Kabul, 18/8 (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, Senin, mengatakan Amerika Serikat tak memihak dalam pemilihan umum mendatang di Afghanistan dan siap bekerja sama dengan siapa pun yang dipilih oleh rakyat.

Afghanistan, Kamis, dijadwalkan melakukan pemungutan suara dalam pemilihan presiden keduanya, yang diselenggarakan saat pemerintah baru AS mengerahkan tentara tambahan ke negeri itu dengan harapan dapat mewujudkan kestabilan dan mengusir gerilyawan garis keras, demikian dikutip dari AFP/Xinhua-OANA.

"Amerika Serikat tetap tak memihak dalam pemilihan umum ini," kata Hillary dalam satu pernyataan di Washington.

"Seperti rakyat Afghanistan, maka kami ingin melihat pemilihan umum yang dapat dipercaya, aman dan melibatkan semua pihak," kata Hillary.

Ia menambahkan, "Kami mengharapkan dapat bekerja sama dengan siapa pun yang dipilih rakyat Afghanistan sebagai pemimpin mereka selama lima tahun ke depan".

Sewaktu meramalkan tantangan yang akan dihadapi, Hillary berkata, "Rakyat Afghanistan mesti dihargai atas keberanian mereka dalam melaksanakan pemilihan umum ini kendati ada tekanan masa perang, dan kami dan mayarakat internasional bangga untuk mendukung mereka."

Presiden Hamid Karzai, yang telah memerintah negeri tersebut sejak serbuan pimpinan AS menggulingkan pemerintah presiden Saddam Hussein pada 2001, adalah calon utama tapi kampanye kuat oleh mantan menteri luar negeri Abdullah Abdullah dapat memaksa babak kedua pemungutan usara.

Presiden AS Barack Obama dipandang banyak pihak sebagai bersikap lebih dingin terhadap Karzai dibandingkan dengan pendahulunya George W. Bush, yang memiliki hubungan lebih hangat dengan pemimpin Afghanistan itu dan seringkali berbicara dengan Karzai melalui konferensi video jarak jauh.

Para pejabat pemerintah Obama telah mengeritik korupsi di Afghanistan dan khawatir dengan persekutuan Karzai dengan gembong perang bereputasi buruk, Jenderal Abdul Rashid Dostum.

Dostum, menurut laporan stasiun televisi swasta, yang dukungannya buat Karzai dapat mendorong peluang menang, pada Senin, meminta para pendukungnya mendukung Presiden saat ini, Hamid Karzai, dalam pemilihan umum mendatang.

"Dostum, dalam satu pertemuan, menggambarkan Presiden Karzai sebagai orang yang cocok dan ingin para pendukungnya mendukung Presiden tersebut," demikian laporan stasiun televisi Tolo, dalam buletin berita utamanya.

Sementara itu, kedutaan besar AS di Afghanistan, menurut stasiun televisi tersebut, telah menyampaikan keprihatinan mengenai kembalinya Dostum --yang telah dituduh melanggar hak asasi manusia dan melakukan pembantaian-- dalam proses pemilihan umum.

Setelah berbulan-bulan hidup di Turki, Dostum pulang pada Ahad malam dan kepulangannya terjadi setelah unjuk rasa oleh suku Uzbekistan dua hari sebelumnya di provinsi Faryab dan Jauzjan, Afghanistan utara.(*)