Pekanbaru (ANTARA) - Aktivis konservasi harimau sumatera, Forum HarimauKita menyatakan pandemi COVID-19 membuat pemburuan ilegal terhadap satwa dilindungi semakin leluasa bergerak karena memanfaatkan situasi saat ini ketika orang mengurangi aktivitas di luar.

"Ini justru kesempatan mereka karena pengawasannya turun, mereka lebih leluasa ke dalam," kata Ketua Forum HarimauKita, Ahmad Faisal ketika dihubungi di Pekanbaru, Kamis.

Ahmad Faisal menyatakan hal ini terkait kasus harimau sumatera (panthera tigris sumatrae) yang ditemukan mati terjerat di konsesi hutan tanaman industri PT Arara Abadi, anak perusahaan APP Sinar Mas, di Kabupaten Siak, Riau, pada 18 Mei 2020.

Ketika sebagian besar instansi dan aparat fokus pada penanggulangan pandemi, para pemburu makin mendapat celah untuk mencari satwa dilindungi dan memasang jerat di wilayah jelajah satwa. Para pemburu biasanya mencari stok satwa seperti harimau dengan memasang banyak jerat.

"Kalau pemburu apalagi yang mencari nafkahnya atau sumber makanannya dari hutan langsung, mereka nggak berlaku work from home. Mereka masih melakukan kegiatan seperti biasa," katanya.

Baca juga: Kebun Binatang Bandung tutup hingga 29 Mei 2020

Baca juga: Penjaga dan hewan saling menemani di kebun binatang yang sepi



"Jerat ini tidak dipasang satu, dua atau tiga, tapi sampai berpuluh-puluh bahkan ratusan jerat agar kesempatan dapatkan barang (tangkapan satwa-Red) makin tinggi," lanjut Ahmad Faisal.

Mengenai kasus harimau dijerat di konsesi APP Sinar Mas, ia menilai sebenarnya perusahaan industri kehutanan itu selama ini cukup progresif dalam upaya perlindungan lingkungan dan satwa bernilai konservasi tinggi. Forum HarimauKita bersama APP Sinar Mas melakukan kegiatan bersama di Jambi dan Sumatera Selatan untuk mengedukasi warga terkait konflik manusia dengan harimau, dan juga melakukan patroli sapu jerat.

"Mereka monitoring rutin dengan pemasangan camera traping untuk satwa harimau dan identifikasi satwa lainnya. Ini menunjukkan mereka sebenarnya melek dan tahu di wilayah mereka ada satwa bernilai konservasi tinggi dan satwa dilindungi. Untuk proses manajemennya sendiri untuk melakukan pengelolaan satwa, mereka minta bantuan ke kita untuk pendampingan," katanya.

Meski begitu, dengan upaya yang sudah dilakukan dan ditambah dengan kondisi wabah COVID-19 saat ini, perusahaan tersebut masih juga ada celah yang dimanfaatkan oleh pemburu satwa untuk masuk dan memasang jerat di dalam konsesi di Riau.

"Tanggung jawab mereka untuk patroli pengamanan terutama di areal konservasi mereka yang memiliki High Conservation Value atau HCV, itu yang penjagaannya lebih ketat. Selain itu area-area lain juga perlu pengamanan dan pencegahan juga karena satwa pergerakannya tidak di area konservasi saja, mereka tahunya itu wilayah jelajah," katanya.

Baca juga: Seekor harimau mati kena jerat pemburu di Bengkulu