Pungut pajak Google, Netflix, Parlemen Filipina akan buat UU
22 Mei 2020 21:38 WIB
Seorang pria memakai masker saat merebaknya COVID-19 di Manila, Filipina, Kamis (12/3/2020). Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan mengisolasi atau "lockdown" Ibu Kota Manila untuk mencegah penyebaran COVID-19. Duterte juga menyetujui resolusi antara lain larangan pertemuan massal serta satu bulan penutupan sekolah dan karantina masyarakat. ANTARA FOTO/REUTERS/Eloisa Lopez/pras.
Manila (ANTARA) - Seorang anggota dewan perwakilan rakyat di Filipina saat sidang di parlemen mengusulkan rancangan undang-undang yang akan memajaki perusahaan teknologi raksasa seperti Facebook, Google dan Youtube, Netflix, dan Spotify, guna meningkatkan pendapatan negara untuk menanggulangi COVID-19.
Google dan Youtube merupakan perusahaan teknologi yang bernaung di bawah Alphabet, perusahaan multinasional asal Amerika Serikat. Facebook merupakan perusahaan penyedia laman media sosial dan Netflix merupakan penyedia jasa nonton langsung serta rumah produksi film asal AS.
Spotify merupakan penyedia jasa putar lagu dan siaran radio independen yang berpusat di Stockholm, Swedia.
Rancangan undang-undang itu menargetkan dapat menghimpun 29 miliar peso (sekitar Rp8,5 triliun) lewat pajak tambahan pada penyedia layanan digital, industri utama pada perdagangan elektronik di Filipina. Warga Filipina merupakan salah satu pengguna media sosial terbesar dunia.
"Kami menggelontorkan banyak dana untuk menanggulangi COVID-19 dan kami perlu untuk terus berperang melawan penyakit itu dan kemudian kembali bangkit," kata Anggota Kongres, Joey Salceda, pengusung RUU tersebut.
"Undang-undang itu akan mengirim sinyal yang kuat ke dunia bahwa Filipina siap menyambut era perubahan digital. Kami menempatkan aturan pajak sebagaimana mestinya," kata dia.
Salceda mengatakan dana yang diperoleh dari aturan perpajakan baru mulai tahun depan itu dapat digunakan untuk membiayai program digital pemerintah, di antaranya proyek peningkatan kapasitas (broadband) internet dan pembelajaran digital untuk mengisi kekosongan akibat penutupan sekolah.
Akan tetapi, butuh waktu yang tidak sebentar sebelum usulan rancangan beleid itu dibahas dalam sidang, mengingat para anggota dewan masih sibuk berdiskusi soal paket bantuan ekonomi guna mengaktifkan kembali perekonomian di Filipina.
Karantina wilayah akibat COVID-19 membuat perekonomian di Filipina lumpuh.
Google, Netflix, dan Spotify, sampai saat ini belum menanggapi usulan beleid itu, sementara Facebook menolak berkomentar.
Otoritas di Filipina mencatat 13.434 orang tertular COVID-19, 846 di antaranya meninggal dunia dan 3.000 lainnya telah dinyatakan pulih. Filipina telah menggelar hampir 208.000 tes COVID-19 ke warganya yang jumlahnya lebih dari 107 juta jiwa.
Sementara itu, Indonesia juga sempat mengumumkan rencana pengenaan pajak 10 persen untuk produk digital mulai Juli 2020. Langkah itu bertujuan meningkatkan pendapatan negara di tengah pandemi.
Sejumlah otoritas di Asia Tenggara pada tahun lalu sempat membahas pentingnya upaya negara-negara di kawasan untuk mengenakan pajak lebih besar ke perusahaan teknologi besar yang beroperasi di kawasan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Pelajar Filipina buat pelindung wajah plastik untuk dokter
Baca juga: Saham Filipina hentikan kenaikan 3-hari, indeks PSE turun 1,17 persen
Baca juga: Filipina sementara larang masuk penerbangan penumpang
Google dan Youtube merupakan perusahaan teknologi yang bernaung di bawah Alphabet, perusahaan multinasional asal Amerika Serikat. Facebook merupakan perusahaan penyedia laman media sosial dan Netflix merupakan penyedia jasa nonton langsung serta rumah produksi film asal AS.
Spotify merupakan penyedia jasa putar lagu dan siaran radio independen yang berpusat di Stockholm, Swedia.
Rancangan undang-undang itu menargetkan dapat menghimpun 29 miliar peso (sekitar Rp8,5 triliun) lewat pajak tambahan pada penyedia layanan digital, industri utama pada perdagangan elektronik di Filipina. Warga Filipina merupakan salah satu pengguna media sosial terbesar dunia.
"Kami menggelontorkan banyak dana untuk menanggulangi COVID-19 dan kami perlu untuk terus berperang melawan penyakit itu dan kemudian kembali bangkit," kata Anggota Kongres, Joey Salceda, pengusung RUU tersebut.
"Undang-undang itu akan mengirim sinyal yang kuat ke dunia bahwa Filipina siap menyambut era perubahan digital. Kami menempatkan aturan pajak sebagaimana mestinya," kata dia.
Salceda mengatakan dana yang diperoleh dari aturan perpajakan baru mulai tahun depan itu dapat digunakan untuk membiayai program digital pemerintah, di antaranya proyek peningkatan kapasitas (broadband) internet dan pembelajaran digital untuk mengisi kekosongan akibat penutupan sekolah.
Akan tetapi, butuh waktu yang tidak sebentar sebelum usulan rancangan beleid itu dibahas dalam sidang, mengingat para anggota dewan masih sibuk berdiskusi soal paket bantuan ekonomi guna mengaktifkan kembali perekonomian di Filipina.
Karantina wilayah akibat COVID-19 membuat perekonomian di Filipina lumpuh.
Google, Netflix, dan Spotify, sampai saat ini belum menanggapi usulan beleid itu, sementara Facebook menolak berkomentar.
Otoritas di Filipina mencatat 13.434 orang tertular COVID-19, 846 di antaranya meninggal dunia dan 3.000 lainnya telah dinyatakan pulih. Filipina telah menggelar hampir 208.000 tes COVID-19 ke warganya yang jumlahnya lebih dari 107 juta jiwa.
Sementara itu, Indonesia juga sempat mengumumkan rencana pengenaan pajak 10 persen untuk produk digital mulai Juli 2020. Langkah itu bertujuan meningkatkan pendapatan negara di tengah pandemi.
Sejumlah otoritas di Asia Tenggara pada tahun lalu sempat membahas pentingnya upaya negara-negara di kawasan untuk mengenakan pajak lebih besar ke perusahaan teknologi besar yang beroperasi di kawasan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Pelajar Filipina buat pelindung wajah plastik untuk dokter
Baca juga: Saham Filipina hentikan kenaikan 3-hari, indeks PSE turun 1,17 persen
Baca juga: Filipina sementara larang masuk penerbangan penumpang
Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2020
Tags: