Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB) Muhammad Yusuf Ateh mengungkapkan bahwa 483 Pemerintah Daerah (Pemda) telah merelokasi anggaran penerimaan belanja daerah sebesar Rp67,1 triliun untuk penanganan COVID-19.

"Update terakhir per 14 Mei 2020, itu sudah mencapai 67,1 T. Tadi sudah disampaikan pak Ketua (Tim Pengawas COVID-19) ada Rp56 T, tapi update terakhir itu sudah berubah lagi menjadi 67,1 T berasal dari 483 Pemda," kata Yusuf Ateh saat rapat dengar pendapat bareng Tim Pengawas Penanggulangan Bencana COVID-19 DPR RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) secara virtual di Jakarta, Rabu.

Anggaran sebesar 67,1 triliun itu dialokasikan untuk penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial (JPS), dukungan industri, dan pemulihan ekonomi.

Dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Tim Pengawas COVID-19 DPR RI Muhaimin Iskandar itu, Yusuf menjelaskan bahwa peran BPKP adalah untuk melakukan proses pengawasan Pemerintah Daerah dalam melakukan refocusing kegiatan dan realokasi APBD agar berjalan dengan benar.

"Jadi kami membimbing, mengawal, membantu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan daerahnya untuk melakukan refocusing kegiatan dan realokasi APBD dengan benar," kata Yusuf.

Selain itu, dalam pengawasan atas penanganan bidang kesehatan, BPKP juga melakukan audit dengan tujuan tertentu pada tata kelola proses pengadaan barang dan jasa.

"Saat ini masih dalam proses, tentang pengadaan Alat Pelindung Diri dan sebagainya," ujar Yusuf.

Baca juga: Sri Mulyani sebut biaya pasien COVID-19 dari APBN dan APBD

Sebelumnya, Muhaimin Iskandar yang juga Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu mengatakan bahwa Tim Pengawas COVID-19 DPR RI ingin instansi pemerintah terkait memetakan strategi pencegahan potensi tindak pidana korupsi sewaktu pelaksanaan penanganan pandemi virus corona (COVID-19).

Saat membuka rapat yang berlangsung secara virtual di Jakarta, Rabu, Cak Imin, sapaan Muhaimin Iskandar, mengatakan bahwa pihaknya akan fokus pada pengawasan, terutama di bidang anggaran, dalam pelaksanaan penanggulangan COVID-19 yang selama ini menjadi urgensi dan ditetapkan pemerintah sebagai bencana nasional oleh pemerintah.

Selain perihal pengawasan anggaran, Cak Imin juga menyoroti perihal pengawasan distribusi bantuan sosial dan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Terkait distribusi bantuan sosial tersebut, Kepala BPKP mengatakan bahwa BPKP juga melakukan sinkronisasi data penerima Bansos antara Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan data baru dari Pemda yang non-DTKS.

BPKP juga, kata Yusuf, Rabu pagi tadi telah membahas masalah sinkronisasi data itu dengan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Deputi Pencegahan pak Pahala Nainggolan.

"Tentang data-data yang sudah kami sinkronkan di seluruh Indonesia," kata dia.

BPKP juga sudah membuat surat atensi kepada Menteri Sosial Juliari P Batubara, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, serta tembusan suratnya kepada Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy tentang sinkronisasi data penerima Bansos yang sedang dilakukan BPKP.

"Sudah banyak sekali kami sudah memberikan surat atensi terhadap pengawasan ini, misalnya saja pengawasan atas penyaluran bansos, BPKP telah melakukan usulan mitigasi risiko penyaluran bansos, pemanfaatan data Nomor Induk Kependudukan pada Dirjen Dukcapil untuk memastikan validitas penerima bansos, dan yang baru kami selesaikan adalah sinkronisasi data antara usulan Pemda dan DTKS, serta penggunaan hasil sinkronisasi tersebut sebagai acuan untuk optimalisasi cakupan bansos," kata Yusuf.

Lebih lanjut, Kepala BPKP mengatakan pihaknya juga melakukan persiapan pengawasan atas program pemulihan ekonomi nasional yang akan segera dilaksanakan.

Yusuf mengatakan BPKP mendapat tugas dari Presiden untuk melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional itu.

"Kami melakukan koordinasi, identifikasi titik-titik kritis atau risiko yang akan terjadi dan melakukan perumusan rencana pengawasan," ujar dia.

Baca juga: Menkeu: Rp62,3 triliun belanja APBN bisa direalokasi tangani COVID-19

Baca juga: Hidayat Nur Wahid minta pemerintah maksimalkan APBN tangani COVID-19

Baca juga: Presiden Jokowi perintahkan realokasi APBN dan APBD atasi COVID-19