Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus mengapresiasi PT Krakatau Steel yang berhasil membukukan laba sesuai laporan keuangan yang diaudit auditor PWC, dan menilainya sebagai sebuah kemajuan yang menggembirakan.

“Sudah lama diketahui bahwa selain keputusan investasi bisnis yang salah beberapa tahun lalu, inefisiensi bahkan mungkin penggarongan adalah penyakit yang paling akut dari PT Krakatau Steel,” kata Deddy dalam pernyataan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk berhasil meraih laba bersih sebesar 74,1 juta dolar AS pada kuartal I/2020. Emiten berkode KRAS ini akhirnya mencatat laba pertama dalam delapan tahun terakhir.

Baca juga: Krakatau Steel catat laba pertama dalam delapan tahun terakhir

Perbaikan kinerja perusahaan di kuartal I/2020 terutama disebabkan penurunan beban pokok pendapatan sebesar 39,8 persen dan penurunan biaya administrasi dan umum sebesar 41,5 persen.

“Karena itu tidak mengherankan ketika manajemen berhasil menekan biaya opex (operating expenses) induk sebesar 31 persen year on year (YoY) dan optimalisasi tenaga kerja meningkat sebesar 43 persen, perseroan berhasil melakukan penghematan biaya sebesar 130 juta dolar AD pada kuartal I/2020,” sambungnya.

Menurut anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Utara itu, manajemen Krakatau Steel belum saatnya berpuas diri sebab tantangan internal dan eksternal yang dihadapi masih cukup besar.

Baca juga: Restrukturisasi bisnis Krakatau Steel diharapkan tuntas September 2020

Oleh karena itu, Deddy menyarankan manajemen Krakatau Steel dan Kementerian BUMN bekerja sama memanfaatkan momentum ini untuk melakukan restrukturisasi bisnis secara menyeluruh.

“Banyak anak perusahaan yang tidak sesuai core bisnis dan menjadi beban harus dilikuidasi atau dikerjasamakan untuk mengurangi beban dan memaksimalkan energi pada fokus bisnis Krakatau Steel. Perlu dikaji kembali semua strategi bisnis, kemitraan investasi dan value creation dari bisnis Krakatau Steel,” ujarnya.

Deddy berharap Kementerian BUMN menerapkan model efisiensi Krakatau Steel ini di berbagai BUMN lain. Masalah semua BUMN itu hampir sama, inefisiensi bisnis yang akut dan fokus serta strategi bisnis yang tidak jelas.

“Saya yakin Pak Erick Tohir sebagai Menteri BUMN memahami dan sudah mulai mengerjakan ini. Saya berharap beliau memimpin restrukturisasi bisnis besar-besaran di BUMN seperti Pertamina, PLN, Telkom, BUMN Karya dan Himbara secara profesional, market base dan bukan dengan PMN,” ujar Deddy.

Dengan demikian, kata Deddy, PMN dapat difokuskan pada BUMN pangan seperti PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero), PT Berdikari (Persero), Garam (Persero), PT Perikanan Nusantara (Persero), PT Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Persero), PT Bhanda Ghara Reksa (Persero), PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), PT Sang Hyang Seri (Persero), dan PT Pertani (Persero).

“Selain kluster pangan, Kementerian BUMN harus memberikan perhatian kepada kluster industri strategis. Ini penting untuk mengurangi impor di bidang-bidang strategis dan berpengaruh terhadap ketahanan nasional,” ujarnya.