Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty mengharapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak mudah memberikan label “ilegal” kepada koperasi simpan pinjam (KSP) yang melayani anggotanya dengan sistem digital.
Evita juga meminta OJK memahami KSP dan Unit Simpan Pinjam di Koperasi seperti diatur dalam UU No25/1992 tentang Perkoperasian, dan Peraturan Pemerintah No. 9/1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, bukan membuat definisi sendiri.
“Saat semua koperasi dan UKM didorong melakukan modernisasi dengan memanfaatkan teknologi digital, OJK malah menuduh mereka ilegal. Apa alasannya tidak jelas, jangan OJK membuat definisinya sendiri. Jadi ayo kita awasi penyimpangan, tapi jangan matikan koperasi yang menjadi gerakan ekonomi rakyat,” kata Evita Nursanty dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Hal ini disampaikan Evita Nursanty menanggapi Satgas Waspada Investasi OJK yang menemukan 50 aplikasi KSP yang diduga melakukan penawaran pinjaman online ilegal, sehingga tidak sesuai dengan prinsip perkoperasian.
Baca juga: Satgas temukan pinjaman online ilegal berkedok koperasi simpan pinjam
Aplikasi pinjaman itu bisa diakses masyarakat umum yang bukan anggota atau calon anggota KSP dan melanggar ketentuan perundang-undangan Koperasi. Selain itu, aplikasi itu juga dikaitkan dengan penyebaran data pribadi serta intimidasi.
Evita berpandangan, OJK harus memilah-milah masalah dan jangan mencampur-aduk untuk mencari-cari alasan. Ilegal atau tidak koperasi tersebut dapat dilihat dari proses izin yang sudah sesuai dengan UU Koperasi dan PP tentang Simpan Pinjam.
Kemudian, praktik penipuan yang dilakukan apakah merupakan bagian dari sistem digital yang dipakainya. Oleh karena itu, melontarkan tuduhan bahwa semua koperasi khususnya KSP yang menggunakan digital sebagai pinjaman online juga tidak tepat.
“Soal ada penipuan, ada penyebaran data pribadi dan intimidasi itu urusan yang berbeda, silakan ditindak sesuai kewenangan lembaga, bukan koperasinya yang diaduk-aduk. Jadi tolong OJK jangan membuat definisi sendiri soal KSP ataupun soal pinjaman online ilegal," tegas Evita.
Evita juga menyoroti peranan Kementerian Koperasi dan UKM yang tidak terlihat untuk mengatasi persoalan ini. Padahal seharusnya masalah pengawasan koperasi itu ada di Kementerian Koperasi dan UKM, bukan di OJK.
Baca juga: Pertengahan Maret, Satgas hentikan 15 penawaran investasi tanpa izin
Kondisi itu bahkan sudah menjadi kekhawatiran lama para pelaku koperasi, sehingga melahirkan Deputi Pengawasan di Kementerian Koperasi dan UKM, yang bertujuan untuk melakukan pengawasan koperasi yang menyimpang.
Bahkan berdasarkan Permenkop No17/Per/M.KUKM/IX/2015 pengawasan juga dilakukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota.
“Kementerian Koperasi dan UKM harusnya tegas di sini. Selama ada di OJK maka koperasi sulit berkembang karena visinya memang berbeda. OJK mungkin akan terus berpihak kepada lembaga keuangan yang memang ‘membiayainya’ melalui iuran rutin, seperti perbankan,” ujar Evita.
Sebelumnya diberitakan (23/5), Satgas Waspada Investasi OJK menemukan 50 aplikasi pinjaman online Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang melakukan penawaran pinjaman online ilegal yang kegiatannya tidak sesuai dengan prinsip perkoperasian.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengatakan, penggunaan aplikasi KSP ilegal itu bertujuan untuk mengelabui masyarakat seakan-akan penawaran pinjaman daring itu memiliki legalitas dari Kementerian Koperasi.
"Kami telah berkoordinasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM, dan bersepakat bahwa KSP tidak boleh melakukan usaha dengan aplikasi pinjol karena bisa diakses oleh masyarakat umum yang bukan anggota atau calon anggota KSP dan melanggar ketentuan perundang-undangan Koperasi," kata Tongam.
Baca juga: Hati-hati, penawaran fintech lending ilegal marak di tengah wabah
Tongam menambahkan Satgas Waspada Investasi bersama Kementerian Koperasi sepakat untuk menindaklanjuti temuan ini dengan meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menutup 50 aplikasi pinjol KSP tersebut.
Menurut Tongam, penindakan ini sangat diperlukan mengingat masih banyaknya pinjaman daring ilegal yang beroperasi di tengah masyarakat yang saat ini sedang menurun pendapatannya akibat pandemi COVID-19.
"Kegiatan pinjaman online ilegal ini sangat merugikan masyarakat karena mengenakan bunga dan fee yang sangat tinggi, jangka waktu pinjaman singkat, dan diduga melakukan penyebaran data pribadi serta intimidasi pada saat peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tepat waktu," kata Tongam.
Sejak 2018 sampai saat ini, Satgas Waspada Investasi telah menghentikan kegiatan 2.536 pinjaman online ilegal.
Baca juga: Menkop buka peluang kerja sama dengan semua e-commerce pendukung KUMKM
Baca juga: Teten sebut 1.785 koperasi di Indonesia terdampak COVID-19
Anggota Komisi VI DPR minta OJK tidak matikan koperasi digital
29 Mei 2020 14:35 WIB
Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty. ANTARA FOTO/R Rekotomo/aa
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2020
Tags: