Dubes: Indonesia perlu kampanye terstruktur perangi diskriminasi sawit
20 Mei 2020 20:15 WIB
Dokumentasi - Pekerja mengangkut tandan buah segar kelapa sawit hasil panen di PT Ramajaya Pramukti di Kabupaten Siak, Riau, Rabu (2/10/2019). ANTARA FOTO/FB Anggoro/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Duta Besar RI untuk Republik Federal Jerman Arif Havas Oegroseno menilai Indonesia harus melakukan kampanye terstruktur dan berkelanjutan untuk memerangi kampanye negatif dan diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa (UE) terhadap produk minyak sawit.
Dubes Arif Havas mengatakan bahwa Indonesia dan negara produsen minyak kelapa sawit lain seperti Malaysia dihadapkan pada kampanye negatif yang sangat masif oleh UE, mulai dari sekolah, toko bahan pokok, hingga restoran dan hotel terkait bahaya menggunakan produk sawit.
"Yang kita hadapi ini adalah "giant" besar yang terstruktur. Kita harus bisa proaktif dan bertindak "smartly aggressive". Saya mengharapkan kalau bisa 'internal competitions' di antara pelaku industri bisa dikurangi, sehingga bisa bersama-sama melakukan kampanye terstruktur di organisasi internasional," kata Dubes Arif Havas pada web seminar yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Indonesia perlu beri informasi berimbang tentang sawit di forum dunia
Uni Eropa melakukan kampanye negatif terhadap minyak kelapa sawit dari sejumlah isu, mulai dari deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, pelanggaran HAM, hingga kesehatan seperti kanker akibat mengonsumsi minyak sawit.
Arif memaparkan banyak cara yang bisa dilakukan oleh Indonesia, bersama produsen minyak sawit lainnya untuk bisa melakukan kampanye terstruktur tersebut, salah satunya "investment campaign".
Menurut dia, ada beberapa perusahaan Indonesia dan Malaysia yang melakukan investasi di Eropa untuk produk olahan sawit, yakni oleochemical. Pemerintah Indonesia pun bisa berkolaborasi untuk bisa melakukan kampanye dukungan terhadap sawit.
Baca juga: WHO tanggapi protes Indonesia soal informasi keliru sawit
Selain itu, Dubes juga menyebutkan kampanye legal, misalnya dengan menggugat perusahaan atau restoran yang membuat label "no palm oil". Namun demikian, cara ini dinilai membutuhkan anggaran yang cukup besar.
Dubes Arif mengakui bahwa upaya memerangi kampanye negatif dan diskriminasi sawit di Uni Eropa terkendala panggaran. Di sisi lain, Uni Eropa mengalokasikan 65 persen anggarannya untuk subsidi pertanian mereka.
"Kita sudah melakukan kampanye, tetapi yang kita lakukan masih pada tahap reaksi. Di Brussel pun, untuk secara proaktif melakukan kampanye reguler, itu terkendala berbagai hal, yang paling krusial adalah anggaran dana," kata dia.
Ia menambahkan bahwa Indonesia bisa menggunakan anggaran kampanye dari dana yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dubes Arif Havas mengatakan bahwa Indonesia dan negara produsen minyak kelapa sawit lain seperti Malaysia dihadapkan pada kampanye negatif yang sangat masif oleh UE, mulai dari sekolah, toko bahan pokok, hingga restoran dan hotel terkait bahaya menggunakan produk sawit.
"Yang kita hadapi ini adalah "giant" besar yang terstruktur. Kita harus bisa proaktif dan bertindak "smartly aggressive". Saya mengharapkan kalau bisa 'internal competitions' di antara pelaku industri bisa dikurangi, sehingga bisa bersama-sama melakukan kampanye terstruktur di organisasi internasional," kata Dubes Arif Havas pada web seminar yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Indonesia perlu beri informasi berimbang tentang sawit di forum dunia
Uni Eropa melakukan kampanye negatif terhadap minyak kelapa sawit dari sejumlah isu, mulai dari deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, pelanggaran HAM, hingga kesehatan seperti kanker akibat mengonsumsi minyak sawit.
Arif memaparkan banyak cara yang bisa dilakukan oleh Indonesia, bersama produsen minyak sawit lainnya untuk bisa melakukan kampanye terstruktur tersebut, salah satunya "investment campaign".
Menurut dia, ada beberapa perusahaan Indonesia dan Malaysia yang melakukan investasi di Eropa untuk produk olahan sawit, yakni oleochemical. Pemerintah Indonesia pun bisa berkolaborasi untuk bisa melakukan kampanye dukungan terhadap sawit.
Baca juga: WHO tanggapi protes Indonesia soal informasi keliru sawit
Selain itu, Dubes juga menyebutkan kampanye legal, misalnya dengan menggugat perusahaan atau restoran yang membuat label "no palm oil". Namun demikian, cara ini dinilai membutuhkan anggaran yang cukup besar.
Dubes Arif mengakui bahwa upaya memerangi kampanye negatif dan diskriminasi sawit di Uni Eropa terkendala panggaran. Di sisi lain, Uni Eropa mengalokasikan 65 persen anggarannya untuk subsidi pertanian mereka.
"Kita sudah melakukan kampanye, tetapi yang kita lakukan masih pada tahap reaksi. Di Brussel pun, untuk secara proaktif melakukan kampanye reguler, itu terkendala berbagai hal, yang paling krusial adalah anggaran dana," kata dia.
Ia menambahkan bahwa Indonesia bisa menggunakan anggaran kampanye dari dana yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020
Tags: