Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyarankan pemerintah untuk menunda pemberlakukan normal baru pada lembaga pendidikan setelah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara resmi mengumumkan ada 800 anak Indonesia terpapar COVID-19 hingga akhir Mei 2020.

Ahmad Basarah meminta pemerintah menaruh perhatian besar pada keselamatan anak-anak peserta didik dari ancaman pandemi COVID-19 sambil belajar dari pengalaman pahit Korea Selatan yang meliburkan kembali 838 sekolahnya pada hari Jumat (29/5) setelah kasus COVID-19 di Ibu Kota Seoul melonjak kembali.

Dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, dia mengatakan bahwa selain pertimbangan keselamatan anak-anak, sektor pendidikan berbeda dengan sektor usaha yang aktif atau tidaknya langsung berdampak pada hajat hidup orang banyak.

Baca juga: Yurianto: Normal baru tidak akan serempak di semua daerah

"Jika belajar secara online masih bisa, sebaiknya sektor pendidikan tidak terburu-buru mengikuti kondisi new normal," katanya menegaskan.

Basarah menyarankan pemerintah melakukan studi mendalam sebelum memutuskan untuk membuka kembali semua sekolah di Indonesia di tengah pandemi COVID-19.

Ia juga menyarankan semua pihak, terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk belajar dari pengalaman pahit Korea Selatan yang memerintahkan siswa-siswi di negeri itu kembali belajar secara virtual dari rumah masing-masing agar lingkungan sekolah tidak menjadi klaster baru penularan COVID-19 bagi siswa/siswi sekolah.

Merujuk pada pernyataan resmi KPAI bahwa ada lebih dari 800 anak di Indonesia terpapar COVID-19 dan 129 di antara mereka meninggal dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) dan 14 anak lainnya meninggal dengan status terkonfirmasi positif COVID-19, menurut dia, tampaknya semua pihak memang tidak boleh main-main saat membuat keputusan untuk segera membuka kembali sekolah-sekolah di Indonesia.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI itu menyatakan bahwa keselamatan anak-anak peserta didik wajib menjadi perhatian utama.

Menurut dia, dengan pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) nasib generasi muda yang potensial itu bisa diselamatkan.

Baca juga: Sambut normal baru, Natuna akan buka kembali penerbangan

Basarah lantas mempertanyakan mengapa pihak-pihak yang punya otoritas dalam dunia pendidikan harus terburu-buru meninggalkan cara belajar virtual itu untuk seluruh jenjang pendidikan dari PAUD sampai perguruan tinggi.

"Mari bersama-sama kita kaji secara mendalam terlebih dahulu soal ini sebelum kita mengambil keputusan penting. Jangan sampai kita menyesali keputusan kita sendiri pada masa depan," katanya menekankan.

Basarah mengemukakan bahwa model pendidikan jarak jauh yang sudah dipersiapkan secara bertahap dan matang sebelumnya, termasuk mempersiapkan infrastruktur pendukungnya, hendaknya dijadikan priotitas pada saat pandemi COVID-19.

Ia berpendapat bahwa pengalokasian dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk beli pulsa dan lain-lain masih perlu diteruskan sampai situasi benar aman dari wabah COVID-19.

"Semua pihak tidak perlu terburu-buru untuk melakukan aktivitas pembelajaran dengan tatap muka langsung," katanya menandaskan.

Baca juga: Jimly Asshiddiqie: Normal baru mesti diikuti kepatuhan protokol COVID

Pembelajaran jarak jauh, lanjut dia, masih tepat pada saat ini sambil mengikuti perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia berkurang atau aman.

"Perlu sabar menunggu hingga situasi benar-benar aman, khususnya untuk sektor pendidikan," katanya.

Sektor pendidikan, menurut dia, hendaknya menjadi yang terakhir diaktifkan kembali ke kondisi normal baru.