Eks Dirut Perindo Risyanto Suanda dituntut 5 tahun penjara
20 Mei 2020 17:37 WIB
Terdakwa mantan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Dirut Perum Perindo) Risyanto Suanda meninggalkan ruang sidang usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (12/2/2020). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/ama. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)
Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia Risyanto Suanda dituntut 5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap sebesar 30 ribu dolar AS ditambah gratifikasi sebesar 30 ribu dolar AS dan 80 ribu dolar Singapura.
"Menuntut supaya menjadi hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Risyanto Suanda terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kumulatif kesatu alternatif pertama dan dakwaan kumulatif kedua. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Muhammad Nur Azis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Baca juga: Risyanto Suanda didakwa terima suap dan gratifikasi Rp1,6 miliar
Sidang dilakukan melalui sarana "video conference", Risyanto Suanda berada di gedung KPK sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di pengadilan Tipikor Jakarta.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
JPU KPK juga menuntut pembayaran uang pengganti kepada Risyanto.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Risyanto Suanda membayar uang pengganti Rp1.244.799.300 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun," ungkap jaksa Nur Azis.
Dalam dakwaan pertama, Risyanto Suanda dinilai terbukti menerima suap senilai 30 ribu dolar AS (sekitar Rp409,97 juta)
Dalam dakwaan pertama, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan Risyanto menerima suap sebesar Rp30 ribu dolar Singapura dari Direktur Utama PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa untuk mendapat persetujuan impor hasil perikanan.
Suap itu diberikan karena menyetujui Mujib Mustofa untuk memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan berupa "frozen pacific makarrel/Scomber Japonicus" (ikan salem) milik Perum Perikanan Indonesia.
Perum Perikanan Indonesia adalah BUMN yang melakukan kegiatan usaha di bidang jasa perikanan dan dapat mengajukan Rekomendasi Pemasukan Hasil perikanan (RPHP) kepada Kementerian Kelautan Dan Perikanan sebagai syarat untuk mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan.
Pada Juli 2019, Mujib berkomunikasi dengan Risyanto dan disepakati margin keuntungan Perindo yang sebelumnya sebesar Rp1000/kilogram menjadi Rp700/kilogram atas impor hasil perikanan periode Mei 2019 via Surabaya dan Semarang.
Baca juga: KPK panggil Direktur Operasional Perum Perindo Arief Goentoro
Pada 30 Juli 2019, Perum Perikanan Indonesia mendapat rekomendasi pemasukan hasil perikanan "frozen pacific mackarel" (ikan salem) sebanyak 500 ton dari permohonan 2.000 ton.
Risyanto menyetujui Mujib Mustofa untuk memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan ikan salem sebanyak 150 ton milik Perindo. Mujib lalu menghubungi Direktur PT Sanjaya Internasional Fishery (SIF) Antoni untuk impor ikan salem.
Antoni lalu mencari pemasok dari China untuk memenuhi kebutuhan ikan salem dan mendapat perusahaan Tengxiang (Shishi) Marine Product Co.Ltd.
Pada 6 September 2019, produk impor dari China itu dibawa sebanyak 100 ton sampai di pelabuhan Tanjung Priok lalu dibawa ke PT SIF dan dipasarkan PT SIF. Sedangkan sisa 50 ton "frozen pacific mackarel" tiba pada 13 September 2019.
Selanjutnya pada 16 September 2019 Risyanto bertemu dengan Mujib di Hotel Mulia Jakarta dan minta disiapkan uang 30 ribu dolar AS.
Selain itu pada 19 September 2019, Risyanto menerima daftar tabel ikan yang akan diimpor pada September 2019-Maret 2020 dari Mujib.
Di sebelah kanan tabel oleh terdakwa diberi tulisan tangan berupa catatan angka yaitu baris pertama 1.300, baris kedua 1.700, baris ketiga 1.300, baris keempat 1.700 dan baris kelima 1.300 dalam jumlah rupiah per kilogram sebagai keuntungan yang akan diberikan oleh Mujib kepada Perum Perikanan Indonesia bila persetujuan impor hasil perikanan diberikan kepada Risyanto.
Penyerahan uang untuk Risyanto dilaksanakan pada 23 September 2019 oleh Adi Susilo alias Mahmud selaku suruhan Risyanto di Cascade Lounge Hotel Mulia Senayan. Mujib menghampiri Adi lalu memberikan amplop bertulis Panin Bank berisi uang sebesar 30.000 dolar AS dengan mengatakan "Ini titipan untuk Pak Aris". Setelah penyerahan, Mujib dan Adi diamankan petugas KPK.
Sebelumnya diketahui Mujib sudah bekerja sama dengan Perum Perindo sebesar 1000 ton sehingga total yang dikerjasamakan adalah 1.150.
"Terdakwa seharusnya mengetahui atau patut menduga penerimaan uang sebesar 30.000 dolar AS dari Mujib Mustofa tersebut sebagai akibat atau disebabkan karena terdakwa selaku Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia telah menyetujui atau setidak-tidaknya mengetahui jika Mujib Mustofa adalah orang yang memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan milik Perum Perikanan Indonesia ikan salem beku sebanyak 1.150 ton," tambah jaksa Nur Azis.
Sedangkan dalam dakwaan kedua, Risyanto dinilai terbukti menerima gratifikasi dari tiga pengusaha. Pertama dari komisaris PT Inti Samudera Hasilindo Alexander Anthony sebesar 30 ribu dolar AS (Rp421.965.000).
Gratifikasi itu terkait dengan pemberian rekomendasi dari Perum Perindo sebagai pemilik lahan yang dijadikan jaminan kredit investasi oleh PT. Inti Samudera Hasilindo kepada Bank BNI, Permohonan Keringanan Pembayaran Sewa Tanah dari PT Bonecom kepada Perum Perindo dan permohonan izin Pengalihan Hak Pemanfaatan Lahan Kavling Blok T No. 1-7, kawasan industri pelabuhan perikanan samudera Nizam Zachman, Jakarta kepada PT Era Baru Abadi Makmur sekaligus memberikan izin perpanjangan sewa pemanfaatan lahan hingga 2029.
Uang diberikan melalui Mohamad Saefullah alias Ipul di hotel Gran Melia Jakarta sebesar 30 ribu dolar AS.
Kedua, penerimaan dari pengusaha di bidang start up (aplikasi perikanan) Desmond Previn sebesar 30 ribu dolar Singapura (Rp310.512.300).
Desmon dan Risyanto bertemu pada 2 Juli 2019 di restoran Remboelan Plaza Senayan untuk membahas kerja sama aplikasi perikanan, investasi tambang kaolin di Belitung, pembelian kapal ikan dari perusahaan lain yang menyewa tanah Perum Perindo untuk dibangun hotel dan peluang usaha toko kue.
Risyanto lalu minta bantuan kepada Desmond Previn dengan kalimat "bantu support saya", atas permintaan itu, Demond menyanggupinya.
Uang diberikan pada 5 Juli 2019 oleh Desmond Previn menyerahkan sebesar 5.000 dolar Singapura kepada orang suruhan Risyanto yaitu Adi Susilo, dengan mengatakan pemberian tersebut baru separuhnya. Desmond lalu kembali memberikan 25.000 dolar Singapura pada 9 Juli 2019.
Baca juga: KPK panggil Dirut Perum Perindo saksi suap impor ikan
Ketiga, penerimaan dari Direktur Utama PT Yfin Internasional Juniusco Cuaca alias Jack Hoal alias Jack Yfin sebesar 50 ribu dolar Singapura (Rp512.322.000). PT Yfin adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor-impor hasil perikanan yang bekerja sama dengan Perindo lalu menyewa lahan milik Perindo seluas 160 meter persegi di Muara Baru Ujung Jakarta Utara.
Risyanto bertemu Jack Yfin pada 13 September 2019 di Ambiente Ristorante hotel Aryaduta dan membicarakan rencana pengembangan bisnis yaitu pengoptimalan "cold storage" serta meminta bantuan uang. Atas permintaan tersebut Jack menyanggupinya.
Uang sebesar 50.000 dolar Singapura diberikan melalui Adi Susilo pada 14 September 2019 di Ambiente Ristorante. Selanjutnya Adi menyerahkan uang kepada Rika Rachmawati dan Rika menyerahkan ke Risyanto.
"Berdasarkan uraian tersebut di atas telah terbukti bahwa jumlah uang gratifikasi yang telah diterima dan dinikmati oleh Risyanto Suanda dalam bentuk rupiah adalah Rp1.244.799.300," tambah jaksa Nur Azis
Selain gratifikasi berupa uang, di persidangan juga terungkap pemberian berupa 1 tas selempang merk Louis Vuitton warna hitam , 1 tas tangan warna merah marun merk Louis Vuitton dalam sarung warna cream bertuliskan Louis Vuitton, , 1 cincin warna silver dengan jumlah mata 8 buah, 1 jam tangan merk Frederique Constant Geneve dengan tali kulit warna cokelat.
"Menuntut supaya menjadi hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menyatakan terdakwa Risyanto Suanda terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kumulatif kesatu alternatif pertama dan dakwaan kumulatif kedua. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Muhammad Nur Azis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.
Baca juga: Risyanto Suanda didakwa terima suap dan gratifikasi Rp1,6 miliar
Sidang dilakukan melalui sarana "video conference", Risyanto Suanda berada di gedung KPK sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di pengadilan Tipikor Jakarta.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
JPU KPK juga menuntut pembayaran uang pengganti kepada Risyanto.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Risyanto Suanda membayar uang pengganti Rp1.244.799.300 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun," ungkap jaksa Nur Azis.
Dalam dakwaan pertama, Risyanto Suanda dinilai terbukti menerima suap senilai 30 ribu dolar AS (sekitar Rp409,97 juta)
Dalam dakwaan pertama, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan Risyanto menerima suap sebesar Rp30 ribu dolar Singapura dari Direktur Utama PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa untuk mendapat persetujuan impor hasil perikanan.
Suap itu diberikan karena menyetujui Mujib Mustofa untuk memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan berupa "frozen pacific makarrel/Scomber Japonicus" (ikan salem) milik Perum Perikanan Indonesia.
Perum Perikanan Indonesia adalah BUMN yang melakukan kegiatan usaha di bidang jasa perikanan dan dapat mengajukan Rekomendasi Pemasukan Hasil perikanan (RPHP) kepada Kementerian Kelautan Dan Perikanan sebagai syarat untuk mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan.
Pada Juli 2019, Mujib berkomunikasi dengan Risyanto dan disepakati margin keuntungan Perindo yang sebelumnya sebesar Rp1000/kilogram menjadi Rp700/kilogram atas impor hasil perikanan periode Mei 2019 via Surabaya dan Semarang.
Baca juga: KPK panggil Direktur Operasional Perum Perindo Arief Goentoro
Pada 30 Juli 2019, Perum Perikanan Indonesia mendapat rekomendasi pemasukan hasil perikanan "frozen pacific mackarel" (ikan salem) sebanyak 500 ton dari permohonan 2.000 ton.
Risyanto menyetujui Mujib Mustofa untuk memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan ikan salem sebanyak 150 ton milik Perindo. Mujib lalu menghubungi Direktur PT Sanjaya Internasional Fishery (SIF) Antoni untuk impor ikan salem.
Antoni lalu mencari pemasok dari China untuk memenuhi kebutuhan ikan salem dan mendapat perusahaan Tengxiang (Shishi) Marine Product Co.Ltd.
Pada 6 September 2019, produk impor dari China itu dibawa sebanyak 100 ton sampai di pelabuhan Tanjung Priok lalu dibawa ke PT SIF dan dipasarkan PT SIF. Sedangkan sisa 50 ton "frozen pacific mackarel" tiba pada 13 September 2019.
Selanjutnya pada 16 September 2019 Risyanto bertemu dengan Mujib di Hotel Mulia Jakarta dan minta disiapkan uang 30 ribu dolar AS.
Selain itu pada 19 September 2019, Risyanto menerima daftar tabel ikan yang akan diimpor pada September 2019-Maret 2020 dari Mujib.
Di sebelah kanan tabel oleh terdakwa diberi tulisan tangan berupa catatan angka yaitu baris pertama 1.300, baris kedua 1.700, baris ketiga 1.300, baris keempat 1.700 dan baris kelima 1.300 dalam jumlah rupiah per kilogram sebagai keuntungan yang akan diberikan oleh Mujib kepada Perum Perikanan Indonesia bila persetujuan impor hasil perikanan diberikan kepada Risyanto.
Penyerahan uang untuk Risyanto dilaksanakan pada 23 September 2019 oleh Adi Susilo alias Mahmud selaku suruhan Risyanto di Cascade Lounge Hotel Mulia Senayan. Mujib menghampiri Adi lalu memberikan amplop bertulis Panin Bank berisi uang sebesar 30.000 dolar AS dengan mengatakan "Ini titipan untuk Pak Aris". Setelah penyerahan, Mujib dan Adi diamankan petugas KPK.
Sebelumnya diketahui Mujib sudah bekerja sama dengan Perum Perindo sebesar 1000 ton sehingga total yang dikerjasamakan adalah 1.150.
"Terdakwa seharusnya mengetahui atau patut menduga penerimaan uang sebesar 30.000 dolar AS dari Mujib Mustofa tersebut sebagai akibat atau disebabkan karena terdakwa selaku Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia telah menyetujui atau setidak-tidaknya mengetahui jika Mujib Mustofa adalah orang yang memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan milik Perum Perikanan Indonesia ikan salem beku sebanyak 1.150 ton," tambah jaksa Nur Azis.
Sedangkan dalam dakwaan kedua, Risyanto dinilai terbukti menerima gratifikasi dari tiga pengusaha. Pertama dari komisaris PT Inti Samudera Hasilindo Alexander Anthony sebesar 30 ribu dolar AS (Rp421.965.000).
Gratifikasi itu terkait dengan pemberian rekomendasi dari Perum Perindo sebagai pemilik lahan yang dijadikan jaminan kredit investasi oleh PT. Inti Samudera Hasilindo kepada Bank BNI, Permohonan Keringanan Pembayaran Sewa Tanah dari PT Bonecom kepada Perum Perindo dan permohonan izin Pengalihan Hak Pemanfaatan Lahan Kavling Blok T No. 1-7, kawasan industri pelabuhan perikanan samudera Nizam Zachman, Jakarta kepada PT Era Baru Abadi Makmur sekaligus memberikan izin perpanjangan sewa pemanfaatan lahan hingga 2029.
Uang diberikan melalui Mohamad Saefullah alias Ipul di hotel Gran Melia Jakarta sebesar 30 ribu dolar AS.
Kedua, penerimaan dari pengusaha di bidang start up (aplikasi perikanan) Desmond Previn sebesar 30 ribu dolar Singapura (Rp310.512.300).
Desmon dan Risyanto bertemu pada 2 Juli 2019 di restoran Remboelan Plaza Senayan untuk membahas kerja sama aplikasi perikanan, investasi tambang kaolin di Belitung, pembelian kapal ikan dari perusahaan lain yang menyewa tanah Perum Perindo untuk dibangun hotel dan peluang usaha toko kue.
Risyanto lalu minta bantuan kepada Desmond Previn dengan kalimat "bantu support saya", atas permintaan itu, Demond menyanggupinya.
Uang diberikan pada 5 Juli 2019 oleh Desmond Previn menyerahkan sebesar 5.000 dolar Singapura kepada orang suruhan Risyanto yaitu Adi Susilo, dengan mengatakan pemberian tersebut baru separuhnya. Desmond lalu kembali memberikan 25.000 dolar Singapura pada 9 Juli 2019.
Baca juga: KPK panggil Dirut Perum Perindo saksi suap impor ikan
Ketiga, penerimaan dari Direktur Utama PT Yfin Internasional Juniusco Cuaca alias Jack Hoal alias Jack Yfin sebesar 50 ribu dolar Singapura (Rp512.322.000). PT Yfin adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor-impor hasil perikanan yang bekerja sama dengan Perindo lalu menyewa lahan milik Perindo seluas 160 meter persegi di Muara Baru Ujung Jakarta Utara.
Risyanto bertemu Jack Yfin pada 13 September 2019 di Ambiente Ristorante hotel Aryaduta dan membicarakan rencana pengembangan bisnis yaitu pengoptimalan "cold storage" serta meminta bantuan uang. Atas permintaan tersebut Jack menyanggupinya.
Uang sebesar 50.000 dolar Singapura diberikan melalui Adi Susilo pada 14 September 2019 di Ambiente Ristorante. Selanjutnya Adi menyerahkan uang kepada Rika Rachmawati dan Rika menyerahkan ke Risyanto.
"Berdasarkan uraian tersebut di atas telah terbukti bahwa jumlah uang gratifikasi yang telah diterima dan dinikmati oleh Risyanto Suanda dalam bentuk rupiah adalah Rp1.244.799.300," tambah jaksa Nur Azis
Selain gratifikasi berupa uang, di persidangan juga terungkap pemberian berupa 1 tas selempang merk Louis Vuitton warna hitam , 1 tas tangan warna merah marun merk Louis Vuitton dalam sarung warna cream bertuliskan Louis Vuitton, , 1 cincin warna silver dengan jumlah mata 8 buah, 1 jam tangan merk Frederique Constant Geneve dengan tali kulit warna cokelat.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020
Tags: