Jakarta (ANTARA News) - Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) menyatakan bahwa dana dari pengurangan emisi akibat pengrusakan hutan (reducing emissions from deforestation and forest degradation/REDD) sering disalah tafsirkan sebagai dana pelestarian hutan.

"Dana REDD itu untuk membantu menjaga iklim, bukan dana untuk menjaga hutan," kata Ketua Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Agus Purnomo dalam media briefing membahas REDD oleh Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) di Jakarta, Selasa.

Oleh karena itu, dana REDD tidak terkait dengan berapa luas wilayah hutan suatu negara, akan tetapi apa saja yang telah dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

"Kita akan mendapatkan uang (dana REDD) dengan melakukan hal-hal untuk mengurangi perubahan iklim, bukan karena kita mempunyai banyak hutan," katanya.

Agus melihat banyak sekali pihak terutama pemerintah daerah yang belum memahami perspektif yang benar soal REDD, terbukti banyak pemda yang menandatangani nota kesepahaman dengan LSM atau pihak asing soal REDD, tapi ketika diteliti Pemda tidak akan mendapatkan apa-apa dari perjanjian tersebut.

"Hal yang penting adalah Pemda menjaga agar tidak menyerahkan lahan kepada pihak lain dan menahan untuk memberikan hak pengusahaan hutan, agar nantinya tidak timbul konflik," katanya.

Pemerintah melalui DNPI melakukan berbagai hal dan persiapan seperti menyiapkan bahan negosiasi untuk Konferensi Perubahan Iklim COP-15 UNFCCC di Kopenhagen Denmark, akhir 2009.

"Kita telah menyiapkan strategi Indonesia pada REDD yang akan dibahas dua minggu mendatang," kata Ketua Tim Tehnik Komisi REDD untuk Menteri Kehutanan Nur Masripatin.

Pemerintah juga menyiapkan subtansi, kerangka hukum dan metodologi implementasi REDD di Indonesia.

"Kita menyiapkan metodologi dan aspek institusional seperti regulasi. Pemerintah telah mengeluarkan tiga peraturan terkait REDD," katanya.

Pada 2007, lanjutnya, Persatuan Iklim Hutan Indonesia (IFCA) meneliti aspek-aspek metodologi, kebijakan, dan institusi, termasuk mekanisme distribusi insentif guna mendorong pengembangan strategi REDD nasional.

Masripatin mengatakan, sosialisasi tentang REDD perlu kerjasama berbagai pihak seperti LSM.

Peneliti Senior CIFOR Daniel Murdiyarso mengatakan, informasi merupakan hal kunci bagi implementasi REDD di masyarakat.

Oleh karena itu, CIFOR bekerjasama dengan PILI (Pusat Informasi Lingkungan Indonesia) dan WWF meluncurkan laman tentang REDD beralamat www.REDD-I.org, selain buku ringkas mengenai REDD.

"Kami ingin membantu semua pemangku kepentingan yang berurusan dengan hutan dan masyarakat Indonesa secara keseluruhan agar mereka mendapatkan informasi yang mereke butuhkan guna mengambi bagian dalam percaturan global, nasional, dan lokal mengenai masa depan hutan di negeri ini," kata Daniel.
(*)