Serang (ANTARA News) - Rahmat Roeslan, penasehat hukum tersangka pengirim SMS ke Ibu Negara menyatakan, klienya Arif (39) warga Pandeglang Banten diancam 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.

"Oleh karena itu saya atas perintah Polda Banten diharuskan mendampingi tersangka," kata Rahmat, saat berada di Pengadilan Negeri (PN) serang, Selasa.

Rahmat menjelaskan, Arif oleh pihak kepolisian dijerat dengan dua pasal sekaligus, pasal 45 (1) dan ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Pasal 310 ayat (1) dan Pasal 311 ayat (1) KUHP tentang penghinaan.

"Kalau UU ITE itu ancaman maksimalnya 12 tahun, oleh karenanya menurut KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) maka dia (Arif) wajib didampingi seorang penasehat hukum," tegas Rahmat.

Mulanya, menurut Rahmat, Arif dikenakan Undang-undang tentang ancaman keamanan terhadap presiden dan keluarganya, namun karena Undang-undang tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) maka UU ITE yang dikenakan pada Arif.

Arif sendiri sejak ditangkap oleh Densus 88 hingga saat ini sah menjadi tersangka, meski tidak ditahan dan sudah dimaafkan oleh keluarga Presiden RI.

Rahmat menceritakan bahwa Arif ditahan pada Sabtu (29/8) dini hari, ditangkap oleh Densus 88 dengan menggunakan surat penangkapan dari Polres Pandeglang.

Namun kemudian Arif mengirimkan surat permohonan maaf kepada SBY dan Ani Yudhoyono yang ditandatangani Arif dan kuasa hukumnya di atas materai Rp6.000.

Berbekal surat permohonan maaf itu, Arif mengajukan penangguhan penahanan dan dikabulkan Polda Banten, Senin (31/8) pukul 24.30 WIB.

Sementara itu Arif menegaskan, bahwa dirinya ingin sekali ada pernyataan bebas dari pihak kepolisian secara resmi tertulis.

"Saya kan mendapat surat penahanan juga secara tertulis dan sah, maka saya juga minta saya dibebaskan secara resmi dan sah, atau ada legalitasnya," ujarnya.(*)