Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum Red Dragon Pte Ltd, Edward Lontoh, menegaskan bahwa tudingan yang dilontarkan para pemegang obligasi, yaitu institusi hedge funds asing, adalah sebuah bentuk pencemaran nama baik dan usaha untuk mengalihkan perhatian publik dari rencana pengambilalihan secara paksa kepemilikan saham di PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima).

Menurut Edward, para kreditur hedge funds asing telah melanggar ketentuan perjanjian dengan menyatakan keadaan wanprestasi secara melawan hukum dan tak berdasar dalam rangka memuluskan rencana mereka mengambil alih paksa kendali CP Prima, salah satu perusahaan pertambakan udang terbesar di dunia yang mempekerjakan puluhan ribu tenaga kerja Indonesia di Sumatera bagian Selatan.

Seharusnya para kreditur hedge funds itu mencari penyelesaian atau jalan keluar yang konstruktif dengan Red Dragon Group Pte Ltd., Regent Central International Limited, Charm Easy International dan PT Surya Hidup Satwa, demikian siaran pers Red Dragon, Jumat.

“Mereka menuduh bahwa Red Dragon, serta pemegang saham lainnya, berusaha berkelit dari kewajibannya. Ini sebuah tudingan yang tidak berdasar dan bahkan mencemarkan nama baik berdasarkan hukum Indonesia sebab tudingan tersebut didengung-dengungkan melalui media massa secara luas."

"Hedge funds asing tersebut mencoba untuk mengalihkan perhatian masyarakat dengan mencemarkan nama Grup CP dan beberapa pemegang sahamnya, untuk menguasai CP Prima,” tandas Edward
ketika dihubungi beberapa saat yang lalu.

Edward menjelaskan bahwa sejatinya, pengendali Grup CP Prima dikenal luas oleh komunitas bisnis global atas komitmennya pada praktik bisnis yang baik dan bertanggung jawab. Hal ini ditunjukkan dengan konsistensinya dalam membayar kembali semua hutangnya sepanjang krisis ekonomi tahun 1997.

Mereka tidak mengambil jalan pintas apa pun dan telah berhasil menjaga reputasinya sebagai pelaku bisnis yang selalu memenuhi kewajiban.

Ketika upaya pengambilalihan para hedge fund tidak berhasil, mereka mulai melakukan kampanye yang berpotensi mencemarkan nama baik Grup CP guna semata-mata mendapatkan keuntungan ekonomis.

“Terdapat bukti nyata bahwa para pemegang saham telah bekerja tanpa kenal lelah untuk memenuhi kewajibannya kepada para karyawan, komunitas di lingkungan dimana perusahaan beroperasi dan
ironisnya juga kepada para kreditur hedge fund-nya,” tandas Edward.

Sesuai dengan perjanjian penerbitan obligasi, para hedge fund itu sendiri melalui agen penjaminnya (security agent), Bank Danamon, memberikan persetujuan secara tertulis atas proses penawaran saham terbatas CP Prima untuk tetap berjalan.

Uniknya, kini Bank Danamon menyatakan tak pernah menerbitkan surat tersebut.“Sangat penting untuk diingat bahwa penawaran saham terbatas ini mutlak diperlukan untuk menyelamatkan perusahaan dari pelanggaran material atas ketentuan perjanjian kredit dengan bank-bank lokal yang mana dapat menyebakan CP Prima dalam keadaan finansial yang sangat buruk.

Kondisi itu juga bisa mengancam nasib dari sekitar 200 ribu rakyat Indonesia yang sangat tergantung pada kelangsungan usaha CP Prima, termasuk para para petani, karyawan, para keluarganya dan masyarakat Sumatra Selatan, jelas Edward.

Kata Edward, hingga detik ini, pihak pemegang saham tetap berharap dapat menemukan solusi yang terbaik bagi masalah ini, namun mereka dipaksa untuk menempuh proses hukum akibat pengambilan secara paksa dan melanggar hukum.

Sementara itu, Fajar Reksoprodjo, Manajer Komunikasi CP Prima, ketika dikonfirmasi mengenai kemungkinan akan dilakukannya tuntutan hukum yang sama oleh CP Prima, menyatakan,“Sampai dengan saat ini, kami tidak beritikad untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap pihak-pihak manapun sehubungan permasalahan para pemegang saham.”
(*)