Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dan DPR sudah saatnya mempertimbangkan untuk mengubah sistem penegakan hukum dalam meningkatkan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja dengan memberi wewenang kepada badan penyelenggara untuk mengawasi pelaksanaan program tersebut.

"Permasalahan, jika wewenang itu diberikan kepada badan penyelenggara (PT Jamsostek) maka akan berbenturan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan penegak hukum adalah kepolisian, kejaksaan dan pegawai negeri sipil penyidik," kata Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga di Jakarta, Selasa.

Hotbonar ketika menutup diskusi "Kepesertaan Jamsostek antara Kebutuhan atau Kewajiban" yang diselenggarakan Forum Wartawan Tenaga Kerja (Forwarker) mengatakan terobosan itu diperlukan karena hanya dengan demikian penegakan hukum bagi pelanggaran UU No.3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dapat dilaksanakan.

Penegakan hukum tersebut, kata dosen Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia itu, tidak hanya berarti pendakwaan pelanggar UU No.3/1992 ke pengadilan, tetapi bagaimana membuat sistem sehingga setiap perusahaan yang ingin mendapatkan pelayanan publik harus memenuhi hak-hak pekerjanya, di antaranya menjadi peserta jaminan sosial.

Direktur Pelayanan dan Operasional PT Jamsostek Ahmad Ansyori yang menjadi pembicara di diskusi itu mengatakan, di Korsel tingkat kepesertaan program jaminan sosial mencapai 99,98 persen. Artinya, hampir semua perusahaan menjadi peserta jaminan sosial. Di Indonesia, tingkat kepesertaan hanya sekitar 30 persen.

Kondisi di Korsel itu terjadi karena sistem administrasi di sana mensyaratkan setiap perusahaan baru harus mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial, jika tidak maka dalam waktu tertentu aset-asetnya akan dibekukan, pelayanan perbankannya dihentikan. Jika, kondisi tersebut berlaku juga di Indonesia maka tingkat kepesertaan akan meningkat drastis.

Ansyori juga menyatakan prosentase iuran untuk jaminan hari tua (JHT) di Indonesia sudah selayaknya ditingkatkan menjadi 10 persen. Saat ini angkanya masih 5,7 persen dari total pendapatan pekerja per bulan.

"Angka 5,7 persen itu sangat rendah, bahkan lebih rendah dari Ghana dan Gabon di Afrika," kata Ansyori. Di Singapura iuran jaminan sosial mencapai 40 persen, di Malaysia sekitar 36 persen.

Sementara, pembicara lain, Bambang Wirahyoso menyatakan meskipun terdapat wakil pekerja di Dewan Komisaris PT Jamsostek tetapi peran mereka belum maksimal. Indikasinya terlihat pada masih kecilnya tingkat kepesertaan pekerja dalam program tersebut, yakni hanya sekitar 8,5 juta yang menjadi peserta aktif dari 26 juta yang terdata.

Dia sebelumnya berharap dengan adanya wakil pekerja di Dewan Komisaris PT Jamsostek maka muncul terobosan baru untuk meningkatkan kepesertaan.

Bambang juga menjelaskan bahwa banyak permasalahan di daerah yang sulit diselesaikan, baik dari segi koordinasi dengan pemerintah daerah, kualitas pegawai pengawas dan wewenang pegawai pengawas pusat di daerah.

Tampil juga sebagai pembicara Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Jimanto. (*)