikel
Donor plasma darah harapan baru bagi penderita COVID-19
Oleh Muhammad Zulfikar
3 Juni 2020 13:22 WIB
Rilsan Malkhi Pandapotan Sidauruk (27) salah seorang pendonor plasma darah di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. (ANTARA/Istimewa)
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020
Tags: