Semarak malam tujuh likur, warga Batu Limau gelar acara kenduri
19 Mei 2020 23:55 WIB
Warga Batu Limau, Karimun, Kepulauan Riau (Kepri) menggelar acara kenduri malam tujuh likur, Selasa (19/5/2020) malam atau malam ke-27 Ramadhan 1441 Hijriah . ANTARA/Ogen
Tanjungpinang (ANTARA) - Warga di Desa Batu Limau, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), menggelar acara kenduri untuk menyemarakkan malam tujuh likur atau malam ke-27 bulan Ramadan, Selasa malam.
Menurut warga bernama Riko, kenduri malam tujuh likur ini merupakan tradisi rutin tahunan yang dilakukan masyarakat setempat ketika memasuki 10 hari terakhir bulan puasa.
Selama 10 malam terakhir itu, kata dia, warga di kampungnya melaksanakan hajatan kenduri secara bergantian, dengan mengundang belasan hingga puluhan penduduk sekitar.
Hajatan, umumnya dilaksanakan selepas salat Magrib. Namun, ada pula yang melakukannya usai shalat Tarawih.
"Biasanya malam ke-27 ini puncaknya, karena warga yang menggelar kenduri lebih banyak, bahkan bisa sampai shalat Subuh," kata Riko.
Baca juga: Pemkab Gorontalo lakukan tradisi tumbilotohe secara sederhana
Baca juga: Kenduri Nuzulul Quran di tengah pandemi COVID-19
Warga lainnya, Azli, menyebut kenduri malam tujuh likur merupakan wujud rasa syukur karena masyarakat masih bisa melaksanakan ibadah puasa dan tarawih.
Juga sebagai wadah berbagi atas rezeki yang diperoleh, di samping dapat menjalin silaturahmi, serta mengharap rahmat pada malam kemuliaan lailatul qadar.
"Pun dibacakan pula doa yang terbaik buat arwah keluarga atau sanak saudara yang punya hajatan," katanya.
Lanjut dia, pada praktiknya dalam kenduri tersebut dikumandangkan bacaan-bacaan ayat suci Al-Quran dan doa.
Baca juga: Keraton Kasepuhan tetap jalankan tradisi "Jamasan Gerbong Maleman"
Baca juga: Tradisi "meugang" di tengah pandemi COVID-19 di Aceh
Seseorang yang dituakan atau biasa disebut dengan istilah lebai kampung, bertanggung jawab memimpin jalannya hajatan.
Puncaknya, setelah doa selesai dibacakan, tuan rumah akan menjamu warga yang datang dengan aneka hidangan, berupa nasi dan lauk-pauk, kuih-muih, serta minuman tawar/manis.
Makanan dihidangkan dalam sebuah wadah atau nampan. Tiap-tiap hidangan dapat disantap empat hingga lima orang dengan duduk membentuk lingkaran.
Selain kenduri, terpantau sejumlah masyarakat turut memasang lampu colok di halaman rumah masing-masing.
Semarak malam tujuh likur di Desa Batu Limau masih tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Kendati, saat ini Indonesia di tengah pandemi COVID-19.
Baca juga: Tradisi Dugderan di Kota Semarang digelar tanpa keramaian
Baca juga: Corona hentikan tradisi menyambut Ramadhan di Lembah Baliem
Menurut warga bernama Riko, kenduri malam tujuh likur ini merupakan tradisi rutin tahunan yang dilakukan masyarakat setempat ketika memasuki 10 hari terakhir bulan puasa.
Selama 10 malam terakhir itu, kata dia, warga di kampungnya melaksanakan hajatan kenduri secara bergantian, dengan mengundang belasan hingga puluhan penduduk sekitar.
Hajatan, umumnya dilaksanakan selepas salat Magrib. Namun, ada pula yang melakukannya usai shalat Tarawih.
"Biasanya malam ke-27 ini puncaknya, karena warga yang menggelar kenduri lebih banyak, bahkan bisa sampai shalat Subuh," kata Riko.
Baca juga: Pemkab Gorontalo lakukan tradisi tumbilotohe secara sederhana
Baca juga: Kenduri Nuzulul Quran di tengah pandemi COVID-19
Warga lainnya, Azli, menyebut kenduri malam tujuh likur merupakan wujud rasa syukur karena masyarakat masih bisa melaksanakan ibadah puasa dan tarawih.
Juga sebagai wadah berbagi atas rezeki yang diperoleh, di samping dapat menjalin silaturahmi, serta mengharap rahmat pada malam kemuliaan lailatul qadar.
"Pun dibacakan pula doa yang terbaik buat arwah keluarga atau sanak saudara yang punya hajatan," katanya.
Lanjut dia, pada praktiknya dalam kenduri tersebut dikumandangkan bacaan-bacaan ayat suci Al-Quran dan doa.
Baca juga: Keraton Kasepuhan tetap jalankan tradisi "Jamasan Gerbong Maleman"
Baca juga: Tradisi "meugang" di tengah pandemi COVID-19 di Aceh
Seseorang yang dituakan atau biasa disebut dengan istilah lebai kampung, bertanggung jawab memimpin jalannya hajatan.
Puncaknya, setelah doa selesai dibacakan, tuan rumah akan menjamu warga yang datang dengan aneka hidangan, berupa nasi dan lauk-pauk, kuih-muih, serta minuman tawar/manis.
Makanan dihidangkan dalam sebuah wadah atau nampan. Tiap-tiap hidangan dapat disantap empat hingga lima orang dengan duduk membentuk lingkaran.
Selain kenduri, terpantau sejumlah masyarakat turut memasang lampu colok di halaman rumah masing-masing.
Semarak malam tujuh likur di Desa Batu Limau masih tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Kendati, saat ini Indonesia di tengah pandemi COVID-19.
Baca juga: Tradisi Dugderan di Kota Semarang digelar tanpa keramaian
Baca juga: Corona hentikan tradisi menyambut Ramadhan di Lembah Baliem
Pewarta: Ogen
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020
Tags: