Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menilai kebijakan mekanisme lelang Term Repo telah mencukupi bagi perbankan untuk menambah likuiditas rupiah dalam mendukung program restrukturisasi kredit.

"Setiap hari BI melakukan operasi moneter untuk pendanaan likuiditas kepada bank melalui repo dengan SBN yang dimiliki perbankan," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Kamis.

Mekanisme Repo merupakan instrumen moneter yang memungkinkan BI untuk meminjamkan likuiditas kepada perbankan dengan agunan Surat Berharga Negara (SBN).

Perry memastikan perbankan dapat memanfaatkan instrumen untuk ekspansi likuiditas tersebut mengingat Term Repo yang dilakukan bank baru mencapai Rp43,9 triliun.

Padahal, berdasarkan data 14 Mei 2020, nilai SBN milik perbankan saat ini mencapai Rp886 triliun dan sisanya sebanyak Rp563,6 triliun masih dapat di-repo ke bank sentral.

"Kami terus sediakan likuiditas dengan mekanisme repo, karena posisi repo SBN perbankan saat ini hanya Rp43,9 triliun," ujar Perry.

Perry menambahkan mekanisme penyediaan likuiditas selanjutnya yang dapat dilakukan, apabila Repo tidak mencukupi, adalah penempatan dana pemerintah.

Sesuai PP 23/2020, penempatan dana pemerintah bisa dilakukan apabila kepemilikan SBN bank tinggal enam persen dari jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK).

"Pemerintah belum akan melakukan penempatan di bank, kalau bank masih mempunyai surat-surat berharga yang belum di-repo ke BI di atas enam persen," ujarnya.

Meski demikian, Perry menjanjikan jumlah penempatan dana pemerintah kepada perbankan ini tidak terlalu besar.

Selain itu, bank juga bisa menambah dana untuk manajemen likuiditas dengan Repo SBN minimal enam persen dari DPK senilai Rp330 triliun sesuai batas ketentuan BI.

"Seluruh SBN Rp330 triliun tersebut masih dapat di-repo-kan dalam operasi moneter sesuai UU Bank Indonesia," kata Perry.

Menurut dia, apabila tiga langkah itu belum mampu memperkuat likuiditas perbankan, maka langkah terakhir yang dapat ditempuh adalah pengajuan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP).

Sesuai UU Nomor 2/2020, pinjaman ini hanya untuk bank yang sudah memenuhi persyaratan maupun penilaian Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Salah satu syarat tersebut adalah bank mempunyai kemampuan membayar kembali dan mempunyai jaminan aset kredit lancar yang telah didaftarkan ke BI.

"PLJP itu praktisnya kalau tahap 1, 2 dan 3 sudah terlewati, jangan ujug-ujug untuk restrukturisasi dari PLJP, tidak seperti itu," ujarnya.

Namun, Perry menyakini melalui tahapan yang sudah dipersiapkan, tambahan dana dari mekanisme Repo sudah mencukupi untuk restrukturisasi kredit maupun menjaga likuiditas dalam kondisi sekarang ini.

Baca juga: BI yakini rupiah terus menguat ke nilai fundamental

Baca juga: BI: Inflasi Mei 2020 sangat rendah, kisaran 0,09 persen

Baca juga: Laporan keuangan BI 2019 raih opini WTP dari BPK