Tangerang,(ANTARA News) - Prita Mulyasari (32) terdakwa kasus pencemaran nama baik terhadap manajemen dan para medis Rumah Sakit (RS) Omni Internasional, Tangerang, Banten mengatakan bahwa perdamainan dengan pihak rumah sakit tidak bermanfaat secara hukum.

"Secara hukum, perdamaian dengan manajemen RS Omni itu tidak berguna, karena pihak rumah sakit tidak mencabut gugatan dan malah menyuruh saya membuat surat permintaan maaf," kata Prita di Tangerang, Rabu pagi.

Prita mengatakan masalah tersebut di ruang tunggu PN Tangerang sebelum persidangan lanjutan digelar. Prita tampak hanya didampingi keluarga tanpa penasehat hukum.

Menurut dia, bila perdamainan itu berguna secara hukum, maka manajemen RS Omni harus mencabut gugatan dan barulah dirinya membuat secara tertulis surat permintaan maaf.

Perdamaian yang difasilitasi Walikota Tangerang Selatan HM. Sholeh MT beberapa pekan lalu mempertemukan pimpinan RS Omni dengan Prita dan sepakat untuk berdamai.

Namun sidang lanjutan tersebut merupakan proses dari surat perlawanan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dikirimkan pada 13 Juli 2009 kepada Pengadilan Tinggi (PT) Banten setelah PN Tangerang menghentikan sidang Prita 25 Juni 2009.

Pada 27 Juli 2009 PT Banten membalas surat JPU dan tepat pada 19 Agustus 2009 Prita pun harus mengikuti sidang lanjutan.

Prita, ibu dua anak yang sempat dipenjara selama 21 hari karena dituduh mencemarkan nama baik RS Omni Internasional Alam Sutra, Serpong melalui surat eletronik di internet yang berisikan keluhannya akibat pelayanan di rumah sakit tersebut.

Bahkan ibu dua anak itu terjerat pasal berlapis yakni pasal 27 ayat 3 Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi (ITE) dan pasal 310 KUHP mengenai pencemaran nama baik serta pasal 311 KUHP.

Dia mengatakan, bila ada perdamaian tentunya gugatan harus dicabut dan tidak ada lagi persidangan di PN Tangerang, namun kenyataannya sidang jalan terus dan manajemen meminta agar membuat surat minta maaf.

"Ini namanya tidak adil, katanya.(*)