Jakarta (ANTARA) - Organisasi Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DW-PIM) menilai masih banyak pekerjaan rumah yang mesti dilakukan pemerintah untuk menerapkan "new normal" atau normal baru di tengah pandemi COVID-19 termasuk di setiap daerah Tanah Air.

"Meskipun pekerjaan rumah banyak sekali baik di bidang kesehatan, infrastruktur, pendidikan, pertanian dan sebagainya, tapi mau tidak mau memang harus shifting atau bergeser," kata Ketua DW-PIM Lampung Chusnunia Chalim saat diskusi daring dengan tema "The New Normal Indonesia: Apa Maksudnya, Sudahkah Waktunya, Apa Agenda Semestinya?" di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Rektor Unsyiah: Butuh tahapan untuk terapkan normal baru

Hal penting yang harus diperhatikan pemerintah ialah terutama di daerah dengan anggaran kecil tetap dapat melakukan pelayanan publik yang manusiawi dan humanis dengan menetapkan prioritas sebaik mungkin.

Sebagai contoh, pemerintah melakukan penataan di bidang kesehatan pasca COVID-19 sebab banyak hal-hal baru yang bisa dipelajari dari pandemi saat ini. Termasuk pula dengan banyaknya tenaga kesehatan yang terpapar yang seharusnya tidak terjadi.

Baca juga: Jusuf Kalla perkirakan normal baru berlangsung tiga tahun

"Artinya di sini ada yang hilang, ada protokol yang tidak dijalankan. Kita tidak bisa hanya mengandalkan kejujuran warga sebab bagaimanapun tenaga kesehatan di garda terdepan paling rentan," katanya.

Kemudian perlu pula evaluasi di bidang infrastruktur kesehatan. Sebagai contoh di Lampung terdapat 30 rumah sakit rujukan COVID-19 dimana jumlah tersebut terkesan dipaksakan sebab sebenarnya daerah tidak punya ruangan-ruangan bertekanan negatif, kecuali hanya di dua atau tiga rumah sakit saja.

Baca juga: DPRD: Pemprov perlu libatkan pakar kesehatan kaji normal baru di NTT

"Jadi memang agak memaksakan diri. Ini butuh diperhatikan," kata Wakil Gubernur Lampung periode 2019–2024 itu.

Untuk bidang pendidikan, jika memang ingin menerapkan normal baru maka hal itu tidak bisa kembali lagi 100 persen seperti sedia kala. Apalagi jumlah ruang kelas masih terbatas sehingga normal baru akan memaksa infrastruktur di bidang pendidikan bertambah banyak sekali.

Kalaupun dilaksanakan sebagaimana pola dari Kementerian Pendidikan yakni menambah jadwal di sekolah, tentu kebutuhan guru juga perlu ditambah. Setidaknya untuk pembiayaan belajar mengajar juga ditambah.

Apalagi di tengah situasi guru non pegawai negeri sipil di daerah yang jumlahnya lebih banyak, sedangkan mereka hanya mampu diberi intensif Rp600 ribu per bulan atau bahkan ada yang hanya Rp300 ribu per bulan.

"Jadi situasi kita di infrastruktur dan tenaga pendidikan masih banyak PR. Kalau mau normal baru sempurna tentu jauh sekali untuk dipraktikkan," katanya.

Terakhir, persoalan di tata kelola serta tata niaga pertanian juga perlu dievaluasi sehingga tidak ada lagi mafia-mafia pupuk, petani tidak menjadi korban dan mendorong hadirnya pedagang yang lebih berkemanusiaan.