Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, melaporkan Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar ke Mabes Polri terkait dugaan pelanggaran kode etik dan Undang-undang KPK.

"Hari ini kita sampaikan laporan ke Mabes Polri," kata Wakil Ketua KPK M. Jasin di Jakarta.

Jasin menjelaskan, laporan itu terkait pertemuan Antasari dengan Direktur PT Masaro Radiokom, Anggoro Wijoyo.

Menurut Jasin, pertemuan itu merupakan pelanggaran kode etik dan Undang-undang KPK karena Anggoro adalah tersangka dugaan korupsi sistem komunikasi radio terpadu yang ditangani oleh KPK.

Pasal 36 UU KPK menyatakan, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun".

Bagian Ketentuan Pidana UU yang sama menyebutkan, setiap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

KPK melaporkan Antasari ke Mabes Polri karena tempat pertemuan antara Antasari dan Anggoro terjadi di Singapura.

"Yang bisa menangani kasus di luar negeri hanya Mabes Polri atau kedutaan (KBRI Singapura, red) ," kata Jasin.

KPK telah menyiapkan sejumlah laporan terkait dugaan suap kepada pimpinan KPK. Keempat laporan itu adalah pertemuan antara Antasari Azhar dan tersangka Anggoro Wijoyo di Singapura.

KPK juga melaporkan dugaan pencemaran nama baik pimpinan dan lembaga KPK atas disiarkannya testimoni Antasari Azhar di sejumlah media massa.

Testimoni itu menyebutkan, sejumlah oknum di KPK telah menerima suap terkait penanganan kasus sistem komunikasi radio terpadu yang melibatkan pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro Wijoyo.

Kemudian, KPK juga melaporkan dugaan pemalsuan surat pencabutan pencegahan Anggoro Wijoyo untuk pergi ke luar negeri. KPK menegaskan, pencegahan Anggoro belum pernah dicabut dan masih berlaku.

Sebelumnya, KPK menemukan surat pencabutan pencegahan palsu atas nama Anggoro Wijoyo. Surat palsu itu diduga muncul akibat aliran uang dari Anggoro.

KPK juga melaporkan munculnya nama Eddy Sumarsono dan Ary Muladi yang mengaku sebagai orang suruhan KPK.

Sebelumnya, Bonaran Situmeang, pengacara Anggoro Wijoyo mengatakan, dugaan suap kepada oknum di KPK berawal dari tawaran Ary Muladi dan Eddy Sumarsono yang mengaku sebagai orang suruhan KPK.

"Ary dan Eddy Sumarsono menawarkan bahwa persoalan Masaro dapat diselesaikan dengan memberikan `atensi` kepada pimpinan dan pejabat-pejabat KPK," kata Bonaran.

Bonaran menjelaskan, Anggoro merasa terpaksa menuruti tawaran kedua orang tersebut. Pada akhirnya, Anggoro Wijoyo memberikan Rp5,15 miliar kepada kedua orang yang mengaku bisa `mengurus` kasus tersebut.

"Kedua orang itu mengaku sebagai suruhan KPK," kata Bonaran.

KPK juga melaporkan Eddy Sumarsono ke Polda Metro Jaya karena menyebut nama sejumlah pimpinan KPK telah menerima suap. Eddy mengatakan hal itu berdasar rekaman pembicaraan antara Antasari dan Anggoro.
(*)