Surabaya (ANTARA News) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menilai kuis berhadiah melaui SMS atau "SMS Premium Call" di televisi selama Ramadhan adalah judi.

"Itu karena harga normal SMS hanya Rp150, tapi dijual Rp2.000, lalu kelebihannya dijadikan hadiah," kata Rais Syuriah PWNU Jatim, KH Miftachul Akhyar kepada ANTARA News di Surabaya, Senin.

Menurut pengasuh Pesantren Miftachussunnah, Kedungtarukan, Surabaya itu, hadiah yang menggiurkan seperti mobil atau haji membuat banyak orang yang tertarik dengan keberuntungan itu.

"Cara seperti itu merupakan judi, karena ada unsur untung-untungan dan ada unsur tipuan, karena pengelola SMS itu pasti untung lebih besar lagi hingga miliaran rupiah," katanya.

Bahkan, katanya, bila fasilitas "premium call" itu digunakan menjawab kuis, maka ada uang yang masuk ke penyelenggara kuis, karena untuk menjawab kuis dibutuhkan waktu tiga menit.

Ia menilai televisi selama Ramadhan merupakan media massa yang patut disikapi secara hati-hati, karena bila tidak mampu menahan diri, akan membuat orang yang berpuasa tidak berzikir.

"Kalau kita seharian tidak tidur dan hanya nonton televisi, maka kita mungkin akan tergolong orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan haus," katanya.

Ditanya cara mengantisipasi keinginan menonton televisi, ia mengatakan televisi tidak harus dimatikan, asalkan umat Islam yang berpuasa dapat mengendalikan diri.

"Kita harus tahu batas dengan menonton televisi yang berkaitan dengan tayangan yang menambah ilmu agama kita, sedangkan sisanya tetap digunakan untuk bekerja dan beribadah, termasuk membaca Al Quran," katanya.

Ia mengatakan cara menonton televisi dengan tahu batas itu merupakan hal yang penting, mengingat Ramadhan merupakan bulan "obral" pahala dari Allah SWT.

"Kalau kita menonton televisi terus, kita akan rugi besar, karena pahala benar-benar diobral Allah SWT selama ramadhan, misalnya ibadah wajib dihitung hingga 70 kali lipat, sedangkan ibadah sudah dihitung sebagai ibadah wajib," katanya.

Namun, katanya, orang yang berpuasa dengan mengendalikan diri dalam keseharian merupakan kelompok minoritas, karena mayoritas orang yang berpuasa justru hanya mendapatkan lapar dan haus. (*)